Boris Bokir yang digadang-gadang sebagai finalis SUCI 2 justru terhenti pada 7 besar saja.
Penyababnya, menurut Boris, karena beban sudah dikenal sebagai komika sebelum ikut kompetisi SUCI.
"Mulai di SUCI 2, episode perdana, terlalu lucu jadi ratingnya sudah di sini (tinggi) begitu Radit melihat," kata Boris Bokir.
Istilah kata (((istilah kata))), lanjut Boris, saat start sudah mendapat nilai 8,5 dari juri. Sehingga, pada minggu berikutnya, walaupun mendapat nilai 7 terlihat menurun penampilannya.
Ketika dieliminasi sebenarnya penampilan Boris tidaklah jelek-jelek amat. Karena (1) penonton sudah suka penampilan Boris, sehingga apapun jokes yang dilempar pasti diterima.
Sedangkan (2) Radit, menurut Boris, melihat materinya tidak ada perkembangan dan sekadar mengandalkan logat (batak)nya sebagai penolong untuk lucu.
"Padalah kan kompetisi lucu-lucuan, ya, mestinya kalau sudah lucu aman," timpal Cing Abdel.
Akan tetapi setelah tereliminasi Boris menyadari: bahwa juri ternyata lebih menghargai komika yang punya progres setiap minggunya.
***
Dalam sebuah kompetisi, apalagi SUCI, ada banyak aspek yang membuatnya selalu menarik setiap season-nya. Bukan lagi sekadar lucu-lucuan antarkomika.
Tebak-tebakan memang lucu, tapi apakah bisa bertahan di kompetisi dengan itu saja? Apalagi tebak-tebakan bukan barang baru dalam khasanah komedi.