Oleh Handra Deddy Hasan
Akhirnya buron 8 tahun kasus pembunuhan terhadap pasangan kekasih  Vina dan Eky tertangkap di Bandung, Jawa Barat pada Selasa (21/5/2024).
Buronan tersebut menurut pihak Kepolisian bernama Pegi Setiawan alias Perong alias Roby Irawan.
Setelah penangkapan dan dilanjutkan pemeriksaan berikutnya pihak Kepolisian melakukan konferensi pers yang dilakukan polisi di Bandung pada hari Minggu (26/5/2024). (Kompas, Senin 27 Mei 2024).
Konferensi pers tersebut dihadiri begitu banyak media, karena kasus pembunuhan Vina sangat viral beritanya di masyarakat.
Dalam konferensi pers, Pegi juga dihadirkan dengan tangan terborgol kebelakang memakai baju tahanan berupa t shirt berwarna biru didampingi oleh dua orang petugas dikiri kanannya.
Tidak ada ketentuan dalam KUHAP (Kitab Undang-Undang Hukum Pidana) yang secara khusus mengatur tentang konferensi pers dari penyidik kepada media.
Namun demikian, dalam praktiknya, penyidik di Indonesia dalam kasus-kasus yang menyedot perhatian masyarakat akan menyelenggarakan konferensi pers untuk memberikan informasi kepada media atau publik terkait suatu perkara yang sedang diselidiki.
Khusus untuk kasus Korupsi yang ditangani Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) semacam ada aturan internal bahwa setiap kasus yang tengah ditangani akan diadakan konferensi pers.
Bahkan untuk khusus untuk kasus tertangkap tangan KPK akan melaksanakan konferensi pers 2 kali 24 jam setelah dilakukan pemeriksaan.
Konferensi pers dalam kasus pidana kelihatannya merupakan langkah penyidik untuk memberikan informasi kepada media agar terjadi transparansi dalam penanganan perkara.
Namun sebetulnya apabila dilaksanakan dengan benar dapat juga berfungsi sebagai bentuk penegakan hukum.
Konferensi pers dapat digunakan untuk memberikan informasi kepada publik secara luas terkait perkembangan suatu kasus pidana yang sedang diselidiki atau ditangani oleh penyidik.Â
Adapun tujuannya untuk menjelaskan kepada masyarakat apa yang sedang terjadi untuk membangun transparansi dalam penegakan hukum.
Hal yang menjadi catatan disini bahwa peran penegakan hukum dalam konferensi pers, hanya sekedar transparansi dari penyidik atas kasus yang ditangani.Â
Soal kebenaran keterangan penyidik masih dalam tanda tanya, karena materi konferensi pers sepihak dan semata-mata dari sudut pandang penyidik.
Melalui konferensi pers, penyidik juga dapat mengajak masyarakat untuk memberikan informasi atau bantuan yang dapat membantu dalam penyelidikan suatu kasus.
Hal ini dapat membuka peluang untuk mendapatkan informasi tambahan atau saksi yang mungkin belum ditemukan sebelumnya.
Pada saat ini begitu banyak informasi yang berlimpah di media sosial tentang kasus pembunuhan Vina dan Eky.
Bahkan muncul saksi yang bernama Aep berbicara dengan lantang memberikan kesaksian di media sosial.Â
Padahal 8 tahun yang lalu Aep sebagai salah satu saksi kunci tidak bisa ditampilkan oleh pihak Penuntut Kejaksaan kesaksiannya di Pengadilan karena sukar ditemukan.
Konferensi pers juga dapat digunakan sebagai sarana untuk mendengarkan pertanyaan atau masukan dari media terkait suatu kasus.Â
Kalau penyidik mau mendengar akan dapat memahami perspektif masyarakat atau kekhawatiran yang mungkin timbul terkait kasus tersebut.
Dalam situasi di mana kasus pidana telah menjadi viral seperti kasus pembunuhan Vina, konferensi pers dapat digunakan untuk mengendalikan narasi yang berkembang.
Dengan memberikan informasi yang tepat dan jelas, penyidik dapat membantu mencegah penyebaran informasi yang ngawur.
Informasi tentang kasus pembunuhan Vina dan Eky yang beredar di masyarakat, khususnya di media sosial penuh dengan berita spekulasi yang bernarasi konspirasi.
Masyarakat berpendapat kasus ini menjadi rumit dan berbelit mencla mencle karena melibatkan anak petinggi Polri dan atau Pejabat yang berkuasa.
Konferensi pers yang dilakukan oleh pihak kepolisian pada hari Minggu (26/5/2024) sebetulnya merupakan momen yang tepat bagi penyidik membuyarkan spekulasi yang beredar di masyarakat dengan cara menyampaikan berita yang benar dan sah.
Materi Konferensi pers yang kredibel akan dapat digunakan oleh penyidik sebagai upaya untuk merebut kepercayaan masyarakat.
Namun materi yang tidak kredibel bisa juga mengakibatkan sebaliknya dan menjadi boomerang menimbulkan ketidak percayaan dan cemoohan masyarakat kepada penyidik.
Keterangan penyidik perkara pembunuhan Vina dan Eky yang mencla mencle yang semula ada 3 orang buronan, tiba-tiba dengan mudahnya berubah menjadi hanya Pegi satu-satunya buronan, bukanlah merupakan penjelasan yang bisa menimbulkan kepercayaan masyarakat.
Konferensi Pers Yang Sesuai Hukum.
Walaupun konferensi Pers tidak diatur dalam Hukum Acara Pidana dan bertujuan untuk memberikan keterangan pada media, namun selayaknya tetap dilakukan sesuai dengan prinsip-prinsip hukum yang berlaku.
Penyidik sebagai pihak yang menyelenggarakan konferensi pers diharapkan untuk tetap memperhatikan prinsip-prinsip etika dan kehati-hatian dalam memberikan informasi kepada media, agar tidak melanggar hak asasi manusia, prinsip presumption of innocence (praduga tak bersalah), atau merugikan proses penyidikan atau persidangan.
Prinsip hukum praduga tidak bersalah (presumption of innocence) sangat berpotensi terlanggar saat konferensi pers oleh penyidik atau pihak berwenang jika tersangka diperlakukan atau dipresentasikan secara tidak sesuai dengan prinsip tersebut.
Misalnya, pemaparan tersangka sebagai pihak yang  bersalah sebelum dimintai pertanggungjawaban di pengadilan.
Penyidik seharusnya tidak membuat pernyataan atau tindakan yang menyiratkan kesalahan tersangka sebelum proses hukum yang adil dan sebelum terbukti bersalah oleh pengadilan.
Dalam hal mengungkap identitas tersangka biasanya penyidik pada waktu konferensi pers sangat hati-hati dengan hanya mengungkapkan initial tersangka, tidak menyebutkan secara lengkap nama dan identitas.
Jika identitas seorang tersangka diungkapkan secara terbuka dalam konferensi pers sebelum proses hukum yang adil dan terbuka, hal ini dapat merusak reputasi dan hak privasi tersangka dan merupakan pelanggaran terhadap hak azasi manusia.
Khusus dalam kasus Pegi walau penyidik menggunakan initial tidak relevan lagi karena semua pihak yang hadir mengetahui nama dan identitas Pegi secara lengkap dengan segala aliasnya karena sudah terlanjur populer.
Namun yang sukar diterapkan dalam konferensi pers adalah materi yang fair karena penyidik tentunya punya tendensi untuk menyatakan tersangka bersalah dari sudut pandang sepihak. Kalau lebih fair lagi penyidik idealnya juga mengundang Kuasa hukum tersangka yang diberi hak juga untuk berbicara. Namun dalam kenyataannya tidak pernah terjadi demikian.
