Musim-musim pun berlalu, dari dingin ke panas, dari semi ke gugur..
Kau tak pernah muncul kembali dibatas senja sungai itu, kau seperti lenyap ditelan tahun-tahun pergantian, hilang tiada berjejak..
Kerikil itu hanyalah tinggal sebuah batu, yang tajam menyisakan kerinduan yang menusuk, ketika sore senja melembayungkan kenangan
Tetapi..
Disini hatiku tak berpelangi kembali, tetap seperti kemarin dan tetap memegang satu kendali, yaitu kamu dalam hari
Dalam penantian ini, yang sekian purnama berganti, aku tetap menunggumu kembali datang menghampiriku dan mengucapkan kalimat, "Aku tak pernah berlari meninggalkanmu.", dalam kerubutan hujan pada senja sore itu..
Inilah kebahagiaan terbesarku, ketika pelukan itu begitu terasa hangat dalam hati,Â
Kau, ternyata kembali memelukku dalam gemericiknya riak bening, membawaku ke dalam singgasana jingga yang mengufuk penuh dengan bias-bias warna
Inilah musim ke-6.. dalam penantian waktu, ku menunggu kehadiranmu, kembali datang ke-sisiku untuk mengakhiri barisan-barisan pena rinduku..
Kau menggambar sebuah seketsa, pada dinding hitam batu sungai, gambaran sebuah pilar dan tebing, lalu langit dan bumi,Â
Dan, ia perlihatkan padaku, sebuah sekat..