Mohon tunggu...
Dr Hamzah M.Si
Dr Hamzah M.Si Mohon Tunggu... Dosen - Dosen departemen SKPM FEMA IPB University

Saat ini aktif menjadi dosen di Departemen SKPM FEMA IPB University lalu diamanahkan menjadi Koordinator Pendidikan Agama Islam di IPB Univeristy dan sebagai Koordinator bidang dakwah ibadah dan sosial Masjid Alhurriyyah IPB University

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan

Etika Bekerja dalam Perspektif Ajaran Islam

23 Oktober 2023   20:24 Diperbarui: 23 Oktober 2023   21:07 358
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Pendidikan. Sumber ilustrasi: PEXELS/McElspeth

Pendahuluan 

Bersyukur kepada Allah SWT. atas fasilitas dan  potensi Alam yang yang diberikan Allah SWT, dengan cara memberdayakan diri dan orang lain, berusaha dan bekerja untuk kebaikan dunia dan akhirat. Kerja dan usaha tidak terlepas dari peran memakmurkan bumi Allah SWT. Peran manusia sebagai khalifah untuk memakmurkan bumi. Sehingga lahir berbagai kemaslahatan dan terhindar dari fasad (kerusakan). Firman Allah: “Dan janganlah kamu membuat kerusakan di muka bumi sesudah (Allah) memperbaikinya. (Al-A’raf: 56).

Indonesia merupakan Negeri Agraris, memiliki kondisi tanah yang bagus dan subur. Tak heran, banyak lahan-lahan di Indonesia yang dapat menumbuhkan berbagai jenis tanaman yang bisa dimanfaatkan untuk penghidupan. Koesplus dalam lagunya: “Bukan lautan hanya kolam susu, kail dan jala cukup menghidupimu. Tiada badai, tiada topan kau temui, ikan dan udang menghampiri dirimu. Orang bilang tanah kita tanah syurga, tongkat, kayu dan batu jadi tanaman”. Itulah sepenggal bait lagu kolam susu yang dinyanyikan oleh Koes Plus. Lagu ini dibuat pada tahun 1973. Lagu ini menggambarkan betapa kaya sumber daya alam yang dimiliki Indonesia, Sri Mulyani mengatakan bahwa seluruh total aset yang dimiliki Indonesia pada tahun 2017 adalah sebesar Rp. 5.456 triliun. Tentu nilai yang cukup fantastis, untuk menyelesaikan berbagai masalah negeri ini, mengentaskan kemiskinan salah satunya.

Ternyata tradisi bercocok tanam atau bertani sudah ada sejak jaman Nabi Muhammad SAW. Bahkan, bercocok tanam atau pertanian menjadi anjuran Nabi Muhammad SAW karena bernilai jariyah bagi pelakunya.  Dalam hadis riwayat al-Bukhari  dan Ahmad disebutkan, “Tidak lah seorang muslim yang berkebun dan bertani, lalu ada burung, manusia atau hewan yang memakan darinyaa, kecuali bernilai sedekah bagi muslim tersebut.” Sedangkan dalam Hadis lain riwayat Imam Ahmad menyebutkan, “Kalaupun kiamat datang, lalu di tangan seorang muslim tergenggam sebatang tunas tanaman, maka hendaklah ia menanamnya selagi sempat, karena demikian itu terhitung pahala baginya.” Penegasan Alquran dan amanat Nabi melalui hadisnya menunjukkan bahwa pertanian amat penting bagi keberlangsungan hidup umat manusia. Kebutuhan atas makanan adalah hal yang primer yang tak terbantahkan.

 

Pembahasan 

Ukuran kemakmuran suatu bangsa dinilai atas pemenuhan terhadap kebutuhan dasar warganya, dan yang utama ialah pangan. Tidaklah suatu negara, bangsanya masih mengalami kelaparan atau kekurangan bahan makanan disebut Makmur, meskipun telah mencapai kemajuan dalam pembangunan di berbagai bidang. Inilah yang harusnya dijiwai oleh segenap Muslim, bahwa pertanian selain berdimensi duniawi ada jaminan berdampak ukhrawi, karena ada kemanfaatan yang bernilai jariyah dan terhitung pahala. 

