Mohon tunggu...
Handra Deddy Hasan
Handra Deddy Hasan Mohon Tunggu... Pengacara - Fiat justitia ruat caelum

Advokat dan Dosen Universitas Trisakti

Selanjutnya

Tutup

Hukum Pilihan

Perlu Dipertanyakan Kewarasan Pelaku Penembakan di Kantor MUI Jakarta

5 Mei 2023   21:32 Diperbarui: 5 Mei 2023   21:57 418
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
 sumber gambar Antara photo/Galih Pradipta

Perlu Dipertanyakan Kewarasan Pelaku Penembakan Di Kantor MUI Jakarta

oleh Handra Deddy Hasan.

Pada hari Selasa, tanggal 2 Mei 2023 terjadi penembakan di Kantor Mejelis Ulama Indonesia (MUI) Pusat di Jalan Proklamasi, Jakarta Pusat.  Menurut berita yang beredar di media daring seorang pria yang diketahui bernama Mustopa (60) mendatangi Kantor MUI Pusat untuk menemui Ketua MUI. Pada saat ditanyai petugas keamanan, Mustopa tiba-tiba menodongkan senjata. 

Sesuai dengan keterangan yang disampaikan Kapolda Metro Jaya, Irjen Karyoto menyebutkan bahwa pelaku menggunakan senjata airsoft gun dalam melakukan aksinya.

Dilansir detikSumut, pelaku penembakan bernama Mustopa NR. Nama itu tercantum pada foto Kartu Tanda Penduduk (KTP) milik pelaku penembakan di kantor MUI tersebut. Mustopa lahir di Sukajaya, 9 April 1963. Ia merupakan warga Desa Sukajaya, Kecamatan Kedondong, Kabupaten Pesawaran, Lampung.

Direktur Reserse Kriminal Umum Polda Metro Jaya Kombes Hengki Haryadi mengungkapkan motif pelaku melakukan penembakan di kantor MUI Pusat. Pelaku disebut ingin diakui sebagai wakil Nabi.
Temuan lainnya, MUI juga mendapatkan sebuah surat yang dikirim oleh Mustopa ke Kantor MUI Pusat pada hari itu yang ditujukan kepada Ketua MUI. Surat tersebut juga berisi klaim pelaku sebagai pesuruh Nabi dengan misi untuk mempersatukan umat.

Mustopa dilaporkan tewas setelah beraksi, namun pihak kepolisian melaporkan jika penyebab kematian masih misterius (belum jelas). Obat-obatan juga ditemukan di dalam tas pelaku. Langkah berikutnya, polisi akan melakukan autopsi, dan masih mendalami latar belakang pelaku. Densus 88 Antiteror juga akan terlibat dalam koordinasi kasus ini.

Selain itu ditemukan surat  yang diketik pakai komputer berisi sumpah pelaku yang dikutip lengkap sebagai berikut ;

SUMPAH YANG KEDUA

Kepada Bapak Pimpinan KAPOLDA METRO Jaya yang terhormat, setelah saya membawa PISAU ke kantor Bapak tetap saya tidak mendapatkan hak saya yaitu keadilan juga Bapak tidak mempertemukan saya dengan ketua MUI REPUBLIK INDONESIA saya mohon kepada Bapak selaku penegak hukum supaya saya dipenjarakan seumur hidup/ Tembak Mati kalau tidak bapak lakukan.
SAYA BERSUMPAH atas nama ALLAH Dan RASUL saya akan cari senjata api saya akan tembak Penguasa/Pejabat di Negeri ini terutama orang-orang MUI tanpa memberi tahu terlebih dahulu/ meminta izin untuk kedua kalinya kepada Penegak Hukum/ Kepolisian karena saya sudah lelah berjuang untuk mendapatkan hak saya yaitu keadilan.

25 Juli 2022

Hormat saya

MUSTOFA. NR"

Tersangka Pelaku Penembakan Almarhum Mustopa Diduga Mempunyai Masalah Kejiwaan.

Berpedoman pada analisa dari fakta-fakta di tempat kejadian dan kronologi peristiwa kejadian dapat diduga keras bahwa almarhum Mustopa memiliki masalah kejiwaan. Dugaan didasarkan fakta bahwa pelaku mempunyai waham kenabian dan bunyi sumpah tertulis yang dibuat pelaku. Ditambah lagi menurut keterangan dari menantu perempuannya bernama Innifarizat yang memberikan keterangan dalam acara Dua Sisi TV One pada hari Kamis malam tanggal 4 Mei 2023, menceritakan bahwa pelaku suatu saat pernah demam panas dan bermimpi bertemu nabi. Akibat mimpi tersebut pelaku merasa punya misi kenabian.

