Badan Usaha Milik Desa atau disingkat BUMDes yang pembentukannya ditetapkan dengan Peraturan Desa, merupakan usaha desa yang dikelola oleh pemerintah desa. Didirikan sesuai dengan kebutuhan dan potensi desa untuk kesejahteraan masyarakat desa. Dalam perjalanannya dianggap hanya dikuasai oleh elit desa dan tidak merepresentasi masyarakat desa secara umum.
Presiden Joko Widodo (Jokowi) menaruh perhatian besar kepada peningkatan kesejahteraan masyarakat desa.Â
Sejak pemerintahannya periode pertama sampai sekarang tidak hentinya mendukung dalam pengembangan desa di seluruh Indonesia melalui dana desa dan bantuan lainnya dalam berbagai sektor.
Dalam lima tahun terakhir, pemerintah pusat mengucurkan anggaran sekitar Rp. 330 triliun untuk program Dana Desa. Tapi, uang sebanyak itu rupanya belum dimanfaatkan optimal oleh desa yang bersangkutan, terutama oleh Badan Usaha Milik Desa (BUMDes).
Dalam rapat terbatas soal Dana Desa di Istana, Jakarta, Rabu (11/12/19), Jokowi mengatakan ada 2.188 BUMDes mangkrak atau tidak beroperasi. Sekitar 1.670 BUMDes yang berjalan tapi belum optimal berkontribusi menggerakkan ekonomi desa. Jadi tolong ini menjadi catatan," ujar Jokowi.
Seharusnya Menteri Desa Pembangunan Daerah Tertinggal dan Transmigrasi (Kemendes-PDTT) Abdul Halim Iskandar, segera menyikapi kegerahan Presiden Jokowi terhadap banyaknya BUMDes mangkrak karena tidak dikelola dengan baik.Â
Satu sisi pula Presiden Jokowi harus pahami bahwa titik lemah pada BUMDes adalah kelembagaan bisnisnya yang tidak terkondisi sebagai lembaga bisnis yang profesional.
Bagaimana menyikapi harapan Presiden Jokowi yang juga menjadi harapan rakyat? Jangan biarkan single fighter Kemendes-PDTT mengurusi BUMDes.Â
Tapi libatkan kementerian dan lembaga lainnya termasuk perguruan tinggi untuk berinteraksi dengan geliat usaha BUMDes demi kesejahteraan masyarakat desa.
Menteri Desa segera melakukan koordinasi lintas menteri dan lembaga yang berkompeten untuk merevitalisasi kelembagaan BUMDes.Â
Jumlah BUMDes sampai tahun 2019 mencapai 30 ribu, sementara jumlah desa seluruh Indonesia sebanyak 74.957 dari 7.094 kecamatan dan 416 kabupaten.
Kementerian Koperasi dan UKM sangat urgent digandeng Kementerian Desa untuk melakukan transformasi kelembagaan BUMDesa yang profesional layaknya sebagai lembaga usaha berbadan hukum.Â
Karena legitimasi pendirian BUMDes saat ini hanya berdasar pada Peraturan Desa (Perdes). Hal itu sangat lemah dalam menjalankan roda bisnisnya.
Ketentuan ini bersifat mandatory, bukan voluntary sehingga pengelolaan BUMDes sesuai dengan karakteristik wilayah masing-masing.
Namun BUMDes harus lebih fokus lagi diarahkan sebagai lembaga koperasi untuk lebih menguatkan rakyat desa sebagai subyek dan bukan hanya obyek. Namun lebih diarahkan masyarakat sebagai produsen dan konsumen.Â
Pada konteks ini BUMDes akan menjadi kekuatan ekonomi baru di masyarakat.
Baca juga:
Kenapa Ribuan BUMDes Mangkrak Meski Dana Desa Triliunan Rupiah?
Jokowi Geram Ribuan BUMDes Mangkrak, Ini Kata Kakak Cak Imin
BUMDes Menggerakan Ekonomi Desa
Meluruskan Langkah Bisnis BUMDes
Pendapat Menteri Desa mengatakan bahwa BUMDes itu adalah holding.Â
Sesungguhnya tidak bisa membentuk holding karena BUMDes sendiri belum mendirikan unit usaha berbadan hukum sebagaimana diamanatkan dalam Permendes No. 4 Tahun 2015 tentang Pendirian, Pengurusan, dan Pengelolaan, dan pembubaran Badan Usaha Milik Desa.
BUMDes perlu bertransformasi untuk melembagakan dirinya menjadi badan usaha resmi berkekuatan hukum bisnis untuk melaksanakan transaksi usahanya secara profesional. Harus segera tinggalkan cara konvensional demi meningkatkan proses dan progresnya menjadi kekuatan ekonomi desa.
Maka jangan heran bila BUMDes pada umumnya mangkrak karena memang tidak dibina atau tidak didampingi oleh tenaga profesional dalam menjalankan roda usaha BUMDes dan termasuk dalam membentuk unit usaha berbadan hukum sesuai amanat regulasinya.Â
BUMDes harus membuka ruang investasi atau penyertaan modal pada usahanya, baik untuk investor untuk masuk ke dalam lembaga BUMDes maupun terhadap peningkatan bidang usahanya. Salah satu strateginya adalah mereformasi kelembagaannya terlebih dahulu.
Usulan tranformasi BUMDes untuk di pertimbangkan oleh pemerintah dan pemda agar bisa bergerak dalam menggali potensi desa yang bersangkutan adalah sebagai berikut:
Pertama:Â BUMDes dilembagakan menjadi koperasi multi pihak atau multi stakeholder cooperative. Termasuk dalam pembentukan atau pendirian BUMDes bukan lagi ditetapkan dengan Peraturan Desa, tapi melalui Notaris Pembuat Akta Koperasi (NPAK) yang dilegalisir oleh Kementerian Hukum dan HAM.
Struktur kepemilikan BUMDes adalah pemerintah desa sebagai representasi publik (suara 50-60%), masyarakat desa berbasis KTP dan KK setempat sebagai representasi people (suara 20-30%) dan kelompok investor atau sponsorship sebagai representasi private (suara 10-20%).
BUMDes akan menjadi lebih efektif karena masing-masing pihak secara alamiah menghendaki atas nilai terbaik bagi kepentingannya. Juga makin transparan karena masing-masing pihak membutuhkan informasi yang cukup agar dapat mengendalikannya.Â
Efek keberlanjutannya, adalah mencegah penyalahgunaan wewenang oleh elit desa (elite captured).
Kedua:Â Permendes No. 4 Tahun 2015 pasal 8 yang menyebut BUMDes dapat membentuk unit usaha berupa Perseroan Terbatas (PT) dan/atau Lembaga Keuangan Mikro (LKM).Â
Selanjutnya direvisi atau ditambahkan pilihan kelembagaan yaitu BUMDes dapat membentuk primer koperasi (multi stakeholder cooperative).Â
Maksud dari revisi Permendes tersebut untuk menghilangkan kekakuan atau memberi kesempatan adanya alternatif pilihan karena pada Permendes No. 4 Tahun 2015 tidak mengafirmasi badan hukum koperasi.Â
Mungkin dulu ini terlupakan oleh pemerintah (Presiden dan DPR), atau memang ada kesengajaan, agar BUMDes dapat dijadikan tameng formalitas pro rakyat di garis terdepan untuk kepentingan politik.
Namun lebih penting dan terkondisi sebagai usaha menambah kesejahteraan masyarakat desa. Pilihan terbaik adalah BUMDes bertransformasi menjadi primer koperasi yang berbasis multipihak.Â
Sebagaimana pada poin pertama di atas, dari pada membentuk unit usaha sesuai regulasi. Karena pada poin dua di atas masih rentan terjadi bias pemahaman atas eksistensi BUMDes sebagai lembaga sosial dan ekonomi (social entrepreneurship).
Baca juga:
BUMDes dan Landasan Pendiriannya
Badan Usaha Milik Desa Status dan Pembentukannya
4 Tujuan Pendirian BUMDes
Diharapkan pula bahwa setelah BUMDes bertransformasi menjadi primer koperasi, maka Kementerian Koperasi dan UKM (Kemenkop) dapat memfasilitasi dan mendukung pembiayaan usaha BUMDes disamping tetap mendapat fasilitas untuk mempergunakan dana desa yang ada.Â
Termasuk memberi peluang dalam kerjasama dengan perusahaan corporate social responsibility (CSR). Tapi bentuknya berubah sifat atau nama menjadi dana penyertaan modal.Â
Agar dana-dana tersebut dijalankan dengan disiplin tinggi dalam mengembangkan usahanya secara profesional dan dapat mereplikasi unit usaha baru untuk memberdayakan masyarakat. Sekaligus dapat meningkatkan pendapatan asli daerah (PAD) .Â
Strategi atau perubahan manajemen BUMDes ke arah lebih baik ini akan tercipta suasana kondusif di desa. Terutama pula akan menjadikan desa maju dan sejahtera. Tentu bisa sebagai daya tarik pemuda milenial untuk berkiprah di sana atau pada desa tempat kelahirannya.Â
Mungkin salah satu alasan kenapa selama ini Kemenkop dan UKM berdiam diri sepertinya abai terhadap keberadaan BUMDes atau seakan tidak menerima eksistensi BUMDes sebagai lembaga usaha sosial ekonomi sejak berdirinya yang berdasar pada UU No. 32 tahun 2004 jo. UU No. 23 tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah.
Bisa jadi karena memang BUMDes tidak memiliki legalitas formal berkategori UKMK. Artinya BUMDes tidak bank cable dalam bisnis secara profesional.Â
Atau karena geliat bisnis BUMDes yang dianggap keluar dari regulasi yang tidak "melibatkan" masyarakat secara langsung atau masyarakat tidak punya kewenangan "suara" pada BUMDes. Jadi seakan BUMDes itu hanya milik elit pemerintah desa bukan termasuk milik masyarakat.
BUMDes dan Dana Desa
Melihat kondisi pengelolaan dana desa kurang produktif yang dikelola oleh BUMDes, maka pemerintah dan pemda seharusnya melakukan perbaikan terhadap keberadaan BUMDes sebagai lembaga sosial dan ekonomi di desa yang berbadan hukum bisnis untuk keluar dari kekakuan berbisnis secara konvensional menuju bisnis yang profesional.
Apalagi pada tahun 2020 diperkirakan pemerintah akan mengalokasikan anggaran sekitar Rp. 72 triliun dengan rata-rata per desa akan memperoleh sebesar Rp. 960 juta.Â
Angka yang cukup besar untuk mengangkat kesejahteraan masyarakat desa yang harus dikelola dengan baik tanpa ada rasa was-was yang potensi besar berhimpitan dengan aparat penegak hukum.
Dalam model koperasi multi pihak atau primer koperasi BUMDes seperti di atas, secara hipotesis good governance secara alamiah dapat tercapai.Â
Model usaha ini bertujuan untuk mengkonsolidasi sumber daya lokal bagi pembangunan ekonomi masyarakat sebagai kekuatan ekonomi baru Indonesia.Â
Anggota masyarakat seberapa kecil pun memiliki modal finansial (masyarakat harusnya terlibat dan dilibatkan) dalam bisnis BUMDes.Â
Semua ini bertujuan untuk menerobos kekakuan geliat bisnis BUMDes agar terhindar dari kehidupan bisnis atau usaha yang monoton menuju bisnis profesional yang akan berjejaring seluruh Indonesia.
Dalam mendukung percepatan transformasi kelembagaan BUMDes, Presiden Jokowi diharapkan mendukung dan mengarahkan lintas kementerian dan lembaga (K/L) untuk mengawal proses transformasi BUMDes menuju lembaga ekonomi baru di masyarakat desa guna mengawal dana desa dan dana lainnya yang lebih aman dan terkendali.
Watampone, 11 Januari 2020
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H