Dikisahkan, para sahabat Nabi merupakan orang-orang yang sangat peduli dengan perihal bercocok tanam. Ditengah kesibukan para sahabat-sahabat Nabi seperti, Utsman bin Affan, Abu Darda, Abdurrahman bin Auf dan banyak sahabat lainnya, mereka masih menyempatkan waktu berkebun sebagaimana diriwayatkan dalam banyak atsar, salah satunya termaktub dalam al-Taratib al-Idariyyah karya Abdul Hayyi al-Kattani, suatu kali Abu Hurairah ditanya tentang integritas (muru’ah), beliau menjawab, “Takwa kepada Allah dan berkebun.”

Ketika Islam datang konsepsi tentang pekerjaan menjaadi hal terpenting. Ajaran Islam mendorong ummatnya untuk bekerja, sebagaimana frman Allah dalam QS. At-Taubah: 105

 “Dan Katakanlah: "Bekerjalah kamu, maka Allah dan Rasul-Nya serta orang-orang mukmin akan melihat pekerjaanmu itu, dan kamu akan dikembalikan kepada (Allah) Yang Mengetahui akan yang ghaib dan yang nyata, lalu diberitakan-Nya kepada kamu apa yang telah kamu kerjakan”.

Ayat diatas menunjukan bahwa Etos kerja merupakan Akhlaqul Karimah, Ia merupakan inti utama dari ajaran Islam dan sikap keberagamaan. Muslim dan mukmin yang utama adalah yang paling baik akhlaqnya. Rasulullah SAW sebagai panutan dalam kehidupan, memiliki akhlaq yang terpuji. Firman Allah dalam QS. Al-Qalam [68] ayat 4:

"Dan sesungguhnya kamu benar-benar berbudi pekerti yang agung." (QS. Al-Qalam [68]: 4).

Beretika harus tercermin dalam seluruh tatanan kehidupan (pribadi, keluarga, masyarakat, bangsa), termasuk dalam bekerja, baik bertani, berdagang maupun usaha lainnya.

Ajaran semangat atau etos kerja telah dicontohkan Rasulullah. Sejak masa remaja, beliau adalah seorang pedagang yang ulet dan jujur berdagang jauh sampai ke Negeri Syam. Berkat kerja keras dibarengi dengan etika dalam bekerja dan berusaha, maka berdagang sebagai pekerjaan Rasulullah saat itu berkembang pesat.

Suatu hari Rasulullah Saw. berjumpa dengan Sa’ad bin Mu’adz Al-Anshari. Ketika itu Rasul melihat tangan Sa’ad melepuh, kulitnya gosong kehitam-hitaman seperti terpanggang matahari. “Kenapa tanganmu?” tanya Rasul kepada Sa’ad. “Wahai Rasullullah,” jawab Sa’ad, “tanganku seperti ini karena aku mengolah tanah dengan cangkul, untuk mencari nafkah keluarga yang menjadi tanggunganku”. Seketika itu beliau mengambil tangan Sa’ad dan menciumnya seraya berkata, “Inilah tangan yang tidak akan pernah tersentuh api Neraka”.Alangkah mulianya ajaran Islam tentang bekerja.

Dengan motivasi ibadah, bekerja semestinya selalu memberikan yang terbaik. Bekerja sebaik mungkin. Dengan ihsan (baik) dan itqan (profesional). “maka berbuat baiklah sebagaimana Allah SWT. telah berbuat baik kepadamu” (Al Qashash: 77)

Para Nabi dan Rasul juga mengajarkan tentang etos kerja. Nabi Nuh pandai membuat Kapal, Nabi Musa seorang pengembala, Nabi Sulaiman seorang insiyur yang hebat, Nabi Yusuf seorang akuntan, Nabi Zakaria seorang tukang kayu, Nabi Isa seorang tabib yang mumpuni. Meski sebagai Nabi dan Rasul, mereka bekerja dan tetap menjaga etos kerja.

Rasulullah Muhammad SAW, sarat keahlian yang tak diragukan, yaitu dalam bidang perniagaan. Rasulullah SAW menegaskan bahwa: Bekerja merupakan kewajiban. Mencari rezeki yang halal adalah kewajiban setelah kewajiban yang lain. (HR. Al-Thabrani).

