Mohon tunggu...
Helmi Faridy
Helmi Faridy Mohon Tunggu... Guru - Cerpenis/ASN Guru

Saya seorang ASN Guru Agama Islam yang punya hobi jurnalistik.

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Savonlinna

5 November 2023   10:00 Diperbarui: 5 November 2023   10:03 113
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Cerpen. Sumber ilustrasi: Unsplash

Kutelepon Valma untuk sekadar tahu keadaannya, terdengar suaranya gugup, perasaannya kalut bercampur aduk, ia mengatakan ingin datang ke rumahku supaya bisa bersama dan ada teman dalam situasi gawat seperti ini. Rasa takutnya beralasan, di Savonlinna dia seorang diri, orang tuanya jauh di Salo, berjarak ratusan kilo.

Aku mengerti perasaan takutnya, kukatakan agar ia jangan keluar rumah, nanti pada saat yang tepat aku yang akan menjemputnya. Valma pun jadi tenang, mungkin suaraku mampu menjadi penenang baginya di saat-saat seperti ini. Segala keperluan makan dan minum, kuminta Kerwyn menugaskan driver di kantor mengantar ke rumah Valma.

Sangat ganas virus ini, dalam tempo sehari dua hari sudah membuat kota seperti mati, sekolah dan perkantoran terpaksa tutup, bar dan pertokoan juga banyak yang tutup, kastil, museum, juga tutup, hanya rumah sakit yang sibuk dengan kiriman pasien. Di mana-mana bergelimpangan mayat dengan semua wajah menjadi menghitam, sangat mengerikan. Dan sepertinya manajer kota sudah kehabisan akal untuk mengatasi.

oOo

Pukul 22.00, Joma Anttiri, Manajer Kota, didampingi anak buahnya dari Departemen Kesehatan dan juga Kepala Kepolisian Kota mengumumkan, mulai besok pagi, semua warga harus meninggalkan rumah mereka untuk bersegera menuju sekolah-sekolah dan gereja-gereja terdekat untuk karantina sementara sebagai langkah melawan penyebaran virus.

"Kebijakan apa itu?" Gumamku. "Bukankah hal itu malah bisa menjadi preseden buruk, bagaimana jika virus menyebar saat itu dan menyerang warga, mungkin korban akan bertambah banyak" pikirku dalam hati. Addriella kuberi tahu tentang rencana ini, taklupa kutelepon Valma bahwa besok ia akan kujemput untuk ikut kami mengungsi bersama ke Pikkukirkku. Walau aku sendiri tidak tahu apa rencana Pak Joma Anttiri dibalik kebijakan aneh ini.

Pagi pun tiba, hanya sedikit makan dan minuman kami bawa, beserta sedikit pakaian. Addriella sudah menunggu di mobil, lalu kami pergi menuju Pikkukirkku, tapi taklupa menjemput Valma sebelumnya. Di jalanan kota, orang-orang berjalan menuju sekolah dan gereja terdekat, hanya sedikit yang mengendarai mobil. Terlihat pula banyak dari orang-orang itu yang ambruk padahal terlihat sehat awalnya, tak ada yang peduli dengan keadaan itu, yang ada hanya jeritan dan teriakan harus kehilangan orang terdekat mereka.

Sesampainya di rumah Valma, kubunyikan klakson mobilku, dengan cepat Valma keluar, mengunci pintu dan berlari menuju mobilku. Nafasnya sedikit tersengal, Addriella hanya diam sambil mencucurkan air mata ke pipinya yang putih kemerahan, mungkin taktega melihat banyaknya tubuh bergelimpangan di jalanan tadi. Kamipun segera meluncur ke Pikkukirkku Cathedral.

Di halaman depan gereja, bersiap petugas medis dengan alat pendeteksi, setiap yang terdeteksi suhu badannya melebihi batas normal maka akan dimasukkan ke ambulans untuk dibawa ke rumah sakit dan dirawat. Aku dan Valma aman, tapi tidak Addriella, ia dinyatakan harus dirawat, tangisnya pun pecah, dengan sekuat tenaga ia ingin menghampiriku, namun dicegah petugas dan dipaksa memasuki ambulans. Aku dan Valma juga disuruh bergegas memasuki gereja, kulihat dari kejauhan, Addriella terus menangis, di sana ia bersama beberapa wanita yang juga terdeteksi bernasib sama dengannya. Aku pun tertunduk, harus berpisah dengan adik kesayanganku, sementara Valma, wajah cantiknya basah dengan air mata, ia sangat sayang dengan Addriella, sedih karena tidak ada Addriella bersama kami di sini.

Suara isak tangis tentu tidak hanya dari Valma, tapi dari segala sisi ruang peribadatan ini. Rasa takut dan sedih bercampur aduk, apalagi harus kehilangan keluarga dekat karena meninggal di  jalanan atau harus terpisah karena harus dibawa oleh tim medis seperti halnya Addriella.

Di sini adalah rumah Tuhan, tempat berdoa dan memuji-Nya. Dalam damai Yesus, akupun akhirnya mengerti dengan kebijakan seperti ini. Ternyata agar yang terjangkit dan yang dicurigai terjangkit tidak berbaur dengan yang sehat dan harus dipaksa masuk ke rumah sakit, sementara yang sehat dikarantina sementara sampai semua orang yang dianggap penyebar virus sudah dimasukkan semua ke rumah sakit-rumah sakit sehingga tidak ada lagi yang menularkan virus di jalanan kota ini. Sorenya pun kami disuruh kembali ke rumah masing-masing.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun