Mohon tunggu...
Handy Pranowo
Handy Pranowo Mohon Tunggu... Lainnya - Love for All Hatred for None

Penjelajah

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Perkenalan yang Mengesankan

6 Agustus 2021   04:10 Diperbarui: 6 Agustus 2021   04:12 267
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
ilustrasi wanita by pixabay.com

Hampir setahun berlalu peristiwa yang aneh dan unik tersebut terjadi, bagi Ferdy kejadian itu selalu membekas di ingatannya. Dan pada akhirnya merubah kepribadian di dalam diri dan hidupnya khususnya dalam hal memandang wanita. 

Sebab selama ini Ferdy di kenal sebagai playboy cap "kuda terbang" oleh kawan-kawannya baik di rumah maupun di pekerjaannya namun ia sekarang berubah menjadi alim terhadap wanita dan tak lagi tebar pesona. 

Kisah ini terjadi pada hari Senin, lantaran motor maticnya yang biasa di kendarai Ferdy sedang dalam perbaikan dan butuh waktu pengerjaan tiga hari lamanya. 

Mau tidak mau untuk pergi menuju kantor ia meski naik ojek online dari tempat tinggalnya di Kebayoran Lama menuju Sudirman tempatnya bekerja.

Saat itu dari pagi sampai siang langit berwajah mendung hingga menjelang sore hujan pun turun, sesekali halilintar bergemuruh keras di langit Jakarta. Jam menunjukan pukul lima sore, waktunya pulang namun Ferdy merasa malas untuk turun ke lantai bawah.

Hingga jam enam sore bahkan hampir setengah tujuh malam hujan tak kunjung reda, masih ada sisa gerimis menjuntai halus dari langit. Dari lantai lima kantornya nampak kemacetan Jakarta yang semakin tambah ruwet terlebih pada jam pulang kerja. 

Akhirnya ia putuskan juga untuk segera keluar dari kantor turun menuju lobi, saat tiba di luar lobi ia mengeluarkan gadget dari saku celananya.

Tak jauh dari tempat ia berdiri sedikit terhalang oleh pot besar tanaman hias, ia melihat seorang wanita berdiri sendirian dan wajahnya nampak pucat. Ferdy yang tadinya sibuk dengan gadget lalu mengalihkan seluruh pandangannya ke wanita tersebut sampai akhirnya ia menghampirinya. 

Wanita muda itu berambut hitam ikal dan panjangnya sebahu. Ia berpakaian warna putih lengan panjang dengan paduan celana bahan berwarna hitam.

" Hmm, maaf ya mbak saya mengganggu, mbak kayaknya lagi sakit ya?" tanya Ferdy.

Wanita tersebut diam saja sambil menundukkan kepalanya, kedua tangannya memegangi tas berwarna coklat sambil di dekapnya di dada.

" Apa ada yang bisa saya bantu mbak?" untuk kedua kalinya Ferdy bertanya kepada wanita tersebut.

Wanita itu tetap diam saja malah semakin menunduk tak lama seorang satpam gedung yang kenal baik dengan Ferdy lewat tepat di depan mereka berdua berdiri lantas satpam tersebut menegur Ferdy.


" Ngapain di sini bang, belum pulang apa, mana motornya?

" Gua nggak bawa motor rul, motor gua di bengkel." Jawab Ferdy.

" Ooo, ya udah elu pake motor gua aja bang, gua ampe besok di sini, lagian ngapain abang di sini sendirian."

" Gua lagi nunggu ojek."

" Kenapa kagak nunggu di dalam aja." sahut Arul merasa heran dan tak lama bergegas masuk ke dalam lobi.

Setelah Arul pergi Ferdy pun kembali mengalihkan perhatiaanya kepada wanita tersebut.

" Mbak kantornya di sini, di lantai berapa?"

" Kalo mbak mau pulang ayo saya antar, mbak rumahnya di mana?" beberapa pertanyaan di lontarkan Ferdy dan akhirnya wanita tersebut pun berbicara.

" Rumah saya jauh mas, di Karang Tengah Cinere."

" Yahh, itu mah deket kali mbak, mau saya antar, lagian udah nggak gerimis."

" Kita naek MRT aja ya ke arah Lebak Bulus, apa mau pesan grab mobil dari sini, tapi di mana alamat rumah mbak?"

" Nggak usah mas, saya nggak mau ngerepotin, saya bisa pulang sendiri kok." sahut wanita tersebut dengan suara agak pelan dan sedikit lirih.

Akhirnya mereka berdua memutuskan untuk pulang naek MRT. 

Sepanjang perjalanan di dalam MRT sesekali mereka terlibat percakapan namun yang menjadi keanehan Ferdy, ia merasakan bahwa semua orang memandangi dirinya dengan tatapan yang aneh lain dari biasanya bahkan ada salah seorang wanita separuh baya menegurnya.

" Maaf mas, mas bicara dengan siapa ya?"

Ferdy tak lantas menjawab pertanyaan wanita tersebut justru terkesan cuek, ia merasa apa urusannya mencampuri perbincangan orang lain.

Tidak lama kemudian sampailah mereka di stasiun Lebak Bulus, stasiun terakhir dari MRT, jam menunjukan pukul delapan malam lebih. Mereka pun bergegas menuju tempat biasanya angkot berhenti ngetem yang tak jauh dari stasiun MRT.

Kebetulan tak susah untuk mendapatkan jurusan angkot yang mereka cari di sana, keduanya pun sudah duduk di dalam. Setelah penuh penumpang angkot pun bergerak perlahan meninggalkan wilayah stasiun Lebak Bulus. Entah karena bosan atau apa mereka kini lebih banyak diam. 

Namun ada sesuatu keanehan kembali yang di rasakan Ferdy hingga ia merasa gusar sebab ia mencium sesuatu yang lain seperti aroma bunga, aroma wewangian yang sesekali terbawa angin dan menghilang. 

Tetapi ia perhatikan para penumpang lainnya terlihat biasa saja seakan tak mencium apa-apa padahal jelas sekali aroma tersebut menusuk hidungnya.

Kurang lebih setengah jam perempuan yang bersama Ferdy yang mengaku bernama Riris pun mengatakan kepadanya agar memberhentikan angkot tepat setelah pertigaan jalan, Ferdy pun mengangguk.

Mereka pun turun dari angkot dan kemudian Ferdy memberikan lembaran dua puluh ribuan kepada supir angkot.

" Dua ya bang, dari Bulus?

Sopir angkot pun merasa heran lalu celingak-celinguk memandang keluar seakan tak percaya dan nampak bingung mengapa penumpangnya bilang dua orang.

Sopir angkot pun tak hendak berdebat panjang ia pun segera memberikan uang kembalian kepada Ferdy.

Tak jauh dari mereka turun persis di sebelah kiri ada sebuah gang yang hanya cukup di lewati kendaraan bermotor, mereka pun berjalan masuk ke dalam. 

Malam itu di dalam gang terasa lengang dan sangat sepi padahal belum juga terlalu malam. Rumah-rumah yang ada di kanan kiri nampaknya sudah terkunci rapat. 

Dan anehnya tak ada satupun motor ataupun orang yang lewat, kurang lebih berjalan seratus meter akhirnya mereka pun berhenti di sebuah rumah berpagar hitam persisnya di sebelah kiri gang.

Riris mengambil sesuatu dari dalam tasnya dan ternyata sebuah kunci setelah gembok pintu pagar terbuka masuklah mereka ke dalam. Sama seperti di gang tadi, kedaan di dalam rumah pun terasa dingin, sepi dan terkesan tak ada penghuninya.

Riris mempersilahkan Ferdy untuk duduk, ada empat buah kursi kayu di sana dengan alas bantal berwarna berwarna coklat dengan meja bundar di tengahnya. 

" Mau minum apa? tanya Riris dengan suara yang sangat lembut.

" Apa aja deh ris."

" Teh manis hangat mau?" 

" Boleh?" sahut Ferdy dengan yakinnya.

Tak lama Riris pun masuk ke dalam, Ferdy merasakan sesuatu yang sama persis yang di alaminya saat berjalan menuju rumah ini, sama-sama hening dan sunyi bahkan sedikit pun tak terdengar apa-apa, baik suara jam maupun hal lainnya. 

Ia berpikiran mungkin semua orang yang ada di dalam rumah ini sudah tertidur lelap. 

Tak lama Riris datang membawakan segelas teh manis hangat dalam cangkir berwarna hitam.

" Mau makan indomie nggak, saya lapar, kalo mau sekalian saya buatin." 

" Hmm, ngerepotin nggak, tadinya saya mau ajak kamu makan pas turun angkot tadi ." sahut Ferdy.

" Oo, kalo begitu kamu lapar kan, saya buat dua kalo begitu."

Singkatnya setelah selesai jamuan makan indomie bersama Riris malam itu Ferdy pun bergegas pamit untuk pulang.

Sehari dua hari hingga tiga hari lamanya, Ferdy terus saja memikirkan apa yang terjadi pada malam itu bahkan ia tak dapat tidur nyenyak seperti biasanya. 

Seluruh pikirannya tertuju pada Riris dan entah kenapa begitu, kebetulan motornya sudah selesai dari bengkel dan ia berencana untuk datang ke rumah Riris pada hari Minggu.

Hari yang di rencanakan pun datang, Ferdy masih ingat betul gang kemarin saat ia mengantarkan wanita misterius itu turun. Nampak sekali bahwa ternyata gang tersebut padat dan ramai di siang hari, hampir di setiap depan rumah terparkir motor. 

Pelan-pelan Ferdy mengendarai motornya di dalam gang tersebut hingga sampailah ia di depan rumah berpagar warna hitam. Ferdy begitu yakin bahwa rumah inilah yang malam itu ia datangi.

Di balik pagar nampak seorang anak kecil perempuan sedang bermain di teras, Ferdy pun mematikan mesin motornya.

" Assalamualaikum." sahut Ferdy dari luar pagar.

Anak perempuan tersebut berdiri dan melihat ke luar pagar lalu masuk ke dalam dan tak lama seorang perempuan paruh baya keluar dari dalam rumah dan persis di depan pintu ia pun bertanya.

" Cari siapa ya mas."

" Apa betul ini rumah Riris bu." sahut Ferdy.

Perempuan itu terkejut tiba-tiba wajahnya berubah lalu berjalan menuju pagar menghampiri Ferdy.

" Saya Ferdy bu, temannya Riris." 

" Teman dari mana ya mas." perempuan itu semakin menunjukan rasa keheranan kepada sosok lelaki yang kini berdiri tepat di hadapannya itu. Namun tak lama ia menyuruhnya masuk ke dalam rumah.

Sampai di dalam rumah Ferdy merasakan sesuatu yang aneh yaitu sesuatu yang tidak sama persis saat ia pertama kali mendatangi rumah ini pada malam tersebut. 

Di dinding ruang tamu nampak ada beberapa bingkai foto namun saat malam itu seingatnya tak ada satupun bingkai foto menempel di dinding.

Tetapi empat buah kursi kayu dan satu buah meja bundar di tengahnya tak ada yang berubah letaknya. Dan yang paling mengejutkan ia tak melihat lemari besar yang menutupi bagian tengah ruang tamu ini pada malam aneh itu.

Kemudian perempuan itu masuk ke dalam kamar dan keluar bersama seorang perempuan lain yang lebih tua darinya, Ferdy berpikir barangkali itu ibunya.

" Mas ingin bertemu siapa ke sini." tanya wanita berkerudung biru tersebut.

