Dengan dinyatakannya A Â Pengusaha Bus dan AI Pemilik Bengkel sebagai tersangka dalam kecelakaan bus, merupakan langkah maju dalam penegakan hukum kecelakaan lalu lintas.
Biasanya dalam kejadian kecelakaan lalu lintas, pihak yang selalu disalahkan dan dijadikan tumbal jadi Tersangka hanya pengemudi.
Entah Polisi malas menyelidiki atau karena penyebab lain, biasanya penyidik tidak mau menyelidiki lebih jauh dan lebih dalam atas peristiwa kecelakaan yang disebabkan salah satunya karena rem blong.
Namun kali ini berbeda karena berdasarkan hasil penyelidikan pihak Kepolisian dalam kasus kecelakaan bus Ciater ditemukan beberapa dugaan kesalahan yang merupakan tindak pidana yang telah dilakukan Pengusaha Bus dan pihak lain.
Adapun salah satu temuan yang dilakukan penyidik, ditemukan pengusaha  mengabaikan pemeliharaan dan perawatan rutin pada armada busnya.
Hal tersebut berdasarkan penyelidikan fakta di lapangan ditemukan minyak rem yang digunakan tidak layak dan kompresor rem yang harusnya hanya berisi angin, ternyata dipenuhi oleh oli dan air.
Kesalahan lainnya yang termasuk kelalaian dan merupakan kewajiban Pengusaha adalah tidak dipenuhi kelayakan surat-surat yang berkaitan dengan perizinan.
Secara admininistratif ternyata PO Trans Putera Fajar Wisata tidak terdaftar di Kementrian Perhubungan dan nama yang ada di badan bus hanya asal tempel saja.
Selain daripada itu masa uji berkala atau kir bus telah expired, karena telah habis masa berlaku sejak 6 Desember 2023.
Masalah perawatan bus dan uji berkala (kir) bus sangat berkaitan erat berdasarkan ketentuan Undang-Undang.
Sesuai ketentuan Pasal 49 Undang-Undang Nomor 22 tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan (UU LLAJ) bahwa kendaraan yang dioperasikan dijalanan harus punya izin uji berkala.