Bentuk lain dari arogansi pengemudi jalanan adalah pelanggaran terhadap ketentuan Pasal 106 ayat 4 butir e UU LLAJ tentang pemenuhan ketentuan berhenti dan parkir juga sering kita saksikan.
Sebagaimana contoh kasus dalam awal artikel yang menceritakan adanya pengemudi pegawai Pertamina yang memarkir mobil seenaknya dan mengganggu kelancaran lalu lintas di Jakarta Selatan.Â
Ketika ditegur, malah pengemudi yang arogan memarkir seenaknya membuang ludah kepada pengemudi yang menegurnya.
Padahal berhenti dan parkir sembarangan selain merupakan sikap arogan juga dapat dikenai sanksi dengan pidana kurungan 1 bulan penjara atau denda maksimal Rp 250.000,00 (dua ratus lima puluh ribu rupiah) berdasarkan Pasal 287 ayat 3 UU LLAJ.
Jadi walaupun beberapa praktik arogansi pengemudi di jalan merupakan pelanggaran terhadap UU LLAJ, namun yang lebih penting diperhatikan adalah kepatuhan pengemudi atas UU yang sekaligus otomatis menghilangkan sikap arogansi.
Sikap arogansi di jalan tidak bisa hanya dilihat sebagai pelanggaran aturan lalu lintas semata, akan tetapi juga bisa memicu masalah hukum yang lebih serius, seperti kehilangan nyawa sia-sia di jalanan.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H