Apabila melanggar ketentuan ini Advokat diancam dengan hukuman penjara maksimal 1 tahun atau denda maksimal Rp 50 juta (Pasal 21 UU Bantuan Hukum).
Menurut Wakil Ketua Dewan Pengurus Bantuan Hukum (PBH) Perhimpunan Advokat Indonesia (PERADI) Guntur Perdamaian, masih banyak Advokat tidak patuh kepada aturan Undang-Undang. Berdasarkan data yang dimilikinya dari sekitar 60.000 anggota PERADI, baru sekitar 30% yang patuh kepada Undang-Undang untuk menjalani kerja pro bono (Kompas, Rabu 7/8/2024).
Dengan demikian terbukti walaupun UU Advokat memberikan kewajiban bagi advokat untuk memberikan bantuan hukum gratis kepada masyarakat miskin atau tidak mampu secara finansial, namun dalam praktik ini tidak selalu dilaksanakan secara konsisten oleh semua advokat.
Sebaliknya, ada beberapa advokat yang dengan sukarela atau atas inisiatif sendiri memilih untuk memberikan bantuan hukum secara gratis, terutama dalam kasus-kasus yang dianggap penting atau viral.
Adapun alasan mengapa advokat mungkin lebih cenderung memberikan bantuan hukum gratis secara sukarela atau memilih kasus-kasus yang viral bukan karena patuh kepada Undang-Undang atau punya Kepedulian Sosial.
Adapun alasan sebenarnya karena kepentingan pribadi berupa peningkatan reputasi. Â
Dengan mengambil kasus-kasus yang viral yang terjadi pada masyarakat tidak mampu dan memberikan bantuan hukum gratis, Advokat tersebut berharap dapat meningkatkan eksposur dan reputasinya di mata publik. Alhasil namanya terangkat ikut populer mengiringi kepopuleran kasus.Â
Metode ini oleh anak millenial diberi label perbuatan panjat sosial (pansos). Tujuannya adalah untuk dapat membantu memperluas jaringan klien dan mendapatkan mandat-mandat klien komersial yang lebih menarik di masa depan.
Contohnya kasus yang viral saat ini seperti kasus pembunuhan Vina Cirebon yang terjadi pada tahun 2016 yang lalu.
Banyak Advokat yang bersedia menyediakan diri secara gratis membantu kasus tersebut untuk memperjuangkan dan menemukan keadilan. Sebagaimana kita ketahui bahwa kasus yang terjadi 8 tahun tersebut sangat kontroversial, karena ada dugaan bahwa para terhukum diadili oleh Peradilan Sesat.
Oleh Handra Deddy Hasan