Setelah hampir satu jam menunggu akhirnya pak Kyai itu keluar dari dalam rumah lalu menemuiku di pendopo sambil membawa sebuah botol kecil entah berisi apa.
" Kalo kamu pegal, pakailah minyak ini."Â
" Tidak pak Kyai, saya tidak pegal, saya ke sini mau menanyakan sesuatu yang penting berkenaan dengan suami saya." sahutku.
" Hanya Tuhan dan cinta yang bisa menolongmu, sekarang pulanglah dan lakukan amal ibadah sholat dan puasa di rumahmu, kalo kamu mampu tahajud itu lebih baik lagi.
" Tapi pak Kyai."
" Pulanglah, lakukan apa yang aku perintahkan tadi."Â
" Apakah pak kyai tak mau mendengarkan ceritaku dulu."
" Pulanglah, perbaiki sholatmu, mintalah petunjuk kepada Tuhan dialah yang lebih tahu."
Dengan setengah hati aku pun kembali ke Jakarta, ada perasaan tidak puas dengan yang di perintahkan pak Kyai tadi tapi apakah hanya itu, dengan itu dan suamiku pasti akan di temukan. Kira-kira jam tujuh malam aku kembali sampai di rumah, badanku terasa remuk semuanya sepertinya besok aku tidak akan masuk kerja. Ke esokan harinya badanku kaku semua, aku tak bisa bergerak, aku minta tolong tetanggaku mbak Inah untuk membaluri minyak urut ke seluruh tubuhku.
Hingga dua hari ke depan badanku masih terasa kaku dan di tambah perutku yang sering merasa mual, namun perkataan pak Kyai siang itu tetap aku laksanakan. Teman-teman kerjaku terus memberi semangat dan aku mulai menjalani sholat tahajud berdoa dan meminta agar suamiku cepat pulang.
Hingga suatu malam setelah kurang lebih sebulan aku melakukan tirakat itu, aku bermimpi melihat suamiku, wajahnya putih berseri dan ia terlihat gemuk. Ia tersenyum sambil mengulurkan dua tangannya dan entah dari mana tiba-tiba muncul seorang anak kecil datang menghampirinya dan memberikan sebuah kalung, setelah ku amati kalung itu. Astaga, itu kalung hadiah ulang tahunku dulu dari mas Dwi.