Dalam acara Dua Sisi TV One juga terungkap bahwa kejadian pengakuan pelaku sebagai nabi bukan kali ini saja. Sebelumnya aksi seperti ini pernah dilakukan dan berurusan dengan MUI Lampung. Bahkan pelaku untuk menyampaikan misinya pernah melakukan tindak pidana kekerasan dan perusakan di kantor Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Lampung.

Jadi kejadian kejahatan (penembakan) yang terjadi di MUI Pusat dalam versi yang berbeda sudah pernah terjadi di Lampung sebelumnya (berarti pelaku residivis). Seharusnya kalau memang pernah terjadi kejadian pidana yang membahayakan masyarakat sebelumnya, kenapa tidak terdeteksi bahwa pelaku mempunyai kelainan jiwa sehingga aparat dapat melakukan tindakan yang tepat sesuai aturan per undang-undangan dan tidak terjadi aksi penembakan dikantor MUI Pusat. Hal ini kemungkinan, sesuai dengan penuturan menantu perempuan pelaku Innifarizat dalam acara Dua Sisi Tv One,  dalam kesehariannya pelaku sangat normal sebagaimana orang-orang lainnya, seperti beribadah biasa-biasa saja, bahkan bergaul dengan sesama dengan ramah.

Adapun langkah-langkah yang secara normatif dilakukan apabila aparat menduga bahwa tersangka mengalami gangguan jiwa dan pada saat yang sama juga membahayakan umum adalah sebagai berikut:

1. Penyidik segera melakukan tindakan untuk menangkap dan mengamankan tersangka agar tidak membahayakan orang lain.

2. Setelah tersangka diamankan, segera dilakukan pemeriksaan medis oleh dokter yang kompeten dalam bidang kesehatan jiwa untuk menentukan kondisi gangguan jiwa dan tingkat bahaya yang mungkin ditimbulkan oleh tersangka.

3. Apabila dokter menilai bahwa tersangka berbahaya bagi dirinya sendiri atau orang lain, maka dokter harus segera memberikan perawatan dan pengobatan yang diperlukan untuk mengendalikan kondisi gangguan jiwa dan mengurangi risiko bahaya yang ditimbulkan oleh tersangka.

4. Jika hasil pemeriksaan medis menunjukkan bahwa tersangka mengalami gangguan jiwa, penyidik segera memberikan laporan keadaan tersebut kepada jaksa penuntut umum untuk dipertimbangkan apakah perlu melakukan tindakan lanjutan atau tidak.

5. Selain itu, jaksa penuntut umum juga dapat mengajukan permohonan kepada pengadilan untuk menetapkan penahanan terhadap tersangka dengan alasan untuk melindungi masyarakat dari bahaya yang ditimbulkan oleh tersangka.
Apabila jaksa penuntut umum memandang bahwa tersangka tidak dapat dimintai pertanggungjawaban atas perbuatannya karena mengalami gangguan jiwa, maka jaksa penuntut umum dapat mengajukan permohonan penghentian penuntutan kepada pengadilan.

6. Pengadilan kemudian akan melakukan pemeriksaan terhadap permohonan penghentian penuntutan tersebut dan memutuskan apakah penghentian penuntutan dapat dilakukan atau tidak berdasarkan ketentuan pasal 44 ayat 1 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana.

Jika penghentian penuntutan dikabulkan oleh pengadilan, maka tersangka tidak akan dijatuhi pidana dan akan dikirim ke rumah sakit jiwa untuk mendapatkan perawatan dan pengobatan yang sesuai dengan kondisi gangguan jiwanya sesuai dengan ketentuan Pasal 44 ayat 2 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana.

Dalam situasi seperti ini, perlu dilakukan koordinasi yang baik antara penyidik, dokter, jaksa penuntut umum, dan pengadilan untuk memastikan bahwa tindakan yang diambil sudah sesuai dengan prosedur yang berlaku dan memperhatikan hak dan kesejahteraan tersangka serta keamanan masyarakat.

Dengan menjalani prosedur sebagaimana diuraikan di atas, maka aparat dapat melakukan tindakan antisipastif dan preventif lebih awal sehingga tidak ada kejadian seperti aksi yang dilakukan almarhum Mustopa yang mengancam Ketua MUI.

Beberapa kasus yang terjadi di Indonesia, dimana perkaranya dihentikan karena Tersangkanya Memiliki Kelainan Jiwa.

