Namun, setelah (kekalahan) itu Conte merombak formasinya besar-besaran. Ia kembali mempercayakan Moses setelah lama disia-siakan. Ia di-plot di sayap kanan.Â
Menggunakan 3 bek tengah yang kuat; Chahil, David Luiz dan Zouma (kadang bergantian dengan Azpilicueta). Dan tentu, Marcos Alonso yang ia beli dari Fiorentina.
Chelsea menjadi tim yang akrab dengan kemenangan. Perlahan menuju posisi puncak saat tim-tim lain kelelahan dengan padatnya jadwal.Â
Perlu saya tegaskan: musim lalu Chelsea mengakhiri musim 2015/2016 di peringkat 10, yang artinya mereka tidak disibukkan dengan pertandingan Eropa.
Ingin tahu apa keuntungannya: kebugaran terjaga dan pemain bisa lebih sering piknik.
6/Â
Setiap orang punya selera yang berbeda. Jika senang dengan permainan menyerang, pasti boleh saja menyukai permainan bertahan.Â
Toh, bagaimanapun  gaya bermain, hanya tim yang menang (atau, imbang) yang hanya mendapat poin. Ada pertandingan Chelsea yang saya ingat musim ini (selain kalah dari Arsenal, tentu): kemenangan besar mereka atas Southampton 4-2.
Conte sudah unggul 2-1 hingga turun minum. Southampton mengambil inisiatif menyerang sejak awal babak kedua dimulai. Menyerang dan terus menyerang.Â
Chelsea terus berusaha bertahan dan sesekali menyerang. Southampton lengah pada menit 52, serangan balik Chelsea mampu dihentikan dengan pelanggaran. Fabregas mengambil tendangan bebas.Â
Memberi umpan ke kotak pinalti, namun berhasil dimentahkan Steven Davis. Tendangan penjuru untuk Chelsea. Fabregas kembali yang mengambil tendangan itu. Bola diumpan, disambut dengan kepala oleh Diego Costa, dan gol. Betapa mudah, bukan?