***
Percayalah: tidak ada yang menyenangkan dari kereta senin pagi. Penumpangnya rata-rata adalah orang yang membawa segala perkakasnya untuk seminggu ke depan. Jadi tidak hanya badan, barang juga bisa dihitung penumpang. Kereta senin pagi penuh oleh hal-hal semacam itu.
Tidak hanya itu. Saya mesti berpapasan dengan semua penumpang kereta senin pagi yang wangi-wangi karena baru mandi.Â
Berbeda dengan saya yang baru pulang dengan badan lesu dan ketiak yang bau. Tidak ada itu kisah-kisah romansa berkenalan di kereta a la sinetron. Tabrakan, kenalan dan berujung pacaran.
Ini cerita senin pagi minggu lalu, di kereta. Seperti yang tadi telah saya katakan: penuh oleh penumpang dan barang-barang bawaan. Tentu berharap dapat duduk adalah angan-angan.Â
Tapi karena sering pulang pagi, saya bisa menandai orang-orang yang selalu bareng dengan saya. Si Ini, turun di sini, si itu turun di sana dan lain sebagainya.Â
Juga sepasang bapak-ibu yang pernah saya ceritakan, yang selalu turun di stasiun Manggarai. (baca: Of Mice and Men, John Steinbeck)
Pagi itu saya bersandar di tiang besi dekat pintu. Kantuk yang tidak tertahan membuat saya butuh sandaran. Orang-orang, entah kenapa, selalu sibuk dengan sabaknya masing-masing. Padahal itu masih pagi dan... apa yang mereka cari pagi-pagi?Â
Berita pun itu pasti informasi semalam. Info lalu-lintas? Memang ada jalan lenggang di Jakarta? Sudah pasti padat merayap, bukan?
Stasiun Karet, Stasiun Sudirman. Ah, kereta pagi itu sudah terlambat, tertahan pula karena sinyal masuk stasiun Manggarai. Cukup lama. Saya sempat tertidur sebentar sampai akhkirnya pintu dekat saya berdiri itu terbuka karena sudah tiba di stasiun Manggarai.
Orang-orang yang tadinya berdiri, sudah ada yang duduk. Selebihnya ada yang masih sibuk dengan sabaknya dan ada yang masih nyaman dengan tidurnya karena dapat tempat duduk.