Terdapat beberapa kasus di Indonesia yang melibatkan tersangka yang mengalami gangguan jiwa, sehingga menyebabkan perkara dihentikan dan tersangka ditahan dan dikirim Lembaga Pemasyarakatan dan Rumah Sakit Jiwa yang memiliki unit kesehatan jiwa, karena membahayakan masyarakat umum, diantaranya adalah ;

1. Kasus ibu membunuh anaknya di Cakung Jakarta Timur.

Penyidik Polsek Cakung menghentikan proses hukum kasus ibu diduga membunuh anaknya sendiri di Cakung, Jakarta Timur yang terjadi pada Kamis tanggal 28 Februari 2019.

Hal itu dilakukan setelah kepolisian menerima hasil tes psikologis tersangka L dari Rumah Sakit Polri Kramat Jati.

Hasil medis membuktikan L dinyatakan mengalami gangguan jiwa.

Kanit Reskrim Polsek Cakung AKP Tom Sirait mengatakan, proses hukum L yang menusuk SH sebanyak empat kali di dahi dan satu di dada, dihentikan karena sesuai aturan, orang yang mengidap gangguan jiwa tak dapat diadili.

"Sesuai UU proses hukumnya enggak dilanjutkan. Tim dokter yang memeriksa menyatakan kalau saat membunuh anaknya, dia sudah mengalami gangguan kejiwaan," kata Tom di Cakung, Jakarta Timur, Kamis (28/3/2019).

Lantaran dinyatakan memiliki gangguan kejiwaan, L kemudian diharuskan dirawat di Rumah Sakit Jiwa Duren Sawit, Jakarta Timur.

2. Kasus Penusukan di Mataram.

Polresta Mataram menghentikan penyidikan kasus penusukan yang dilakukan seorang yang bernama Muhit hingga menewaskan Muhdan. Peristiwa terjadi di Pagesangan Timur pada Selasa tanggal 6 September 2022.

Kasus ini dihentikan proses penyidikannya karena tersangka Muhit yang merupakan pelaku termasuk katagori Orang Dengan Gangguan Jiwa (ODGJ).

Kasat Reskrim Polresta Mataram pada waktu itu, Kompol Kadek Adi Budi Astawa mengatakan berdasarkan surat hasil visum psikiatri menunjukkan tersangka Muhit sedang dalam gangguan jiwa berat.

"Dalam KUHAP, orang yang sedang dalam gangguan jiwa tidak bisa mempertanggungjawabkan perbuatannya," Ungkap Kasat Reskrim Polresta Mataram, Kompol Kadek Adi Budi Astawa di Dinas Perdagangan Kota Mataram, Selasa (11/10/2022).

Kemudian berdasarkan surat dari Rumah Sakit Jiwa Mutiara Sukma Provinsi NTB, Muhit akan di tempatkan di Rumah Sakit Jiwa.

3. Kasus Perempuan Membawa Masuk Anjing ke Masjid di Bogor.

Perempuan yang membawa seekor anjing masuk ke salah satu masjid di Bogor, divonis bebas oleh hakim Pengadilan Negeri Cibinong pada hari Rabu tanggal 5 Februari 2020 karena terdakwa mengalami gangguan jiwa.

Pengacara terdakwa Alfonsus Atu Kota menyambut baik putusan hakim tersebut, karena dianggapnya Hakim sangat bijaksana dan telah memutuskan perkara dengan sangat adil.

Putusan Majelis Hakim Pengadilan Negeri Cibinong didasarkan hasil pemeriksaan Rumah Sakit Polri Kramat Jati yang memeriksa terdakwa SM dan dapat memastikan terdakwa mengidap gangguan kejiwaan skizofrenia tipe paranoid dan skizoafektif.

Terdakwa SM disebutkan memiliki riwayat penyakit tersebut dan telah mengidap gangguan jiwa telah lama yaitu sejak tahun 2013.

Kasus-kasus tersebut menunjukkan bahwa berdasarkan Pasal 44 ayat 1 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana bahwa mekanisme untuk menangani kasus-kasus yang melibatkan tersangka yang mengalami gangguan jiwa dengan cara dihentikan dan tersangka tidak dapat diproses secara hukum.

Selanjutnya berdasarkan Pasal 44 ayat 2 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana jika tersangka berdasarkan hasil pemeriksaan medis menunjukkan gangguan jiwa dimana perkaranya dihentikan, tersangkanya ditahan dan dikirim ke Lembaga Pemasyarakatan dan Rumah Sakit Jiwa yang memiliki unit kesehatan jiwa untuk pengobatannya.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Hukum Selengkapnya
Lihat Hukum Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun