Dalam uji berkala berdasarkan Pasal 48 ayat 3 UU LLAJ akan diperiksa bermacam kondisi dari kendaraan, termasuk sistim pengereman. Artinya kalau memang senyatanya bermasalah dengan sistim pengereman, maka ijin berkala (kir) tidak akan bisa diterbitkan.
Kesalahan dan kelalaian yang dilakukan pemilik bengkel identik dengan kesalahan dan kelalaian Pengusaha.
Kelalaian tersebut mulai dari aspek kelayakan ketika modifikasi karoseri bus dan juga  masalah administrasi perizinan.
Panjang bus yang seharusnya 11,6 meter telah dirubah menjadi 12 meter, lebih panjang 40 centimeter.
Begitu juga tingginya dirubah lebih tinggi dari 3,6 meter menjadi 3.85 meter. Akibatnya bobot mobilpun bertambah seberat kurang lebih 1 ton (Kompas, Kamis 30/5/2024).
Sebagaimana kita ketahui setiap perubahan konstruksi kendaraan berdasarkan Pasal 49 dan Pasal 50 UU LLAJ harus melewati uji tipe untuk kelayakan dengan tujuan keamanan
Bus PO Trans Putera Fajar Wisata ternyata tidak punya  sertifikat lulus uji tipe. Mungkin hal tersebut berkaitan erat dengan bengkel yang dipunyai tersangka AI juga tidak punya izin karoseri untuk melakukan modifikasi.
Kelalaian yang berkaitan dengan uji tipe menurut Pasal 277 UULLAJ telah merupakan tindak pidana, namun dengan sanksi ringan berupa pidana penjara maksimal 1 tahun atau denda maksimal Rp 24juta.
Khusus untuk kasus kecelakaan bus PO Putera Fajar Wisata, para tersangka baik A sebagai Pengusaha maupun AI pemilik bengkel akan dikenakan Pasal yang sanksinya jauh lebih berat.
Hal tersebut dikarenakan menyangkut adanya 11 orang kehilangan nyawa dan puluhan lain luka-luka.
Tersangka akan dikenakan Pasal Pembunuhan tidak sengaja sebagaimana yang dimaksud dalam Pasal 311 UU LLAJ juncto Pasal 55 dan atau Pasal 359 Kitab Undang-undang Hukum Pidana (KUHP).
Ancaman hukumannya jauh lebih berat, tersangka terancam dengan pidana penjara maksimal 12 tahun atau denda maksimal Rp 24juta.