" Saya ingin ketemu Riris bu, beberapa hari yang lalu saya mengantarnya pulang malam-malam ke sini."

Orang tua tersebut terkejut lalu menangis, Ferdy pun bingung, tak tahu kenapa dengan wanita yang ada di depannya itu tiba-tiba menangis begitu saja.

Lalu perempuan yang pertama tadi menjumpainya di pagar berkata.

" Riris itu adik saya dan ia sudah meninggal dua tahun yang lalu, ini ibu saya, ibunya Riris." 

Seakan tak percaya Ferdy pun diam mematung, tubuhnya terasa lemas dan tak tahu apa lagi yang mesti ia katakan.

Tiba-tiba seorang lelaki masuk ke dalam rumah dan mendapati kami tengah berdiri dengan muka yang sama-sama bingung ia pun terheran lalu bertanya.

" Ada apa ini ya, mas siapa, mau cari siapa?"

Akhirnya salah satu dari wanita itu menceritakan apa yang sebenarnya terjadi. Kemudian lelaki itu pun mempersilahkan Ferdy untuk duduk dan menyuruhnya menceritakan sejelas-jelasnya apa yang terjadi pada malam hari itu. 

Dengan perasaan yang campur aduk antara percaya dan tidak percaya serta rasa takut yang menyelimuti dirinya, Ferdy pun mencoba menceritakan hal tersebut dengan jelas dan berurutan.

Perempuan yang lebih tua yang berkerudung biru memberikan sebuah foto yang terpajang di atas lemari kecil kepada Ferdy lalu bertanya kepadanya.

" Mas yakin wajah perempuan yang ada di dalam foto ini yang kemarin malam mas antar kesini."

Ferdy pun melihat foto tersebut dan dengan tegas berkata.

" Iya bu, wanita ini yang saya antar ke sini malam itu."

Semua orang yang ada di dalam rumah tersebut tak kuasa menahan tangis dan air mata lalu ibunya Riris bercerita sedikit perihal kehidupan putrinya semasa hidup. 

Ternyata Riris adalah seorang korban dari laki-laki yang pernah dekat dengannya, ia di tinggalkan begitu saja tanpa tanggung jawab saat dirinya tengah hamil empat bulan. 

Riris pun frustasi hingga akhirnya jatuh sakit dan tak lama kemudian suatu hari saat ia bekerja ia terpeleset jatuh dari tangga dan mengalami pendarahan hebat namun sayang sesampainya di rumah sakit nyawanya sudah tidak tertolong lagi. Riris bekerja sebagai OB kantor di daerah Sudirman.

" Kalau mas Ferdy tidak keberatan mas bisa saya antar ke makamnya." sahut lelaki yang bernama Rinto, yang ternyata kakak tertua dari Riris.

" Hm, barangkali lain waktu saja, tapi saya ingin minta maaf sebab kejadian ini membuat keluarga ini jadi teringat kembali soal Riris."

" Nggak apa-apa mas mungkin bisa jadi ini teguran buat kami keluarga yang barangkali lupa mendoakan dia di sana." sahut kakak perempuannya Riris.

Kebetulan ada seorang tetangga yang datang menanyakan apa yang tengah terjadi sebab ia mendengar tangisan dari luar hingga akhirnya situasi semakin ramai di dalam rumah tersebut.

Dan akhirnya Ferdy pun mohon pamit untuk pulang.

Handy Pranowo

06082021

Cerita ini terinspirasi dari kisah nyata yang di alami seorang teman namun di sini saya ceritakan dengan sedikit perubahan alur cerita, waktu dan tokoh-tokohnya serta juga lokasi kejadiannya untuk menghindari hal yang tidak di inginkan. 

Sekali lagi tak ada maksud tertentu hanya ingin berbagi cerita yang barangkali bisa menjadi sebuah pelajaran bagi kehidupan kita semua.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
  8. 8
  9. 9
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun