Beberapa Praktik Arogan Di Jalan Raya.
Tidak jarang kita temukan sehari-hari di jalan raya dimana pengemudi menjalankan kendaraan secara ugal-ugalan memancing emosi pengemudi lain.
Tindakan memainkan lampu dim secara provokatif untuk mendahului kendaraan lain atau dengan kecepatan tinggi menggunakan bahu jalan untuk menyalip (biasanya di jalan tol).
Tindakan-tindakan tersebut ditambah dengan kombinasi penggunaan lampu sirine  tanpa hak (illegal), membunyikan dan menekan klakson membabi buta.
Mengemudikan kendaraan secara ugal-ugalan selain menunjukkan arogansi jalanan juga merupakan pelanggaran terhadap Pasal 106 ayat 1 Undang-Undang Nomor 22 tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan (UU LLAJ).
Berdasarkan Pasal 283 dapat dikenakan sanksi berupa pidana kurungan paling lama 3 (tiga) bulan atau denda maksimal Rp 750.000,00 (tujuh ratus lima puluh ribu rupiah).
Dalam kondisi lain, sudah jamak kita melihat masyarakat yang berduka dalam rombongan pengantaran jenazah ke kuburan diiringi oleh voorrijder rombongan yang arogan dan tidak sesuai dengan aturan UU LLAJ.
Berdasarkan Pasal 135 ayat 1 UU LLAJ yang berhak melakukan pengawalan (voorrijder) dalam iring-iringan pengantar jenazah adalah petugas Kepolisian Negara Republiki Indonesia (Polri).
Jadi tidak semua orang dapat dan berhak sebagai voorrijder iring-iringan jenazah.
Beberapa kali terjadi insiden baik berupa kecelakaan maupun terjadi misunderstanding antara voorrijder iring-iringan jenazah dengan pengguna jalan lain.
Penyebabnya oleh karena arogansi pengantaran (voorrijder) iring-iringan jenazah yang tidak profesional.