Oleh Handra Deddy Hasan
Seharusnya jalan raya mempunyai fungsi agar seseorang bisa berpindah tempat untuk menampung hasrat kepentingannya.
Kepentingan yang dimaksud disini berupa transportasi untuk kepentingan ekonomi (lalu lintas barang dan orang), keperluan sehari-hari, mulai dari aktifitas ke sekolah, berangkat ke tempat kerja, melakukan perjalanan wisata dan lain-lain.
Melihat pentingnya fungsi jalan raya untuk menampung aktifitas tersebut, maka sudah selayaknya jalan raya mempunyai standar keamanan yang tinggi agar penggunanya tidak celaka.
Keamanan jalan raya sangat penting, apalagi sebagaimana kita lihat dalam praktiknya jalan raya tidak hanya menampung pejalan kaki saja, tetapi juga dilewati oleh berbagai kendaraan bermotor dari yang roda dua dengan ukuran kecil sampai kendaraan beroda banyak seperti truck gandengan.
Namun ada fenomena baru yang membuat jalan raya tidak lagi aman, yaitu adanya beberapa warga yang menunjukkan sikap arogan ketika berlalu lintas di jalan raya.
Ada yang bertingkah seolah-olah ketika membeli kendaraan juga sekaligus memiliki jalan raya. Sehingga orang lain tidak boleh menyalip kendaraannya ketika berkendara. Setiap pengendara lain yang akan menyalip akan dihalang-halangi dan dimarahi.
Tingkah konyol seperti ini pasti akan memprovokasi dan memancing kemarahan pengendara lain, sehingga biasanya berakhir dengan perkelahian atau penganiayaan.
Anehnya tingkah mau menang sendiri ini, banyak ditemukan pada pengemudi merk-merk tertentu misalnya mobil merk Toyota Fortuner atau Mitsubishi Pajero.
Demikian lekatnya merk mobil tersebut dengan arogansi jalanan, sehingga banyak yang menjuluki kesombongan pemilik mobil Fortuner atau Pajero.
Memang belum ada penelitian yang sahih mengaitkan kesombongan pengendara dengan merk mobil. Namun mungkin saja karena kedua merk mobil tersebut berkaitan dengan bentuknya yang relatif bongsor (besar) membuat pengemudinya merasa perkasa.
Terakhir dan termasuk berita viral di masyarakat ketika Pengemudi mobil Fortuner bersikap arogan saat berkendara di Jalan Tol Jakarta-Cikampek.
Pelakunya semakin sombong dan arogan karena memakai pelat dinas Angkatan Darat (AD) di mobilnya, serta mengaku sebagai adik jenderal saat serempetan dengan kendaraan lain di jalan.
Sebelumnya juga viral dalam pemberitaan ketika ada aksi seorang pegawai Pertamina meludah ke pengemudi lain karena tidak terima ditegur lantaran parkir di tengah jalan di daerah Jakarta Selatan.
Alasan Pengemudi Arogan Di Jalan Raya.
Tidak mudah tentunya menemukan kenapa beberapa pengemudi demikian emosional dan terlihat arogan, sombong, mau menang sendiri ketika berkendara di jalan raya.
Secara obyektif memang bisa saja beberapa pengemudi tidak memiliki kesabaran yang cukup saat berkendara di jalan raya.
Hal ini berkaitan dengan kondisi jalan raya di kota-kota besar di Indonesia yang macet. Mereka mungkin merasa terburu-buru atau frustrasi dengan lalu lintas, yang dapat menyebabkan munculnya perilaku arogan.
Dapat juga diduga ada beberapa pengemudi yang memperoleh Surat Izin Mengemudinya (SIM) tidak benar yaitu dengan cara menembak (menyuap) petugas.
Sehingga pengetahuan ke lalulintasannya minim dan jelek sekali. Lebih parahnya mereka merasa bahwa segala aturan tersebut tidak berlaku baginya atau bahwa aturan tersebut menghalangi mereka untuk sampai ke tujuan dengan cepat.
Kita juga menyadari tentang sangat heterogennya ribuan pengemudi yang berkeliaran di jalan raya di Indonesia.
Mereka berbeda, dari mulai bahasa, tingkat pendidikan, suku, latar belakang ekonomi, sehingga dengan segala perbedaan tersebut bisa saja beberapa golongan pengemudi memiliki tingkat toleransi yang rendah terhadap kesalahan orang lain di jalan raya.
Mereka mungkin cepat marah atau merasa lebih superior terhadap pengemudi lain yang dianggap membuat kesalahan dalam berlalu lintas.
Bagi Pengemudi yang secara subyektif memang mempunyai masalah kepribadian dan sedang mengalami masalah emosi atau stres, Â mereka akan cenderung menunjukkan kecendrungan perilaku arogan di jalan raya.
Emosi negatif yang tidak terkendali akan mempengaruhi cara seseorang berinteraksi dengan pengemudi lain di jalan raya.
Ada bahaya tersembunyi dimana beberapa pengemudi yang tidak sepenuhnya menyadari dampak dari perilaku arogan mereka di jalan raya.
Perilaku arogan bukan hanya sekedar merupakan aksi-aksian atau hanya merupakan pelanggaran lalu lintas saja.
Mereka mungkin tidak menyadari bahwa perilaku mereka dapat membahayakan diri sendiri dan pengemudi lain.
Tindakan arogan di jalan raya akan memicu perkelahian, penganiayaan dan tidak tertutup kemungkinan dapat menghilangkan nyawa seseorang.
Oleh karena itu sudah selayaknya, apapun alasannya tindakan aksi arogan di jalanan harus dihentikan.
Perilaku arogan di jalan raya dapat berbahaya dan dapat menyebabkan kecelakaan dan juga memicu perkelahian/penganiayaan.
Perlu menjaga ketenangan emosi dan mengutamakan keselamatan dalam berkendara di jalan raya.
Beberapa Praktik Arogan Di Jalan Raya.
Tidak jarang kita temukan sehari-hari di jalan raya dimana pengemudi menjalankan kendaraan secara ugal-ugalan memancing emosi pengemudi lain.
Tindakan memainkan lampu dim secara provokatif untuk mendahului kendaraan lain atau dengan kecepatan tinggi menggunakan bahu jalan untuk menyalip (biasanya di jalan tol).
Tindakan-tindakan tersebut ditambah dengan kombinasi penggunaan lampu sirine  tanpa hak (illegal), membunyikan dan menekan klakson membabi buta.
Mengemudikan kendaraan secara ugal-ugalan selain menunjukkan arogansi jalanan juga merupakan pelanggaran terhadap Pasal 106 ayat 1 Undang-Undang Nomor 22 tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan (UU LLAJ).
Berdasarkan Pasal 283 dapat dikenakan sanksi berupa pidana kurungan paling lama 3 (tiga) bulan atau denda maksimal Rp 750.000,00 (tujuh ratus lima puluh ribu rupiah).
Dalam kondisi lain, sudah jamak kita melihat masyarakat yang berduka dalam rombongan pengantaran jenazah ke kuburan diiringi oleh voorrijder rombongan yang arogan dan tidak sesuai dengan aturan UU LLAJ.
Berdasarkan Pasal 135 ayat 1 UU LLAJ yang berhak melakukan pengawalan (voorrijder) dalam iring-iringan pengantar jenazah adalah petugas Kepolisian Negara Republiki Indonesia (Polri).
Jadi tidak semua orang dapat dan berhak sebagai voorrijder iring-iringan jenazah.
Beberapa kali terjadi insiden baik berupa kecelakaan maupun terjadi misunderstanding antara voorrijder iring-iringan jenazah dengan pengguna jalan lain.
Penyebabnya oleh karena arogansi pengantaran (voorrijder) iring-iringan jenazah yang tidak profesional.
Bentuk lain dari arogansi pengemudi jalanan adalah pelanggaran terhadap ketentuan Pasal 106 ayat 4 butir e UU LLAJ tentang pemenuhan ketentuan berhenti dan parkir juga sering kita saksikan.
Sebagaimana contoh kasus dalam awal artikel yang menceritakan adanya pengemudi pegawai Pertamina yang memarkir mobil seenaknya dan mengganggu kelancaran lalu lintas di Jakarta Selatan.Â
Ketika ditegur, malah pengemudi yang arogan memarkir seenaknya membuang ludah kepada pengemudi yang menegurnya.
Padahal berhenti dan parkir sembarangan selain merupakan sikap arogan juga dapat dikenai sanksi dengan pidana kurungan 1 bulan penjara atau denda maksimal Rp 250.000,00 (dua ratus lima puluh ribu rupiah) berdasarkan Pasal 287 ayat 3 UU LLAJ.
Jadi walaupun beberapa praktik arogansi pengemudi di jalan merupakan pelanggaran terhadap UU LLAJ, namun yang lebih penting diperhatikan adalah kepatuhan pengemudi atas UU yang sekaligus otomatis menghilangkan sikap arogansi.
Sikap arogansi di jalan tidak bisa hanya dilihat sebagai pelanggaran aturan lalu lintas semata, akan tetapi juga bisa memicu masalah hukum yang lebih serius, seperti kehilangan nyawa sia-sia di jalanan.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H