Allah SWT telah membuka peluang seluas-luasnya bagi umat untuk memanfaatkan karunia di bumi. Dengan itu diharapkan umat bisa mengangkat derajat hidupnya, tapi dengan syarat mutlak, harus dicapai melalui kerja. Beberapa kiat mendapatkan hasil pekerjaan yang baik dan bernilai di sisi Allah:

  • Kerja ikhlas yaitu kerja dengan  niat yang lurus ingin memanfaatkan ilmu yang dimiliki, karena Allah semata.

Rasulullah Saw. bersabda: "Seluruh manusia pasti mengalami kecelakaan, kecuali orang yang alim (berpengetahuan). Orang alim pasti mengalami kecelakaan, kecuali orang yang mau beramal (mengamalkan ilmunya). Dan orang yang beramal, pasti juga mengalami kecelakaan, kecuali orang yang ikhlas (beramal hanya karena Allah)."

Niat ibadah karena Allah, niat mencari rizki yang halal, niat memakmurkan bumi bisa bernilai ibadah di sisi Allah SWT. Pada satu pagi Rasul Saw. dan para Sahabat sedang berkumpul kemudian mereka melihat seseorang yang kuat berjalan dengan cepat dan enerjik menuju kerja. Para Sahabat takjub terhadap orang tersebut. Maka para Sahabat berkata: Wahai Rasul Saw. bila saja ia berada dalam jalan Allah (fi Sabilillah) -pasti lebih baik baginya-. Maka Rasul Saw. berkata: “Jika ia bekerja untuk anaknya yang masih kecil, maka itu berarti fi Sabilillah. Jika ia bekerja untuk kedua orangtuanya yang renta maka itu berarti fi Sabilillah. Dan jika ia bekerja karena riya dan kebanggaan maka itu di jalan Setan hingga esok. ”. (HR. Atabrani).

  • Kerja keras yaitu kerja secara optimal, tidak malas, dan memanfaatkan waktu dengan sebaik-baiknya.

Artinyya:"Dan orang-orang yang berjihad untuk (mencari keridhaan) Kami, benar- benar akan Kami tunjukkan kepada mereka jalan-jalan Kami. Dan sesungguhnya Allah benar-benar beserta orang-orang yang berbuat baik." (QS. Al-Ankabut [29]: 69).

Rasulullah Saw. Bersabda: "Ya Allah aku berlindungA kepada-Mu dari lemah pendirian, sifat malas, penakut, kikir, hilangnya kesadaran, terlilit utang dan dikendalikan orang lain.”. Dan aku berlindung kepada-Mu dari siksa kubur, dan dari fitnah (ketika) hidup dan mati". (HR. Bukhari dan Muslim).

  • Kerja cerdas dengan merencanakan dan memperhitungkan segala sesuatu secara baik.

Rasulullah Saw. bersabda: “Apabila kalian mengerjakan sesuatu (pekerjaan) maka pikirkanlah akibat dan dampaknya. Jika perbuatan itu baik, kerjakanlah dan jika pekerjaan itu buruk, maka tinggalkanlah.” (HR. Ibnu Mubarok).

 

d) Bekerja dengan Amanah, jujur dan profesional

Rasulullah Saw. bersabda: “Sesungguhnya Allah SWT mencintai seorang hamba yang apabila ia bekerja, ia menyempurnakan pekerjaannya (bekerja secara profesional).” (HR. Thabrani).

e). Kerja secara berjamaah serta membangun networking yang kuat. Perhatikan firman Allah dalam QS. Ash-Shaff [61] ayat 4.

"Sesungguhnya Allah menyukai orang yang berperang dijalan-Nya dalam barisan yang teratur seakan-akan mereka seperti suatu bangunan yang tersusun kokoh." (QS. Ash-Shaff [61]: 4).

Sayyidina Ali ra berkata: "Kebenaran yang tidak diorganisir dengan rapi dan teratur, akan dikalahkan (hancur) oleh kebathilan yang diorganisir dengan rapi”.

“Dialah Yang menjadikan bumi itu mudah bagi kamu, maka berjalanlah di segala penjurunya dan makanlah sebahagian dari rezeki-Nya. Dan hanya kepada-Nya-lah kamu (kembali setelah) dibangkitkan”. (QS. Al-Mulk: 15)

Dalam Surat Al-Mulk ayat 15 di atas, Allah menjadikan bumi itu mudah bagi manusia. Maka itu, manusia mestinya berjalan di segala penjuru bumi dan memakan sebagian rezeki yang dianugerahkan oleh Allah. Hanya kepada Allah manusia kembali setelah mereka semua dibangkitkan.

Cendekiawan Muslim, Yusuf Al-Qaradhawi, merespons ayat tersebut dengan penjelasannya, bahwa hendaknya umat Islam menjadikan hal itu sebagai prinsip utama. Maknanya, umat tidak boleh malas apalagi tidak bekerja. Tak bekerja atau malas bekerja tak dibenarkan dengan dalih apa pun, dengan alasan karena seorang Muslim sibuk ibadah dan bertawakal. Di antara yang dikecam dalam Islam, sambung Al-Qaradhawi, yakni seorang yang terus-menerus mengandalkan uluran tangan dari orang lain, padahal dirinya masih kuat dan bisa bekerja.

Mengutip hadis yang diriwayatkan Turmudzi, Al-Qaradhawi menegaskan, sedekah tak halal untuk orang kaya dan orang yang masih mempunyai kekuatan sempurna. Meminta-minta, termasuk dalam kategori tersebut. Nabi Muhammad sangat mengharamkan seorang Muslim untuk meminta-minta. Rasulullah adalah orang yang giat bekerja dan pantang berpangku tangan. Sejak muda, ia dikenal sebagai saudagar yang ulet dan jujur. Tetapi, kini banyak orang lebih suka mengemis daripada bekerja. Kesukaan meminta-minta ini merajalela di negeri Indonesia tercinta. Tanpa sadar mereka telah mengingkari nikmat Allah yang dianugerahkan kepada mereka, baik berupa badan yang kuat, akal dan kecerdasan, maupun kemampuan berproduksi. Padahal, Rasulullah sangat tegas dalam soal ini. "Tangan di atas (pemberi) itu lebih baik daripada tangan  di bawah (peminta-minta)." Diriwayatkan oleh Imam al-Bukhâri (no. 1427) dan Muslim (no.1053)

Menurut al-Khauli dalam al-Adab an-Nabawi, jika si pengemis itu sebenarnya mampu mencari nafkah tetapi dia lebih memilih untuk menjadi pengemis, dia telah kafir terhadap nikmat Allah. Disebut demikian karena dia tidak mau mensyukuri nikmat anggota tubuh yang dikaruniakan Allah. Kalau dia bersyukur, seharusnya dia memanfaatkan anggota tubuhnya. Orang-orang yang berjualan sayuran yang murah harganya, yang mereka panen dari ladang, lalu mereka pikul, mereka itu lebih mulia daripada orang-orang yang lalu-lalang di jalanan, siang malam, mengemis kepada manusia, padahal mayoritas mereka sebenarnya mampu bekerja mencari nafkah dengan baik. Rasulullah SAW bersabda, "Bahwasanya salah seorang di antara kalian mengambil talinya, lalu dia datang dengan membawa seikat kayu bakar, lalu dia menjualnya sehingga Allah memberinya kecukupan dengan itu adalah lebih baik baginya daripada dia meminta-minta kepada orang lain, baik mereka mau memberinya maupun tidak." (HR Bukhari).

Dalam hadis tersebut, Rasulullah mengajak umatnya untuk mencari nafkah yang halal dengan cara yang baik, tidak meminta-minta. Mengapa? Karena mengemis adalah perbuatan yang rendah lagi hina. Pekerjaan yang kasar dan rendah dalam pandangan kebanyakan manusia, misalnya mencari kayu bakar di hutan lalu menjualnya, lebih baik menurut Rosulullah SAW daripada meminta-minta. Bekerja dengan motivasi, cara dan orientasi ibadah adalah perkara yang sangat mulia di sisi Allah SWT, kemuliaan berupa ibadah dan manfaat kelak bagi kehidupan masa depannya, utamanya di Akhirat.

Kegiatan pertanian dapat mendekatkan diri seseorang ke pada Allah SWT dapat dilihat dengan jelas dalam proses kejadian tumbuh - tumbuhan atau tanaman. Apabila seseorang itu melakukan usaha pertanian, ia akan membuat seseorang itu lebih memahami hakikat sebenarnya konsep tawakal dan beriman kepada kekuasannya yang memberikan hasil tetap datangnya dari Allah SWT. QS. 36: 33-35

Artinya: “Dan suatu tanda (kekuasaan Allah yang besar) bagi mereka adalah bumi yang mati. Kami hidupkan bumi itu dan Kami keluarkan dari padanya biji-bijian, maka daripadanya mereka makan. Dan Kami jadikan padanya kebun-kebun kurma dan anggur dan Kami pancarkan padanya beberapa mata air. supaya mereka dapat makan dari buahnya, dan dari apa yang diusahakan oleh tangan mereka.Maka mengapakah mereka tidak bersyukur (QS Yasin:33-35).

Akhir kalimat dari ayat 33 faminhu ya‘kuluun (maka dari biji-bijian mereka makan), menurut al-Zamakhsyari mengisyaratkan tentang pentingnya biji-bijian (habban) untuk kelangsungan kehidupan makhluk hidup di mukabumi. Bila saja makhluk kekuarangan tumbuh-tumbuhan, artinya mereka kekurangan makanan. Lalu akan timbul kerusakan dan musibah yang menimpa makhluk hidup.

Quraisy Shihab dalam Al-Misbah menerangkan bahwa kata ahyayna (kami menghidupkan) dan kata akhrajna (kami mengeluarkan) pada ayat 33 dengan memakai kata orang pertama jamak, mengisyaratkan adanya keterlibatan selain Allah SWT dalam menghidupkan bumi dan mengeluarkan tumbuh-tumbuhan. Keterlibatan yang dimaksudkan disini adalah keterlibatan manusia dalam menghidupkan dan merawat bumi dari keadaan kering kerontang.

            Atas dasar inilah hanya ada 3 profesi sebagaimana disebutkan oleh imam Al-Mawardi, ia berkata: pokok mata pencaharian tersebut adalah bercocok tanam (pertanian), perdagangan, dan pembuatan suatu barang (industri)”. Para ulama berselisih tentang manakah yang paling baik dari ketiga profesi tersebut. Mazhab As-Syafi’i berpendapat bahwa pertanian adalah yang paling baik. Sedangkan Imam Al-Mawardi dan Imam An-Nawawi berpendapat, bahwa bercocok tanaman adalah pekerjaan yang paling baik, dengan beberapa alasan: 1) Bercocok tanam adalah merupakan hasil usaha tangan sendiri. 2) Bercocok tanam memberikan manfaat yang umum bagi kaum muslimin bahkan binatang. Karena secara adat manusia dan binatang haruslah makan dan makanan tersebut tidaklah diperoleh melainkan dari hasil tanaman dan tumbuhan. 3) Bercocok tanam lebih dekat dengan tawakal.karena ketika seseorang menanam tanaman, maka sesungguhnya dia tidaklah berkuasa atas sebiji benih yang dia semaikan untuk tumbuh. Rasulullah Saw pun bersabda dalam hadist yang diriwayatkan oleh Bukhari, “Tiada seorang Muslim yang bertani atau berladang lalu hasil pertaniannya dimakan oleh burung atau manusia ataupun binatang melainkan bagi dirinya dari pada tanaman itu pahala sedekah” pada Al- Qur’an Surat Al-Baqarah :22                                                                                                                                                  Artinya: “Dialah (Allah) yang menjadikan bumi sebagai hamparan bagimu dan langit sebagai atap, dan Dialah yang menurunkan air (hujan) dari langit, lalu Dia hasilkan dengan (hujan) itu buah-buahan sebagai rezeki untukmu. Karena itu janganlah kamu mengadakan tandingan-tandingan bagi Allah, padahal kamu mengetahui.”

Ayat di atas memberikan pemahaman bahwa Dialah satu-satunya yang menciptakan dan memberikan rezeki. karena itu hanya Dia sajalah yang berhak disembah, tidak selain-Nya. Ayat ini memerintahkan kita untuk beribadah kepada Allah Ta'ala saja dan meniadakan sesembahan selain Allah apa pun bentuknya sebagai cerminan dari kalimat Laailaahaillallah. Dalam ayat ini terdapat tauhid Rububiyyah (pernyataan bahwa hanya Allah saja yang menciptakan, mengatur, menguasai dan memberikan rezeki kepada alam semesta) dan uluhiyyah (keberhakan-Nya diibadahi). Jika kita mengetahui bahwa hanya Dia yang menciptakan dan mengatur alam semesta, maka hanya Dia pula yang berhak diibadahi; tidak selain-Nya.

Quraisy Shihab dalam Tafsirnya Al-Mishbah: Sesungguhnya hanya Dialah yang mempersiapkan bumi dengan kekuasaan-Nya, membentangkan permukaannya agar mudah untuk ditempati dan didayagunakan. Dia menjadikan langit, benda-benda dan planetnya seperti bangunan yang kokoh. Dia juga memberikan kepada kalian sumber kehidupan dan segala nikmat, yaitu air. Dia menurunkan air dari langit dan menjadikannya sebagai sebab tumbuhnya tanaman dan pepohonan yang berbuah yang dapat kalian ambil manfaatnya. Dengan demikian, tidaklah benar kalian berpandangan bahwa Allah memiliki sekutu yang kalian sembah seperti menyembah Allah, sebab tiada sekutu bagi-Nya. Dengan fitrah dasar, kalian dapat mengetahui bahwa tidak ada sekutu bagi-Nya. Maka janganlah kalian menyeleweng dari fitrah tersebut.

Sebagai tanda manusia yang bersyukur akan segala nikmat Allah SWT. Dia menurunkan air dari langit dan menjadikannya sebagai sebab tumbuhnya tanaman dan pepohonan yang berbuah yang dapat kalian ambil manfaatnya .Pertanian atau bercocok tanam mendapat perhatian penting dalam ajaran Islam. Sejak 14 abad silam, Islam telah menganjurkan umatnya untuk bercocok tanam serta memanfaatkan lahan secara produktif. Tak hanya itu, Rasulullah Saw juga telah mengajarkan tata cara sewa lahan serta pembagian hasil bercocok tanam.

Berikut ini adalah beberapa Hadits Nabi Muhammad SAW yang menganjurkan umatnya untuk bercocok tanam:

Dari Jabir bin Abdullah RA, dia bercerita bahwa Rasulullah Saw bersabda:

"Tidaklah seorang Muslim menanam suatu tanaman melainkan apa yang dimakan dari tanaman itu sebagai sedekah baginya, dan apa yang dicuri dari tanaman tersebut sebagai sedekah baginya dan tidaklah kepunyaan seorang itu dikurangi melainkan menjadi sedekah baginya." (HR Imam Muslim)

Dari Anas bin Malik RA, Rasulullah Saw bersabda:

"Tidaklah seorang Muslim menanam pohon, tidak pula menanam tanaman kemudian hasil tanaman tersebut dimakan oleh burung, manusia atau binatang melainkan (tanaman tersebut) menjadi sedekah baginya." (HR Imam Bukhari).

Kedua hadits itu menunjukkan betapa bercocok tanam tak hanya memiliki manfaat bagi seorang Muslim saat hidup di dunia. Bertani atau bercocok tanam juga memberi manfaat untuk kehidupan di akhirat kelak. Sebab, tanaman yang dikonsumsi dan menjadi sumber kehidupan bagi manusia, hewan dan burung akan menjadi sedekah bagi orang yang menanamnya.

Islam menganjurkan untuk memakmurkan bumi dan memanfaatkan lahan supaya produktif dengan cara ditanami. Hadits-hadits yang menunjukkan anjuran ajaran agama islam untuk bercocok tanam yaitu yang saya dapatkan dari buku Silsilah Hadits Shahih yang ditulis oleh Syaikh Muhammad Nashiruddin Al-Albani rahimahulloh. Beliau menyebutkan hadits yang diriwayatkan Anas Rodhiyallohu ‘Anhu dari Rasulullah Shollallohu ‘Alaihi Wa Sallam bersabda:

“Sekiranya hari kiamat hendak terjadi, sedangkan di tangan salah seorang diantara kalian ada bibit kurma maka apabila dia mampu menanam sebelum terjadi kiamat maka hendaklah dia menanamnya.” (HR. Imam Ahmad 3/183, 184, 191, Imam Ath-Thayalisi no.2078, Imam Bukhari di kitab Al-Adab Al-Mufrad no. 479 dan Ibnul Arabi di kitabnya Al-Mu’jam 1/21 dari hadits Hisyam bin Yazid dari Anas Rodhiyallohu ‘Anhu)

Syaikh Al-Albani rohimahulloh menjelaskan bahwa hadits ini menyiratkan pesan yang cukup dalam, agar seseorang memanfaatkan masa hidupnya untuk menanam sesuatu yang dapat dinikmati oleh orang-orang sesudahnya, hingga pahalanya mengalir sampai hari kiamat tiba.  Pepohonan yang sudah besar dan berbuah, sebagiannya adalah ditanam oleh orang-orang yang telah meninggal. Meskipun orang-orang tersebut sudah meninggalkan dunia ini, tetapi manfaat dari pohon yang mereka tanam masih dapat dinikmati. Apabila mereka Muslim maka mereka akan mendapat pahala selama pohon tersebut produkstif bahkan sampai hari kiamat, sebagaimana hadits Nabi SAW:

“Tidaklah seorang muslim menanam tanaman lalu tanaman itu dimakan manusia, binatang ataupun burung melainkan tanaman itu menjadi sedekah baginya sampai hari kiamat.” (HR. Imam Muslim hadits no.1552(10))

Selanjutnya Syaikh Al-Albani rohimahulloh menyampaikan kembali dua hadits terkait anjuran menanam pohon, yang diriwayatkan oleh Abu Daud Al-Anshari dengan sanad yang shahih, dia berkata: : “Abdullah bin Salam Rodhiyallohu ‘Anhu berkata kepadaku:

“Jika engkau mendengar bahwa Dajjal telah keluar sedangkan kamu sedang menanam bibit kurma maka janganlah kamu tergesa-gesa untuk memperbaikinya, karena masih ada kehidupan setelah itu bagi manusia.”(HR. Abu Daud)

Ibnu Jarir rohimahulloh meriwayatkan sebuah hadits yang berasal dari Ammaroh bin Khuzaimah bin Tsabit, yang berkata: “Saya mendengar Umar Bin Al-Khaththab Rodhiyallohu ‘Anhu berkata kepada ayahku: ‘Apa yang menghalangimu untuk menanami tanahmu? Ayah saya menjawab: ‘Saya sudah tua dan besok akan mati.’ Kemudian Umar berkata: ‘Aku benar-benar menghimbaumu agar engkau mau menanaminya.’ Sungguh aku melihat Umar bin Khaththab menanam bersama ayahku dengan tangannya.” Begitulah di Al-Jami’al Al-kabir karya Imam As-Suyuti.

Selanjutnya Syaikh Al-Albani rohimahulloh menjelaskan: “Oleh karena itu ada sebagian sahabat yang menganggap bahwa orang yang bekerja untuk mengolah dan memanfaatkan lahannya adalah karyawan Allah Subhanahu Wa Ta’ala. Al- Imam Al-Bukhari dalam kitabnya Al-Adabul Mufrad hadits no. 448 meriwayatkan sebuah hadits dari Nafi’ bin Ashim bahwa dia mendengar Abdullah bin Amr berkata kepada salah seorang anaknya yang keluar ke tanah lapang (kebun): “Apakah para karyawanmu sedang bekerja?”

Lalu Abdullah bin Amr menyambung: “Seandainya engkau orang yang terdidik, niscaya kamu akan memperhatikan apa yang sedang dikerjakan oleh para karyawanmu.” Kemudian Abdullah bin Amr menoleh kepada kami, seraya berkata: “Jika seseorang bekerja bersama para karyawan di rumahnya.” (Dalam kesempatan lain, perawi berkata: “Pada apa yang dimilikinya”), maka ia termasuk karyawan Allah Subhanahu Wa Ta’ala,

Wallahu A’lamu Bishowwabi.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun