Selama di Missionhaus Nommensen kerapkali disepelekan karena berasal dari keluarga yang tergolong miskin dan berasal dari pulau kecil oleh rekan-rekannya.
Di tambah lagi pada bulan Januari tahun 1858 ibu Nommensen meninggal dunia sehingga terpaksa harus kembali ke Nordstrand untuk melihat pemakaman ibunya. Karena situasi inilah, Nommensen harus membawa adiknya, Lucia ke Barmen.
Lucia tinggal pada keluarga Perts dan bekerja di taman kanak-kanak. Nommensen pun fokus menyelesaikan pendidikannya sebagai hamba Tuhan.
Tanah Batak begitu terkenal di mata orang-orang Eropa, orang Batak dianggap sebagai kelompok suku kanibal dan suku liar yang terisolasi.
Anggapan ini di dukung dengan kabar kematian dari dua orang misionaris yang diutus oleh Zending Gereja Baptis dari Amerika, yaitu pendeta Samuel Munson dan Henry Lyman.
Peristiwa yang menggemparkan ini menjadi perbincangan di Barmen. Peristiwa tersebutlah yang mendorong kerinduan Nommensen dalam menjalankan misi penyebaran Injil Kristus ke tanah Batak.
Tahun 1861 ia ditahbiskan menjadi pendeta. Dan sesudahnya ia berangkat menuju Sumatra dan tiba pada bulan Mei 1862 di Padang. Ia memulai pekerjaannya di Barus.
Ia mulai belajar bahasa Batak dan bahasa Melayu dengan cepat sekali dapat dikuasainya. Sekarang ia mulai mengadakan kontak-kontak dengan orang-orang Batak, terutama dengan raja-raja.
Ia tidak jemu mengadakan perjalanan keliling untuk menciptakan hubungan pergaulan yang baik. Ia memelajari adat- istiadat Batak dan menggunakannya dalam mempererat pergaulan.
 Visi dan Misi Pelayanan I.L. Nommensen
Dalam pekerjaan pekabaran Injil ia menyadari perlunya mengikutsertakan orang-orang Batak, sehingga dibukalah sekolah penginjil yang menghasilkan penginjil-penginjil Batak pribumi.