Mohon tunggu...
hanni tyas
hanni tyas Mohon Tunggu... Lainnya - Publik

Perempuan biasa yang menyukai teh hijau, mocca, diksi, dan senja. Mencari makna bahagia di tiap goresan tinta.

Selanjutnya

Tutup

Puisi

"Kata Maaf Untuk Bumi Kita"

8 April 2020   11:25 Diperbarui: 8 April 2020   13:01 143
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Puisi. Sumber ilustrasi: PEXELS/icon0.com

Berada di tahun dengan angka yang cantik

Dua puluh dua puluh

Bersyukur sang Illahi masih memperbolehkan bumi menjadi tempat kita bernaung

Bumi sedang memberi kode  untuk waspada dan bijak dalam menyikapi setiap hal

Apakah bumi sedang murka karena tingkah kita? 

Sering lalai dan menyepelekan setiap kodenya? 

Sibuk mengkambinghitamkan pihak lain tanpa lebih dahulu menelisik perbuatan kita 

Sungguh, kita acap kali lupa bahwa kesibukan membuat empati hanya sebatas kata spontan, tanpa perasaan. 

HAMBAR... ...

Hingga kita terperangah 

Saat kata - kata menyepelekan atau empati tak berasa justru berbalik menghujam kita 

Hampir sebagian bumi kita luka 

Perih membuat air mata kita dan bumi mengalir lebih deras 

Berdoa dengan sunggh - sungguh dan berujar,"maaf teruntuk bumi!" 

Bumi kita menderita sekarang... 

Dirinya letih, seolah berujar,"saya sedang tidak baik!" 

Bumi menangis dengan sejadi - jadinya 

Kita masih bisa kembali mempersalahkan bahkan saling melempar bola kesalahan 

Sedangkan bumi kewalahan menghadapi makluk mikroskopis bernamakan "Corona"

Sedang menyerang sahabat bumi bernamakan "manusia" 

Bumi berduka... 

Hingga sampai batasnya, kita menyadari keegoisan masing - masing membuat bumi tak kuasa menahan perihnya

Di titik ini, kita terperanjat betapa dasyatnya kekuatan makluk mikroskopis hingga menumbangkan manusia 

Tanpa ampun makluk ini menyerang manusia 

Hingga hampir seluruh bagian bumi terluka 

Tanpa ada pembatas status sosial, tingkat pendidikan, dan profesi 

Tiada lagi canda tawa

Hanya ada ratap pilu dan derai air mata 

Maaf atas keegoisan kami, sahabatmu

Maaf atas ketidakpekaan kami

Maaf atas semua perbuatan kami yang membuatmu bersedih

Hingga tubuhmu penuh dengan luka saat ini

Satu pinta kami

Satu harapan kami

Tak perlu lagi untaian indah tanpa perasaan

Kami hanya meninggalkan kalimat sederhana yang disampaikan kepada sang Illahi

"Maaf kami untukmu, bumi kami!"

"Semoga lukamu lekas pulih dan tak ada lagi wajah letih menghadapi kami!"

"Semoga hari depan lebih baik dan  cerah untuk kita lalui!"

Untuk sekarang senyum ini kami transfer kepadamu

"Semoga  lekas pulih dan kita siap melangkah bersama!"

 

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Puisi Selengkapnya
Lihat Puisi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun