Maka jangan heran bila BUMDes pada umumnya mangkrak karena memang tidak dibina atau tidak didampingi oleh tenaga profesional dalam menjalankan roda usaha BUMDes dan termasuk dalam membentuk unit usaha berbadan hukum sesuai amanat regulasinya.Â
BUMDes harus membuka ruang investasi atau penyertaan modal pada usahanya, baik untuk investor untuk masuk ke dalam lembaga BUMDes maupun terhadap peningkatan bidang usahanya. Salah satu strateginya adalah mereformasi kelembagaannya terlebih dahulu.
Usulan tranformasi BUMDes untuk di pertimbangkan oleh pemerintah dan pemda agar bisa bergerak dalam menggali potensi desa yang bersangkutan adalah sebagai berikut:
Pertama:Â BUMDes dilembagakan menjadi koperasi multi pihak atau multi stakeholder cooperative. Termasuk dalam pembentukan atau pendirian BUMDes bukan lagi ditetapkan dengan Peraturan Desa, tapi melalui Notaris Pembuat Akta Koperasi (NPAK) yang dilegalisir oleh Kementerian Hukum dan HAM.
Struktur kepemilikan BUMDes adalah pemerintah desa sebagai representasi publik (suara 50-60%), masyarakat desa berbasis KTP dan KK setempat sebagai representasi people (suara 20-30%) dan kelompok investor atau sponsorship sebagai representasi private (suara 10-20%).
BUMDes akan menjadi lebih efektif karena masing-masing pihak secara alamiah menghendaki atas nilai terbaik bagi kepentingannya. Juga makin transparan karena masing-masing pihak membutuhkan informasi yang cukup agar dapat mengendalikannya.Â
Efek keberlanjutannya, adalah mencegah penyalahgunaan wewenang oleh elit desa (elite captured).
Kedua:Â Permendes No. 4 Tahun 2015 pasal 8 yang menyebut BUMDes dapat membentuk unit usaha berupa Perseroan Terbatas (PT) dan/atau Lembaga Keuangan Mikro (LKM).Â
Selanjutnya direvisi atau ditambahkan pilihan kelembagaan yaitu BUMDes dapat membentuk primer koperasi (multi stakeholder cooperative).Â
Maksud dari revisi Permendes tersebut untuk menghilangkan kekakuan atau memberi kesempatan adanya alternatif pilihan karena pada Permendes No. 4 Tahun 2015 tidak mengafirmasi badan hukum koperasi.Â
Mungkin dulu ini terlupakan oleh pemerintah (Presiden dan DPR), atau memang ada kesengajaan, agar BUMDes dapat dijadikan tameng formalitas pro rakyat di garis terdepan untuk kepentingan politik.