"Ini namanya perbudakan," gerutu Ani dalam hati. "Masa kopi aja mesti aku yang bikin? Tugas istri memang melayani suami, tapi bukan untuk pekerjaan remeh kayak begini. Melayani suami di ranjang, mendampinginya saat kondangan, memberinya semangat supaya karirnya terus meningkat, … Yah hal-hal seperti itulah. Tapi bikin kopi, cuci baju, setrika, masak,… buat apa dong ada pembantu? Bull shit kalo kopi buatan istri dibilang terasa lebih enak dibanding kopi buatan pembantu. Wong takarannya sama kok. Sesendok kopi Aroma, air mendidih, dua sendok the gula. Biar monyet yang bikin, ya rasanya pasti seperti itu."
Sudah lama pikiran seperti ini berkecamuk dalam kepala Ani. Dia merasa sekaranglah saatnya dia harus keluarkan semua. Mungkin karena kegeramannya semakin meningkat, tanpa sadar dia mengaduk kopi dengan kuat. Mendengar bunyinya, Tony suaminya lalu memalingkan muka dari televisi dan mendekati Ani di dapur.
"Kenapa kamu?" tanya Tony heran.
Maka ditumpahkanlah segala uneg-uneg dan kekesalan yang selama ini terpendam dalam kepala Ani. Tony diam saja, seolah tak tertarik pada semua yang dikatakan istrinya. Tangannya meraih cangkir berisi kopi yang baru saja selesai dibikin. Tony mendekatkan cangkir kopi itu ke hidungnya. Dengan mata setengah terpejam dia mengendus aroma kopi sambil menghirup nafas dalam-dalam.
"Ahhh…," mata Tony terpejam. Kepalanya menggeleng perlahan-lahan.
"Aroma kopi itu bisa bikin dia seperti orang tidak waras," keluh Ani dalam hati. "Apakah suamiku akan seperti itu juga kalau Bi Asih atau seekor monyet yang bikin kopinya?" batin Ani.
Ketidakpuasan Ani belum semua terungkapkan, ketika Tony dengan suara lebih keras memotong, "Kamu kenapa, sayang?" Karena suara Tony lebih keras, Ani langsung berhenti bicara. "Gara-gara semalam aku terlalu cepat keluar dan keburu pulas sebelum sempat bikin kamu puas ya? Hm...ini untuk ganti episode kita semalam." Tangan Tony meraih pundak Ani lalu menariknya.
Ani mundur. "Mas, aku marah bukan karena...." Belum selesai Ani menyelesaikan kalimatnya, bibirnya sudah disumpal oleh bibir Tony.
Ani tak kuasa menolak ketika bibir Tony mulai menjelajahi lehernya. Kursi di dapur pun lalu berubah fungsi.
Tak lama, suaminya kembali meneruskan nonton televisi dengan secangkir kopi panas yang dia buat tadi. Ani masuk ke kamar tidur. Setelah mengunci pintu, dia benamkan wajahnya ke bantal dalam dalam. Ani tengkurap di tempat tidur. Bahunya berguncang. Ani menangis keras-keras. Tapi yang terdengar hanya tangisan lirih.
Hatinya sungguh kesal karena ternyata suaminya kini berubah dari seorang yang sangat gentleman waktu pacaran, menjadi seorang diktator yang mesti dituruti segala kemauannya.
Dulu Tony adalah kekasih yang selalu memperhatikan setiap hal kecil yang ada pada diri Ani. Dia ingat ketika Tony dulu selalu menggunting semua gambar Teddy Bear yang dia temukan di majalah dan memberikannya pada Ani. Lain waktu, tanpa sepengetahuan Ani, Tony menaruh post-it bertuliskan I Love U di tempat pensil atau dompet Ani. Hal-hal kecil seperti itulah yang membuat Ani mau dinikahi Tony.