Mohon tunggu...
Hariadhi
Hariadhi Mohon Tunggu... Desainer - Desainer

Ghostwriter, sudah membuat 5 buku berbagai Dirut BUMN dan Agency Multinasional, dua di antaranya best seller. Gaya penulisan berdialog, tak sekedar bernarasi. Traveler yang sudah mengunjungi 23 dari 34 provinsi se Indonesia. Business inquiry? WA 081808514599

Selanjutnya

Tutup

Trip Pilihan

Embracing Failure di Ketinggian 2200 Meter Gunung Gede

28 Agustus 2019   07:54 Diperbarui: 28 Agustus 2019   08:17 295
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Saya memesan minuman hangat, gorengan dan sebotol air mineral kepada Kang Riswan yang menjaga pos ini, karena sudah habis sejak berjalan tadi. 

Saya tanya harga air mineralnya. Jawabannya membuat kaget. "Rp 15.000 kalau ukuran sedang. Yang besar Rp 20.000." Jawabnya polos tanpa dosa. 

Hastagah! Tapi namanya kepepet untuk persediaan di atas nanti, akhirnya sekalian saya beli botol besar. Walaupun kalau dipikir-pikir usahanya membawa ke atas susah begini ya bisa dipahami juga sih.

Dokpri
Dokpri
Naik sedikit menuju pos pertama, saya bertemu enam anak muda yang kemudian menawarkan jalan bersama. "Kita juga pelan aja, Bang. Teman saya ada yang sakit." 

Memang sebisa mungkin saat sudah mulai menanjak, tidak disarankan sama sekali sendirian. Selain licin dan mudah terpeleset, di kanan kiri juga banyak jurang yang menyaru menjadi jalan setapak. Inilah yang dulu menyebabkan banyak orang tersesat dan akhirnya celaka, meregang nyawa.

Sesampai pos satu, kami beristirahat. Beberapa yang membawa rokok dan minum mulai menghabiskan stok yang dimiliki. Perjalanan menuju sini mirip latihan, karena cukup landai namun jaraknya cukup panjang. 

Beberapa kali malah datar sama sekali. Sehingga lebih membutuhkan endurance. Di sini saya mendapat tips dari seorang pendaki yang berpapaan, "Boleh pelan-pelan saja, tapi terus berjalan sebisa mungkin, jangan istirahat berlama-lama," Demikian pesannya.

Perjalanan berikutnya menuju pos bayangan berikutnya mulai agak curam, namun jaraknya lebih pendek. Kali ini lebih mirip tes kekuatan kaki dan paha. Tapi jalurnya lebih pendek. Hanya beberapa tanjakan, kami sudah sampai. 

Lagi-lagi kami beristirahat sebentar, sambil bercanda panjang. Memang kalau sudah tertawa bahagia, dengan segera letih hilang. Apalagi kemudian ada rombongan yang turun, menceritakan kelucuan-kelucuan di puncak tadi malam.

Dokpri
Dokpri
Menuju pos kedua, masih relatif cepat dilewati. Namun dari pos kedua sampai ke pos tiga, barulah mulai curam dan terasa panjang. Di sini saya mulai terengah-engah. Baju mulai basah, membuat udara dingin makin terasa menusuk. 

"Kalau bisa ganti baju, Bang. Didobel aja kaosnya." Saya masih menolak tawaran tersebut, karena baju kaos ganti dan pelapis luar masih saya simpan untuk nanti malam, karena pasti lebih menusuk.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
  8. 8
  9. 9
  10. 10
  11. 11
Mohon tunggu...

Lihat Konten Trip Selengkapnya
Lihat Trip Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun