Saya memesan minuman hangat, gorengan dan sebotol air mineral kepada Kang Riswan yang menjaga pos ini, karena sudah habis sejak berjalan tadi.Â
Saya tanya harga air mineralnya. Jawabannya membuat kaget. "Rp 15.000 kalau ukuran sedang. Yang besar Rp 20.000." Jawabnya polos tanpa dosa.Â
Hastagah! Tapi namanya kepepet untuk persediaan di atas nanti, akhirnya sekalian saya beli botol besar. Walaupun kalau dipikir-pikir usahanya membawa ke atas susah begini ya bisa dipahami juga sih.
Memang sebisa mungkin saat sudah mulai menanjak, tidak disarankan sama sekali sendirian. Selain licin dan mudah terpeleset, di kanan kiri juga banyak jurang yang menyaru menjadi jalan setapak. Inilah yang dulu menyebabkan banyak orang tersesat dan akhirnya celaka, meregang nyawa.
Sesampai pos satu, kami beristirahat. Beberapa yang membawa rokok dan minum mulai menghabiskan stok yang dimiliki. Perjalanan menuju sini mirip latihan, karena cukup landai namun jaraknya cukup panjang.Â
Beberapa kali malah datar sama sekali. Sehingga lebih membutuhkan endurance. Di sini saya mendapat tips dari seorang pendaki yang berpapaan, "Boleh pelan-pelan saja, tapi terus berjalan sebisa mungkin, jangan istirahat berlama-lama," Demikian pesannya.
Perjalanan berikutnya menuju pos bayangan berikutnya mulai agak curam, namun jaraknya lebih pendek. Kali ini lebih mirip tes kekuatan kaki dan paha. Tapi jalurnya lebih pendek. Hanya beberapa tanjakan, kami sudah sampai.Â
Lagi-lagi kami beristirahat sebentar, sambil bercanda panjang. Memang kalau sudah tertawa bahagia, dengan segera letih hilang. Apalagi kemudian ada rombongan yang turun, menceritakan kelucuan-kelucuan di puncak tadi malam.
"Kalau bisa ganti baju, Bang. Didobel aja kaosnya." Saya masih menolak tawaran tersebut, karena baju kaos ganti dan pelapis luar masih saya simpan untuk nanti malam, karena pasti lebih menusuk.