Menampilkan tersangka dalam konferensi pers dan dinyatakan bersalah atau dipresentasikan secara negatif sebelum dinyatakan bersalah oleh pengadilan merupakan sebagai bentuk pencemaran nama baik dan cenderung melanggar prinsip presumption of innocent.
Jika konferensi pers dijadikan sebagai forum untuk mempermalukan atau menyalahkan tersangka tanpa memberikan kesempatan bagi tersangka untuk membela diri, hal ini dapat dianggap sebagai pelanggaran hak fair trial.
Sebagaimana terjadi ketika konferensi pers Pegi, sebagaimana dipertontonkan kepada media, dimana kelihatan Pegi dengan isyarat tubuh yang gelisah dengan beberapa kali menggelengkan kepala seperti menolak tuduhan yang ditujukan kepada dirinya.
Sementara tuduhan yang dialamatkan kepada Pegi meliputi Pasal yang serius yaitu Pasal 340 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) tentang pembunuhan berencana juncto Pasal 76D, Pasal 81 Undang-Undang Nomor 35 tahun 2014 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 23 tahun 2002 tentang Perlindungan Anak berkaitan dengan pemerkosaan anak dibawah umur yang secara keseluruhan ancamannya maksimal hukuman mati.
Dalam konferensi pers yang biasa kita saksikan selama ini, tersangka biasanya tertunduk bisu, tanpa ada ekspresi sama sekali, seperti bersalah dan menerima apa saja materi konferensi pers yang dituduhkan penyidik kepadanya.
Kali ini pada waktu konferensi pers Pegi sebagai tersangka, berbeda. Pegi kelihatan gelisah dan berusaha menolak dengan bahasa tubuhnya yang beberapa kali menggelengkan kepala dengan wajah kesal.
Bahkan pada akhir konferensi pers Pegi tidak tahan untuk tidak menyampaikan pembelaan secara verbal atas tuduhan yang ditimpakan padanya. Pihak perspun dengan semangat mengejar jawaban Pegi dengan rentetan pertanyaan.
Kedua petugas yang mengawal Pegi kelihatan kewalahan dan berusaha menghalang-halangi dengan memeluk, menghalangi bahkan ada gerakan yang sedikit berusaha untuk menutup mulut Pegi.
Alasan bahwa dalam konferensi Pers, Tersangka tidak boleh berbicara karena bukan di ruang Pengadilan, nampak tidak pas dalam penegakan hukum yang adil.
Sebagaimana disebutkan di atas bahwa sesuai dengan prinsip presumption of innocent, pada saat konferensi pers belum ada keputusan yang menyatakan tersangka bersalah.
Seharusnya penyidik memberikan kesempatan tersangka berbicara agar terlihat fair.
Biarlah masyarakat yang menilai tentang materi pembelaan atau apapun yang ingin disampaikan oleh tersangka.
Kenapa penyidik atau pihak Kepolisian parno seperti ketakutan mendengarkan pembelaan Pegi.
Seharusnya kalau memang penyidik melakukan penyidikan dengan benar dan sesuai aturan tidak ada yang perlu ditakutkan.
Dengan tidak memberikan kesempatan yang cukup bagi tersangka untuk memberikan tanggapan atau membela diri terhadap tuduhan yang disampaikan dalam konferensi pers akan menunjukkan ketidak adilan dan melanggar prinsip presumption of innocent.
Tujuan dari pihak Kepolisian agar tercipta transparansi dalam penanganan kasus menjadi tidak tercapai.
Malah sebaliknya dengan menghalangi tersangka berbicara dalam konferensi pers membuat masyarakat curiga bahwa dalam kasus ini ada yang ditutup-tutupi.
Menjaga prinsip praduga tidak bersalah dan memberikan perlakuan yang adil terhadap tersangka termasuk ketika konferensi pers oleh penyidik atau pihak berwenang, merupakan tindakan menghormati hak asasi manusia dan prinsip-prinsip keadilan.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H