"Mbak Jihan, akhir pekan sibuk tidak? mau menemaniku pergi ke toko buku tidak? Ada beberapa buku yang mau kubeli. Kalau sama mas Raka itu susah."
"Ahahaha memangnya ada apa jika pergi sama Raka. Baiklah akhir pekan, Mbak jihan akan menemanimu pergi."
"Mas Raka itu orangnya gak betahan mbak, dia pasti maunya buru buru pulang."
Aku melihat Jihan tertawa puas disana bersama dengan Aqila.
——————
Satu tahun tiga bulan bersama dengan Jihan. Tangisku pecah di hadapannya. Hal terberat dalam hidupku terjadi hari ini.
Dokter barusan keluar dan mengatakan kepada aku, Aqila, dan Jihan, bahwa ibu mengalami pendarahan di bagian otak akibat benturan keras yang didapat dari ayah, lagi.
Nafasku tersengal dengan tangan yang mengepal erat. Jihan yang berada di sampingku tiba tiba membawaku kedalam dekapan hangatnya. Tangan kanannya mengelus elus punggungku lembut. Mulutnya sedari tadi tak berhenti mengeluarkan kalimat kalimat yang menguatkanku sekaligus menenangkanku.
"Stt.. stt.. Raka, tenanglah, dengarkan aku. Apa kau tidak malu? Aqila melihatmu seperti ini. sudah sudah jangan menangis yaa. Kalau kau menangis, bagaimana dengan Aqila. Dia juga butuh dirimu untuk menguatkannya. Ibumu pasti akan baik baik saja, dokter akan menanganinya dengan baik."
——————
Satu tahun delapan bulan aku dan Jihan bersama. Semakin lama, antara aku dan Jihan sama sama saling tumbuh perasaan yang sebelumnya belum pernah kami rasakan.