Mungkin  Pemerintah Malaysia berpendapat bahwa ekses negatif judi bisa dihindari kalau warga negaranya tidak diperkenankan berjudi.
Sementara bisnis judi yang melibatkan dan memancing uang tetap menggiurkan dan sangat sayang untuk dilepaskan.
Pajak Judi termasuk pemasukan yang signifikan untuk menambah pundi-pundi negara yang bisa digunakan untuk pembangunan.
Namun Indonesia, betul-betul strict berdasarkan aturan perUndang-Undangannya untuk melarang judi dilakukan di Indonesia secara tuntas dan menyeluruuh, tanpa sedikitpun ada toleransi.
Apakah dengan demikian praktik perjudian nihil di bumi pertiwi tercinta?
Ternyata larangan dan sanksi perundang-undangan yang cukup berat, tidak menyurutkan hasrat bandar judi dan penjudi, melakukan hobbynya di Indonesia.
4 (empat) promotor (bandar) judi online ditangkap pihak Kepolisian pada hari Rabu 24 April 2024 malam di Depok (Kompas, Sabtu, 27 April 2024).
Judi online yang dipromosikan melalui YouTube tersebut cukup luar biasa karena mempunyai omzet Rp 1 miliar per bulan.
Para promotor (bandar) judi diancam dengan Pasal 27 ayat 2 jo. Pasal 45 ayat 3 Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2016 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 dan terakhir dirubah berdasarkan Undang-Undang Nomor 1 tahun 2024 tentang Informasi Teknologi dan Elektronik (UU ITE) dan/atau Pasal 303 Kitab Undang-undang Hukum Pidana (KUHP).
Dalam UU ITE ancaman hukumannya relatif ringan. UU ITE dalam Pasal 45 ayat 2 hanya mengancam maksimal pidana penjara 6 tahun dan/atau denda paling banyak Rp 1 miliar (satu miliar rupiah).
Malah Pasal 303 KUHP ancaman hukuman penjaranya jauh lebih berat yaitu maksimal pidana penjara selama 10 (sepuluh) tahun, namun dendanya sangat ringan yaitu hanya sekedar Rp 25.000.000,00 (dua puluh lima juta rupiah).