Sejak 2016 pasca KPB-KPTG muncul kebijakan pelarangan penggunaan Kantong Plastik, dengan isu ramah lingkungan ramai digelorakan di seluruh Indonesia. Bahwa plastik susah terurai oleh tanah/bumi atau nanti terurai sekitar 500 tahun.Â
Paradigma berpikir inilah yang dibolak balik sehingga merusak otak sebagian besar anak bangsa dan rakyat Indonesia. Malah beberapa gubernur, bupati dan walikota ikut terbius "kebodohan" mengeluarkan kebijakan pelarangan penggunaan kantong plastik atau Plastik Sekali Pakai (PSP). Namun lucunya, KLHK tetap membiarkan penjualan kantong plastik di toko ritel, kontra produktif.
Baca Juga:Â Biaya Sampah Bukan dari APBN/D dan Retribusi, Tapi dari EPR dan CSR
Isu plastik inilah yang dibesar-besarkan, sehingga muncul kebijakan Gubernur Bali yang disusul Gubernur Jakarta serta puluhan walikota dan bupati ikut mengeluarkan kebijakan untuk melarang penggunaan Kantong Plastik atau PSP.
Kampanye penggunaan Tumbler terus digaungkan oleh oknum pejabat KLHK dan lintas K/L lainnya tanpa rasa malu berbuat dalam kebodohan sikap, sangat bodoh mempertontonkan sikap "gagal paham" dan malah dikampanyekan oleh beberapa menteri.Â
Juga terjadi pelarangan penggunaan sedotan plastik, muncul kantong plastik ramah lingkungan, termasuk melarang penggunaan PS-Foam. Jelas semua itu dijadikan sebagai "perang bisnis" dibalik masalah KPB-KPTG. Juga tiba-tiba muncul wacana Cukai Kantong Plastik, mengenakan PPn terhadap produksi daur ulang. Segala macam akal bulus oleh oknum penguasa dan pengusaha. Untungnya apa? KPB-KPTG ikut berselimut dalam isu-isu taktis ramah lingkungan.
Baca Juga:Â Korelasi Sampah dengan CSR dan EPR
Artinya gonjang ganjing isu ramah lingkungan ini, seakan dimanfaatkan untuk melindungi terbongkarnya dugaan gratifikasi KPB-KPTG oleh oknum elit KLHK, sekaligus dimanfaatkan sebagian oknum pengusaha dan asosiasi untuk menumpang "bisnis" dibalik masalah isu ramah lingkungan tersebut yang bermuatan KPB-KPTG, APH harus masuk dalam gurita ini.
Dewan Pengarah Sampah Nasional
Medio 2016, Menteri LHK Dr. Siti Nurbays Bakar, dengan seriusnya ingin menyelesaikan sampah dengan membentuk Dewan Pengarah Sampah Nasional yang beranggotakan lintas stakeholder. Namun ahirnya mati suri setelah beberapa bulan saja hidup yang hanya melakukan rapat-rapat internal tanpa ada solusi, glamor tapi minus kecerdasan sikap kenegarawanan.