Adalah benar tebak-tebakan yang diselingi jawaban penonton "apa tuuuh?" pasti langsung mendapat respon, perhatian, sekaligus tawa rispek penonton, "aaahhhh".
Pada akhirnya, sebagai penonton, kita bisa mengotakan "tebak-tebakan" dan "plesetan" pada satu layer yang sama.
Uus, misalnya, komika dengan sejuta plesetan yang tiada habis dan tidak terpikirkan sebelumnya malah jarang memasukan itu pada set-list penampilannya.
Terakhir menonton Uus di Local Stand-up Day tidak ada plesetan yang keluar. Uus justru cerita panjang-lebar mengenai hubungan dengan istrinya.
Aku dan orang yang nonton bersamaku, malah saling lirik-lirikan mendengarkan Uus. Padahal niatku menontonnya adalah karena ingin mendengar plesetannya.
Uus, barangkali, tahu kekuatannya ada pada plesetan, tapi ketika ada kesempatan tampil justru Uus ingin memberi hal lain kepada penonton.
Tidak terlalu lucu, tapi penonton bisa paham mengapa kemudian Uus yang sekarang bukanlah Uus yang dulu --yang sering tampil di TV.
Keberanian itulah yang patut dihargai kepada komika saat berani membicara apapun, se-tepi jurang sekalipun.
***
Karena komentar Ernest kepada Gautama terkait tebak-tebakan, malah mengingatkanku pada wawancara Boris Bokir dengan Abdel Achrian di Wawancanda.
Saat ditanya pejalanan karier menjadi komika, Boris menceritakan pengalamannya ketika ikut SUCI 2 kala itu.