Mohon tunggu...
Handra Deddy Hasan
Handra Deddy Hasan Mohon Tunggu... Pengacara - Fiat justitia ruat caelum

Advokat dan Dosen Universitas Trisakti

Selanjutnya

Tutup

Hukum Pilihan

Kelanjutan Drama Hukum Pegi Setiawan

12 Juli 2024   07:45 Diperbarui: 13 Juli 2024   07:13 785
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Proses praperadilan dilakukan sebelum perkara dilimpahkan ke Pengadilan, apabila perkara telah dilimpahkan ke Pengadilan maka hak tersangka untuk mengajukan praperadilan akan hapus. Berdasarkan Pasal 82 ayat (d) KUHAP menyebutkan bahwa dalam hal perkara pokoknya sudah mulai diperiksa oleh Pengadilan Negeri, sedangkan pemeriksaan mengenai permintaan kepada praperadilan belum selesai, maka permintaan tersebut gugur. Hal ini juga sesuai dengan Pasal 4 ayat (5) Perma 4/2016 yang menyatakan bahwa praperadilan diajukan dan diproses sebelum perkara pokok disidangkan di Pengadilan Negeri, jika perkara pokok sudah mulai diperiksa maka perkara praperadilan gugur.

Dalam praperadilan, pihak yang merasa hak-haknya dilanggar dapat mengajukan permohonan kepada pengadilan untuk meminta keputusan terkait keabsahan atau legalitas proses hukum yang sedang atau akan dilakukan terhadapnya.

Praperadilan memiliki peran penting dalam menjaga keadilan dan kepastian hukum, serta memberikan kesempatan bagi individu untuk melindungi hak-haknya sebelum terlambat.

Proses peradilan praperadilan diatur dalam Pasal 77 sampai dengan Pasal 83  KUHAP.

Sebagaimana terungkap dalam sidang praperadilan Pegi Setiawan yang disiarkan secara langsung oleh beberapa televisi swasta, pihak pengacaranya bisa meyakinkan Hakim bahwa penangkapan dan penetapan kliennya sebagai tersangka tidak sesuai dengan hukum acara yang berlaku. Oleh karena itu Pengadilan Negeri Bandung menetapkan batal demi hukum penetapan tersangka Pegi Setiawan sebagai pembunuh dan pemerkosa Vina. Polisi sebagai pihak yang kalah tidak bisa melakukan upaya hukum terhadap putusan praperadilan, termasuk upaya Peninjauan Kembali (vide Perma 4/2016). Artinya Polisi harus menerima, menghormati dan melaksanakan apapun bunyi putusan praperadilan, termasuk membebaskan tersangka.

Sehingga dengan demikian, kalau penyidik tetap berkeyakinan, setelah adanya putusan praperadilan bahwa kematian Vina dan Eky merupakan peristiwa pidana pembunuhan dan pemerkosaan, maka masih bisa melanjutkan penyidikannya.

Berdasarkan Pasal 2 ayat (2) Perma 4/2016 ;

Putusan praperadilan yang mengabulkan permohonan tentang tidak sahnya penetapan tersangka tidak menggugurkan kewenangan penyidik untuk menetapkan yang bersangkutan sebagai tersangka lagi setelah memenuhi paling sedikit dua alat bukti baru yang sah, berbeda dengan alat bukti sebelumnya yang berkaitan dengan materi perkara.


Namun kali ini akan berbeda tentunya dengan pola penyidikan yang dilakukan pada tahun 2016 yang lalu. Penyidik Kepolisian tentunya akan lebih berhati-hati dan lebih patuh kepada hukum agar hasil penyidikannya sah dan kebal dari tuntutan praperadilan.

Hasil penyidikan yang baru ada kemungkinan memunculkan tersangka baru atau bisa saja Pegi Setiawan tetap sebagai tersangka, tergantung kepada bukti-bukti yang ditemukan oleh penyidik.

Ganti Kerugian dan Rehabilitasi

Terlepas dari hal tersebut berdasarkan Pasal 77 KUHAP selain mengatur tentang keabsahan penangkapan dan penahanan, juga diatur mengenai ganti rugi dan rehabilitasi bagi tersangka yang perkaranya dihentikan pada tingkat penyidikan atau penuntutan.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
Mohon tunggu...

Lihat Konten Hukum Selengkapnya
Lihat Hukum Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun