Chapter IV
South Side Of The Sky
Ben Nassor melepas kepergian Herman dan Amanda di pinggir tebing.
Pantai di bawahnya menebar buih-buih ombak yang pecah melanda batu karang.
Ketika kemarin berpisah dengan mereka untuk saling mencari jalan kabur, ia telah mendapat kesan mendalam. Mereka bukan para pejuang tapi hanya orang biasa. Tetapi kesetia-kawanan mereka harus dihargai.
Kalau kemarin Ben Nassor berhasil membawa pesawat yang salah untuk di bawa kabur. Kali ini ia mendapatkan pesawat terbaik untuk mereka.
Perjalanan yang harus mereka tempuh adalah tempat yang paling mengerikan dan dihindari oleh dunia penerbangan bahkan di zaman sekarang sekalipun.
Sekarang bagi Ben Nassor tempat itu tidak lagi menjadi misteri sehingga Ia dan mereka dipastikan tidak salah mememilih tempat.
Tiba-tiba sempat timbul kekuatiran Ben Nassor ketika melihat rombongan pesawat-pesawat dari pihak musuh yang tampaknya mengejar pesawat Herman.
Tetapi ada keyakinan pula dalam diri Ben Nassor Herman bakal mampu mencapai tempat tujuannya di samudra atlantik kalau melihat jarak yang sudah jauh ditempuh oleh Herman.
Keyakinan Ben Nassor sama besar dengan Herman akan berhasil mencapai tempat tujuan mereka.
Pengalaman di negeri Piramid-piramid telah mengajarkan Herman menguasai peralatan canggih dengan lebih cepat dan lebih mudah. Rupanya semakin tinggi teknologi maka semakin mudah mengoperasikan setiap perangkat.
"Herman," kata Amanda. "Kuharap kamu tahu kita menuju kemana?"
"Tentu saja" Jawab Herman yakin. "Aku membawa ke tempat kapten Nemo terakhir mengucapkan selamat tinggal."
"Apa hubungannya keles ... " kata Amanda mempertanyakan omongan Herman, hubunganya dengan novel klasik karya Jules Verne.
"Kamu cari saja kordinat lokasi Kapten Nemo itu?" Pinta Herman. "Dalam buku Jules Verne Twenty Thousand"
"Leagues Under the Sea, ya sekitar 30 derajat dari Kutub Selatan yang berlokasi di 90 derajat Lintang Selatan, yaitu pada Lintang 60 derajat Selatan." Ujar Amanda sambil bantu Herman menentukan navigasi.
"Tapi tunggu dulu!" potong gadis itu. "Lokasi itu bukan kutub selatan, tapi kepulauan Bermuda!"
Amanda lebih seksama memperhatikan hasil perhitungan kordinat yang ia masukan di panel. "Kamu mau membawa kita ke kawasan segitiga Bermuda? Gila!"
"Tepat!" Tegas Herman sambil tersenyum meringis.
Mitos besar segitiga Bermuda tidak ayal berpengaruh kepada mereka sehingga membuat bergidik pula membayangkannya. Apalagi ini penerbangan pertama Herman di belakang kemudi pesawat.
"Jadi sebenarnya Jules Verne menyimpan pesan rahasia letak kutub selatan era geologi Pliosen!?" Tanya Amanda menuntut ketegasan dari Herman.
"Ya!" Jawan Herman mantap. Lalu Herman mengarahkan pesawat ke arah yang harus Herman tempuh atas petunjuk kordinat yang diberikan Amanda.
Herman dan Amanda memeriksa ulang sabuk pengaman dan memastikan terpasang dengan baik.
Tetapi pada saat yang sama radar memberitahukan kehadiran tiga buah pesawat asing di belakang mereka.
Herman dan Amanda terkejut dan tidak mengira mereka masih dikejar.
Pesawat para pengejar sudah tampak di belakang mereka, maka Herman terus memacu pesawatnya dengan kecepatan penuh terus munuju ke selatan.
Tiba-tiba terdengar suara perintah dari radio, "Hai, kalian kembali putar balik pesawat!"
Herman dan Amanda maklum pesawat ini milik mereka jadi bisa berkomunikasi lewat radio.
Tapi tidak sedikitpun mereka berniat membalas panggilan itu.
Lalu terdengar lagi, "Kami janji tidak akan menyakiti kalian ... "
Tetapi mereka biarkan juga.
"Atau kami akan menembak jatuh!"
Kali ini mereka mulai jengkel dan mengancam. Tapi tentu saja tetap mereka abaikan.
Suiiiiing .....!!!
Tiba- tiba mereka dikagetkan oleh suara berdesing keras lalu disusul suara ledakan, DUAAR!!!!
Â
Pesawat sempat oleng akibat Herman yang dikejutkan oleh tembakan peringatan dari pesawat yang mengejar mereka.
Tembakan meledak tepat di samping pesawat yang Herman kemudikan.
Tetapi peringatan dari mereka tidak membuat Herman takut, malah Herman menjadi marah dan semakin meningkatkan kecepatan terbang supaya bisa menjauh dari para pengejarnya.
Tentu saja Herman dan Amanda tahu bahwa mereka tidak akan ditembak jatuh karena pihak musuh membutuhkan rahasia ilmu pengetahuan zaman Osiris yang mereka bawa.
Tidak ada pilihan lain bagi pihak musuh selain tetap mengejar dan menakut- nakuti dengan tembakan berharap bisa memaksa Herman balik arah dan mematuhi perintah mereka.
***
Semakin mendekati kawasan segitiga Bermuda, tampak langit di depan mereka semakin buruk dan tengah diamuk badai.
Sungguh Ben Nassor pandai memilih pesawat yang terbaik untuk digunakan pada medan yang bercuaca ekstrim seperti di kutub selatan ini, pikir Herman memuji sahabatnya itu.
Pesawat yang Herman kemudikan benar-benar tangguh mengarungi langit yang saat itu sedang dilanda cuaca buruk.
"Manda," pinta Herman, "tolong cari informasi, apakah saat ini bumi dalam posisi sejajar dengan matahari dan jupiter?"
Segera Amanda melakukan permintaan kekasihnya. Lalu setelah didapat info, Amanda bilang, "ya. Lalu apakah selanjutnya yang akan kamu tanyakan apakah sekarang saat yang sama Jupiter dalam posisi perihelium!?"
"Kalau itu kamu tanyakan, jawabanya iya!" sambung Amanda.
"YES!" seru Herman sambil mengepalkan tinjunya.
"Ya aku tahu, "YES", group band favorit kamu," Amanda merajuk.
"Bukan itu maksudnya," kata Herman memberikan senyum sambil menyempatkan mengusap rambut kekasihnya.
Â
"Kamu masih ingat Tormato di zaman Osiris," kata Herman. Amanda mengangguk lalu Herman melanjutkan paparannya.
"Tormato memanfaatkan hubungan sirkulasi magnet matahari dengan bumi sebagai wujud dynamo alam, sekaligus melenyapkan bencana alam yang seharusnya terjadi ketika posisi bumi sejajar dengan planet-planet yang lebih besar di belakangnya.
Ketika bumi sejajar dengan Jupiter misalnya dan pada saat yang sama Jupiter dalam posisi perihelium, maka bumi mengalami pembesaran radiasi yang datang dari Jupiter, maka akan terjadi bencana di bumi. Bisa berupa gempa bumi, tornado, gunung meletus dan lain-lain."
"Lalu apa hubunganya dengan di kawasan segitiga Bermuda ini?" tanya Amanda
"Kita tahu, kawasan segitiga bermuda adalah kutub selatan di zaman Osiris. Tetapi sekarang aktivitasnya masih ada sebagai bekas kutub selatan. Dan sekarang adalah waktu yang ideal di Bermuda karena sedang terjadi puncak badai akibat perihelium Jupiter yang sejajar dengan bumi.
Dalam badai seperti ini banyak terdapat neutron dan energy listrik yang sama fungsinya dengan time machine!"
Sungguh gembira hati Amanda mendengar kesimpulan ini dan barulah benar-benar mengerti kenapa mereka harus pergi ke kawasan segitiga Bermuda agar bisa pulang ke masa asal mereka.
"Tetapi!" teriak Amanda penuh kekuatiran. "Meskipun kita berhasil kembali ke masa kita, toh kita akan tetap berada di sini?"
"Waktu di jaman Osiris, Aku sempat mengamati teknologi mesin waktu mereka yang tidak hanya bisa berpindah waktu tetapi juga bisa berpindah tempat. Nah kita pegang Tempus Fugit yang fungsinya sama sebagai pemandu arah waktu dan tempat ..." Sahut Herman optimis.
"Kamu pernah mencobanya?" Tanya Amanda
"Ini kesempatan Kita satu-satunya!"
"Kalau gagal!?"
"Kalau gagal bisa saja kita terlempar ke perut bumi atau ke luar angkasa ..."
"Apa!"
***
Mulai memasuki langit di Segitiga Bermuda. Herman dan Amanda sudah dihantui 'suasana' yang tak biasa.
Kali ini mereka saksikan sendiri suasana mencekam dan ketakutan luar biasa pada saat mereka terbang.
Suasana pertama yang tidak menyenangkan adalah kondisi langit yang gelap gulita dan hanya sesekali kilatan cahaya menyala dari badai memperlihatkan gumpalan awan-awan hitam.
Tidak tampak daratan sedikitpun dan hanyalah permuakaan air laut yang berkilauan ketika di timpa cahaya petir.
Selanjutnya panel-panel indikator yang masih menggunakan manual ataupun yang sudah digital memperlihatkan peningkatan fluktuasi.
Pesawat mulai berguncang dan terjadi sering walaupun masih terasa kecil.
Jendela kaca di depan hidung pesawat bergetar di hantam badai dan air hujan mengaburkan pandangan mereka.
Beberapa kali pesawat seolah-olah kena disambar petir di tengah badai kencang yang melanda membuat nyali mereka semakin ciut.
Tapi sejauh ini navigasi masih baik tidak ada yang aneh dan arah terbang masih menunjuk pada arah yang benar.
Jauh di kaki langit akhirnya Herman melihat tiang api timbul dari permukaan laut menjulang ke angkasa.
"Ini gila! Mereka sepertinya sudah gila ..." terdengar suara dari radio yang berasal dari pesawat pengejar mereka di belakang.
"Tidak mungkin kita terus melakukan pengejaran!"
"Hubungipangkalan!"terdengarsuaraperintah.
Tapi kemudian lama sekali tidak ada kontak. Lalu ada percakapan tidak jelas karena hanya suara berisik yang terdengar saja.
Tiba-tiba terdengar lagi. "Kami tidak tahu maksud mereka. Ada yang tidak beres ini?
Semua terlihat aneh di kondisi cuaca seperti ini?" Sesudah ini sepi sejenak.
"Mungkin mereka benar-benar sudah gila terbang terus di wilayah ini!"
Lalu sepi kembali. Lalu pada saat seperti itu terdengar suara yang memutuskan untuk terbang kembali 180 derajat ke arah asal mereka datang, tetapi sinyal radionya makin lama makin lemah.
Herman dan Amanda justru menduga mereka terbang menjauhi tempat ini. Suara terakhir yang masih bisa didengar ialah : "Pangkalan mengijinkan ..... "
Segera sesudah kontak dengan pesawat-pesawat yang memburu mereka itu putus.
Tampak pula di radar pesawat para pengejar terbang melambat. Rupanya melihat kondisi cuaca semakin bertambah buruk pihak musuh membiarkan buruannya lolos.
Sementara pesawat yang dikemudikan Herman tepat menuju tiang api pusat badai.
Herman dan Amanda tersenyum geli melihat pesawat para pengejar berbelok arah dan kembali pulang ke pangkalan.
Tetapi sesaat perasaan geli menjadi lenyap ketika mereka mendengar bunyi gemuruh yang berasal dari tiang api yang semakin besar dan jelas karena pesawat mereka semakin mendekati tiang api itu.
Mulai saat ini panel-panel indikator navigasi mulai kacau. Berbagai bunyi sibuk dari mesin mulai terdengar memberikan peringatan suara panik dan pesawat berguncang semakin keras.
Tiang api yang sesungguhnya amukan badai siklon listrik telah di depan mata.
Mungkin kalau pesawat biasa akan dihempas oleh kekuatan angin sebesar itu, tetapi beruntung pesawat masih dapat bertahan dan terus maju.
Air laut di kaki tiang api bercahaya dan bergolak seperti air dalam keadaan sedang direbus.
Tiang api yang berwarna putih menderu-deru berputar seperti angin yang digulung oleh kekuatan dahsyat memancarkan warna merah seperti bara api. Sungguh indah tetapi sangat mengerikan.
Lompatan-lompatan api berwarna kuning dan biru berputar mengikui arah putaran tiang api sehingga menimbulkan suara yang sangat memekakkan telinga.
Pesawat terus diarahkan langsung masuk ke tiang api tanpa ragu sedikitpun.
Herman memeluk Amanda dengan erat sambil menggenggam tempus fugit.
Herman mengamati tempus fugit memastikan setingannya terakhir masih menujukkan pada waktu yang tepat.
Lalu Herman dan Amanda tidak merasakan apa-apa lagi, semua mendadak senyap.
***
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H