Mohon tunggu...
Hony Lov3ly
Hony Lov3ly Mohon Tunggu... -

my name's hannie born in sukabumi

Selanjutnya

Tutup

Fiksiana

Di Batas Senja Ketika Menyapa

10 September 2015   10:21 Diperbarui: 11 September 2015   14:40 319
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Fiksiana. Sumber ilustrasi: PEXELS/Dzenina Lukac

Gulungan awan itu bergerumbul pekat, laksana saling terikat, mengaitkan kesinambungan tali persahabatan, dari mendung pada hujan, yang ketika guntur pun mempererat dengan saling berdentuman, serupa hikayat cerita dalam dongeng-dongeng, atau pun kisah legenda yang tersirat, pada sebentuk cerita tentang atau pun tugu yang memperkuat..

Cerita ini berawal dari sebuah kisah yang terlampir dari benak yang meracau resah, dan berkelana melewati hutan-hutan kesah yang tak pernah berujung ketika itu.., hari dimana dentingan piano mengusik lelah, pada jemari kalbu yang teramat gundah..

Inilah kisahku..

Dan kutuliskan lewati kajian imaji yang bernaskah skenario fiksi kisah, berbalut alunan lirih yang bersenandung letih, karena sebuah rasa adalah pengikatnya..

*

Batas senja tengah meninta, ketika hari berangsur menyelam keperaduannya.., aku termangu membaca siluet-siluet jingga, begitu indahnya genta sore hari (pikirku),

Ada senyum yang terselip dibalik tulip indah itu, menghiasi rona merah yang tersembunyi,

Ada binar-binar yang tersirat dibulat kedua bola mata itu, begitu hidup seakan sedang bersemi, manakala lembut rambut hitamnya tertiup sepoian angin, menambah keindahannya..

Tepian sungai bening yang mengalir, meneratas cahaya surya membiaskan panoramanya, menampias kedalam rengkuhan wajah jelita yang menimang senyum kebahagiaan, 

Dari tapal batas sebuah dusun tertera, gunung, sungai, ladang huma, yang berpenghuni kehidupan sejahtera, disinilah aku terlahir dan dewasa, dalam kehidupan yang sederhana namun jauh dari prahara dan segala murka cerca yang membuat hati dilema..

***

Akhir musim berganti, tatkala hari menginjakan tanggalnya pada awal satu january, biru catatan ini kembali mengais hati yang tengah dalam menanti, lewati goresan-goresan pena yang menghiasi, kertas tebal yang melipat pita merah jambu, pada sudut meja kayu yang tertata rapi sisi samping jendela bilik kamar, terduduk lugu paras ayu yang tengah di cumbu rayu, ketikan-ketikan rindu..

11 purnama, 

Waktu telah berlalu, january kembali lagi menyapaku, dan biru catatan itu masih di pangkuanku, dan tentu masih basah dengan tinta merah hatiku, 

Lagi dan lagi, penantian itu, tak pernah membuang rasa ini, ketika harus menunggu, waktu seperti tak pernah berjalan dihadapanku, tetap seperti kemarin, saat senja kau masih berdiri disampingku, mengalunkan irama dalam jiwaku, mewarnakan kehidupan pada hatiku, itulah duniaku..

**

Kau tersenyum membelai mataku, yang tertegun menatap hampa, wajah kosong dihadapanku, terlihat bening mata itu meluruhkan butir yang segera menepi sisi rona, sesaat hening tiada suara, kata-kata seakan tersekat oleh pindingan lidah yang kelu, siksa bertahun kini seperti sirna, tertelan sinaran gembira, wajah itu yang sekian lalu ku rindu kini tersenyum dibawah sinaran genta hadapanku..

Inikah penantian yang ku tunggu selama ini, berbuah keindahan hari, dimana kesabaran adalah benih dari buah yang akan di petik..

Dan biru catatan diary itu sebagai perlambang, bahwa masih ada cinta yang tak berlalu, bahkan ketika waktu tengah memisahkan, mereka tetap bersatu di dalam catatan harian rindu, yang suatu hari akan menjadi bukti, kisah sebuah hati yang tak pernah mati..

**

Aku rindu padamu, 

Sesaat terluncurlah ucapan itu,

Dalam getaran jantung yang bertalu,

Begitu haru sesaat, kemudian kedua lengan saling bertumpu, merengkuh satu sama lain

Tiada yang tersisa, 

Kerinduan yang lama menahun ini

Kini seakan tercurah

Bersama senja itu, aku dan dia saling bertemu bahasa, yang seorang pun tiada dapat membaca, 

Sekali pun itu adalah senja, yang sedang menyaksikannya..

Sungai itu, 

Gunung, huma ladang..

Adalah saksinya, ketika pertama cinta bersemi, pada january tahun itu..

Yang ketika awal sebuah rahasia terungkap, pada tabir kehidupan yang sekiranya mungkin tiada sesiapa yang akan mengerti, bahwa di dalam kehidupan cinta nyata masih ada kehidupan cinta lainnya, seperti kisah cintaku ini..

Tepian sungai itulah buktinya, bahwa kau pernah hadir mengisi hari-hariku, yang sekian lama waktu mendamparkan hidupku pada sisi pembaringan, dalam rumah kecil yang ku huni bersama keluarga kami, di sebuah dusun dan disinilah awal cinta kami berbunga..

Jalanan setapak itu yang setiap hari kulalui, memetakan perjalanan kisahku, dari awal ketika pertama berjumpa aku denganmu, pada sisi sungai yang bening, yang ketika senja menghiasi cakrawala, kau pun menghampiriku, dalam sapa menghipnotisku dengan tawa, dan sejak itu kami pun bersama, melewati indahnya kehidupan yang tak pernah orang lain akan merasa..

Sesaat senja menjelang kau pun datang, dengan balutan senyum yang menyandang, mengajak ku cengkerama di pinggiran sungai, yang kerikil menjadi permainan air kami, tertawa bersama menikmati indahnya genta, berbaur bernyanyi bersama burung-burung, yang beterbangan diatas kepala kami, menghiasi langit merah, dan setelah mentari lelap pun terkadang kami masih bercanda bersama purnama..

Sejak sore guntur berdentuman, jingga seperti tertelan, tiada lagi senja menyirna, disini hanyalah gumpalan hitam yang terlihat..

Jentik-jentik tetes pun mulai merambati seluruh pandangan, dan hujan pun turun seperti tak terbendung lagi, menghabiskan awan-awan yang mendung, pekat mega itu seperti hatiku yang gundah ketika langit berkabut..

Aku tak dapat berjumpa denganmu, hari itu seakan menelanku dengan kekecewaan yang terdalam, hingga pagi datang pun rinai itu tak mau pergi, 

Hujan terus membasuhi pekarangan rumahku, yang di penuhi genangan-genangan yang sebagiannya mengalir menganak sungai,

Gerimis itu tak berhenti sampai kembali sore menjemput, aku terpaku dalam balutan kemelut, dibalik gorden jendela kusut..

Seminggu telah dilalui, senja tak pernah muncul sejak saat itu, dan aku pun tak pernah melihatmu lagi, padahal sejak sore hari kedua pada hujan itu, aku bergegas menemuimu dalam balutan jas hujan ungu, 

Namun..

Tak ada sesiapa di sana, hanyalah sekumpulan burung-burung yang berkumpul menghangatkan tubuhnya, dibalik rimbun daun-daun, kau.. tiada di sana..

Musim-musim pun berlalu, dari dingin ke panas, dari semi ke gugur..

Kau tak pernah muncul kembali dibatas senja sungai itu, kau seperti lenyap ditelan tahun-tahun pergantian, hilang tiada berjejak..

Kerikil itu hanyalah tinggal sebuah batu, yang tajam menyisakan kerinduan yang menusuk, ketika sore senja melembayungkan kenangan

Tetapi..

Disini hatiku tak berpelangi kembali, tetap seperti kemarin dan tetap memegang satu kendali, yaitu kamu dalam hari

Dalam penantian ini, yang sekian purnama berganti, aku tetap menunggumu kembali datang menghampiriku dan mengucapkan kalimat, "Aku tak pernah berlari meninggalkanmu.", dalam kerubutan hujan pada senja sore itu..

Inilah kebahagiaan terbesarku, ketika pelukan itu begitu terasa hangat dalam hati, 

Kau, ternyata kembali memelukku dalam gemericiknya riak bening, membawaku ke dalam singgasana jingga yang mengufuk penuh dengan bias-bias warna

Inilah musim ke-6.. dalam penantian waktu, ku menunggu kehadiranmu, kembali datang ke-sisiku untuk mengakhiri barisan-barisan pena rinduku..

Kau menggambar sebuah seketsa, pada dinding hitam batu sungai, gambaran sebuah pilar dan tebing, lalu langit dan bumi, 

Dan, ia perlihatkan padaku, sebuah sekat..

Sambil tersenyum ia berkata padaku, "bacalah untuk kau mengerti."

Inilah sebuah kalimat yang sesaat membuatku tertegun, merasa seperti biasa namun terasa aneh, begitu ganjil, apa yang sebenarnya sedang kau sampaikan?(?)..

*

Gambaran itu tetap ada, tiada hilang tetap di cerna, 

Setelah pertemuan itu, kau pun benar-benar sirna, tiada kembali walau rembulan berganti gerhana

Dan jejak yang kau tinggalkan, hanyalah lukisan dinding pada hitam batu, dimana arti sebuah sekat adalah pemisah, 

Dan kami pun berpisah, 

Yang ketika senja pertama di musim panas kembali bertemu

#

Tabir kehidupan tiada mudah dibaca, karena adalah rahasia tuhan yang kuasa, hanyalah sedikit insan yang bisa menguaknya, ialah dengan cara dan jalan keyakinannya masing-masing

Hidup adalah penuh misteri, dimana keingintahuan adalah letak keindahan yang tercipta di bumi ini, dalam ketidak'fanaan setiap mahluk yang hidup akan berakhir pada kematian, inilah rahasia hidup yang indah, dimana kematian masih menjadi teka-teki logika pada sebagian pemikiran (mungkin menurutku)

Dan inilah kisah itu,

Yang kucatat dalam buku diary harianku, 

Tentang sebuah kisah cinta yang rahasia, dibalik megahnya senja

Sosok yang tak pernah nyata itu, pernah hadir dan mengisi hari-hariku, yang begitu sunyi di dusun sebuah pembaringan, 

Dan, ia mewarnakan hitam abu menjadi merah jambu, pada memori dalam jiwa

#

Sampai saat ini aku menulis, 

Aku masih menantikannya kembali

Berharap disuatu musim panas yang akan datang dia kembali hadir

Membawakan sepucuk harapan yang terikat kepada waktu, yang masih tersimpul erat dalam benakku

Aku mempercayai adanya, sebuah cinta yang abadi dalam kehidupan ini..

Dan sejak saat itu, aku tak pernah terbaring sepi sendiri, aku selalu tersenyum, tak ada lagi yang harus aku sesali, dimana kehidupan ini pasti berakhir suatu masa yang akan datang,

Aku bahagia..

Walau pun kau telah lenyap bersama lukisan maya yang kau gambar, namun aku tetap mengingatnya dan membacanya sebagai gambaran hidup

Meski itu tak terlalu jelas bagiku, namun aku percaya bahwa itu sebuah petuah yang disampaikan lewati sebuah kemukjizatan, aku bertemu denganmu yang sebenarnya itu tak mungkin..

Karena suatu hal yang tak pada tempatnya, bahwa aku bisa bertemu denganmu, tetapi setelah lebih kucermati lagi, mungkin saja ini bisa terjadi pada siapa saja..

*

Tahukah kau?,

Sekarang aku sedang berdiri di pinggiran sungai itu, yang masih beriak bening dan gemericiknya masih terdengar seperti alunan irama yang membelai telingaku, disinilah aku memandang senja dengan sejuta kebahagiaan dalam hati yang tak pernah lelah lagi oleh pergantian musim, dan kini.. aku seperti kembali terlahir, dari seberkas sinar yang terang tiada mendung..

*

Sore itu.. 

Aku bertemu seseorang yang entah siapa, dia terduduk sendirian, termenung menyaksikan sinaran senja, dalam diam aku menghampirinya, menatapnya, lalu kusapa dengan panggilan serupa hawa, "Sedang apakah anda?".., dengan perlahan dia membalikan wajahnya memandangku, lalu terucap pelan sebuah jawab..

("Akulah kekasih jiwamu yang tak pernah meninggalkan, selalu menemani senja harimu bersama riakan bening dan senda gurau burung-burung, disinilah tempat pembaringanku, muara bening yang selalu bersenandung menghiburmu dalam detikan waktu yang senja menenggelamkan")..

Sesaat burung-burung meriuh rendah, menyaksikan seraut rona yang terperangah..

#

Dan itulah dia, kekasih jiwa yang lama waktu kunantikan, dalam buku catatan diary biru, 

Kini aku tahu, bahwa kau adalah jiwa yang hidup pada cinta abadi, yang tak pernah mati dari musim pergantian waktu ke waktu, 

Meninggalkan jejak yang begitu haru, kau masih tetap berada di sampingku, walau aku tak pernah lagi melihat bayangmu, 

Namun, aku percaya kau selalu ada, karena itu (dia), adalah gambaran jiwaku sendiri..

*

Dan senja mulai meremang, meretak ke dalam cawan petang, yang melintang pekat kembali menyapa, namun tak selekat waktu yang pernah tertambat, 

Aku telah mengerti, waktu tak pernah mengikat, hanya memori saja yang mungkin masih merekat pada benak seseorang, 

Biarkan saja itu jadi pelepas penat dalam secangkir kenangan keramat.

 

HONY  PLB 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
  8. 8
  9. 9
Mohon tunggu...

Lihat Konten Fiksiana Selengkapnya
Lihat Fiksiana Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun