Mohon tunggu...
Dr Hamzah M.Si
Dr Hamzah M.Si Mohon Tunggu... Dosen - Dosen departemen SKPM FEMA IPB University

Saat ini aktif menjadi dosen di Departemen SKPM FEMA IPB University lalu diamanahkan menjadi Koordinator Pendidikan Agama Islam di IPB Univeristy dan sebagai Koordinator bidang dakwah ibadah dan sosial Masjid Alhurriyyah IPB University

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan

Etika Bekerja dalam Perspektif Ajaran Islam

23 Oktober 2023   20:24 Diperbarui: 23 Oktober 2023   21:07 358
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Pendidikan. Sumber ilustrasi: PEXELS/McElspeth

Mengutip hadis yang diriwayatkan Turmudzi, Al-Qaradhawi menegaskan, sedekah tak halal untuk orang kaya dan orang yang masih mempunyai kekuatan sempurna. Meminta-minta, termasuk dalam kategori tersebut. Nabi Muhammad sangat mengharamkan seorang Muslim untuk meminta-minta. Rasulullah adalah orang yang giat bekerja dan pantang berpangku tangan. Sejak muda, ia dikenal sebagai saudagar yang ulet dan jujur. Tetapi, kini banyak orang lebih suka mengemis daripada bekerja. Kesukaan meminta-minta ini merajalela di negeri Indonesia tercinta. Tanpa sadar mereka telah mengingkari nikmat Allah yang dianugerahkan kepada mereka, baik berupa badan yang kuat, akal dan kecerdasan, maupun kemampuan berproduksi. Padahal, Rasulullah sangat tegas dalam soal ini. "Tangan di atas (pemberi) itu lebih baik daripada tangan  di bawah (peminta-minta)." Diriwayatkan oleh Imam al-Bukhâri (no. 1427) dan Muslim (no.1053)

Menurut al-Khauli dalam al-Adab an-Nabawi, jika si pengemis itu sebenarnya mampu mencari nafkah tetapi dia lebih memilih untuk menjadi pengemis, dia telah kafir terhadap nikmat Allah. Disebut demikian karena dia tidak mau mensyukuri nikmat anggota tubuh yang dikaruniakan Allah. Kalau dia bersyukur, seharusnya dia memanfaatkan anggota tubuhnya. Orang-orang yang berjualan sayuran yang murah harganya, yang mereka panen dari ladang, lalu mereka pikul, mereka itu lebih mulia daripada orang-orang yang lalu-lalang di jalanan, siang malam, mengemis kepada manusia, padahal mayoritas mereka sebenarnya mampu bekerja mencari nafkah dengan baik. Rasulullah SAW bersabda, "Bahwasanya salah seorang di antara kalian mengambil talinya, lalu dia datang dengan membawa seikat kayu bakar, lalu dia menjualnya sehingga Allah memberinya kecukupan dengan itu adalah lebih baik baginya daripada dia meminta-minta kepada orang lain, baik mereka mau memberinya maupun tidak." (HR Bukhari).

Dalam hadis tersebut, Rasulullah mengajak umatnya untuk mencari nafkah yang halal dengan cara yang baik, tidak meminta-minta. Mengapa? Karena mengemis adalah perbuatan yang rendah lagi hina. Pekerjaan yang kasar dan rendah dalam pandangan kebanyakan manusia, misalnya mencari kayu bakar di hutan lalu menjualnya, lebih baik menurut Rosulullah SAW daripada meminta-minta. Bekerja dengan motivasi, cara dan orientasi ibadah adalah perkara yang sangat mulia di sisi Allah SWT, kemuliaan berupa ibadah dan manfaat kelak bagi kehidupan masa depannya, utamanya di Akhirat.

Kegiatan pertanian dapat mendekatkan diri seseorang ke pada Allah SWT dapat dilihat dengan jelas dalam proses kejadian tumbuh - tumbuhan atau tanaman. Apabila seseorang itu melakukan usaha pertanian, ia akan membuat seseorang itu lebih memahami hakikat sebenarnya konsep tawakal dan beriman kepada kekuasannya yang memberikan hasil tetap datangnya dari Allah SWT. QS. 36: 33-35

Artinya: “Dan suatu tanda (kekuasaan Allah yang besar) bagi mereka adalah bumi yang mati. Kami hidupkan bumi itu dan Kami keluarkan dari padanya biji-bijian, maka daripadanya mereka makan. Dan Kami jadikan padanya kebun-kebun kurma dan anggur dan Kami pancarkan padanya beberapa mata air. supaya mereka dapat makan dari buahnya, dan dari apa yang diusahakan oleh tangan mereka.Maka mengapakah mereka tidak bersyukur (QS Yasin:33-35).

Akhir kalimat dari ayat 33 faminhu ya‘kuluun (maka dari biji-bijian mereka makan), menurut al-Zamakhsyari mengisyaratkan tentang pentingnya biji-bijian (habban) untuk kelangsungan kehidupan makhluk hidup di mukabumi. Bila saja makhluk kekuarangan tumbuh-tumbuhan, artinya mereka kekurangan makanan. Lalu akan timbul kerusakan dan musibah yang menimpa makhluk hidup.

Quraisy Shihab dalam Al-Misbah menerangkan bahwa kata ahyayna (kami menghidupkan) dan kata akhrajna (kami mengeluarkan) pada ayat 33 dengan memakai kata orang pertama jamak, mengisyaratkan adanya keterlibatan selain Allah SWT dalam menghidupkan bumi dan mengeluarkan tumbuh-tumbuhan. Keterlibatan yang dimaksudkan disini adalah keterlibatan manusia dalam menghidupkan dan merawat bumi dari keadaan kering kerontang.

            Atas dasar inilah hanya ada 3 profesi sebagaimana disebutkan oleh imam Al-Mawardi, ia berkata: pokok mata pencaharian tersebut adalah bercocok tanam (pertanian), perdagangan, dan pembuatan suatu barang (industri)”. Para ulama berselisih tentang manakah yang paling baik dari ketiga profesi tersebut. Mazhab As-Syafi’i berpendapat bahwa pertanian adalah yang paling baik. Sedangkan Imam Al-Mawardi dan Imam An-Nawawi berpendapat, bahwa bercocok tanaman adalah pekerjaan yang paling baik, dengan beberapa alasan: 1) Bercocok tanam adalah merupakan hasil usaha tangan sendiri. 2) Bercocok tanam memberikan manfaat yang umum bagi kaum muslimin bahkan binatang. Karena secara adat manusia dan binatang haruslah makan dan makanan tersebut tidaklah diperoleh melainkan dari hasil tanaman dan tumbuhan. 3) Bercocok tanam lebih dekat dengan tawakal.karena ketika seseorang menanam tanaman, maka sesungguhnya dia tidaklah berkuasa atas sebiji benih yang dia semaikan untuk tumbuh. Rasulullah Saw pun bersabda dalam hadist yang diriwayatkan oleh Bukhari, “Tiada seorang Muslim yang bertani atau berladang lalu hasil pertaniannya dimakan oleh burung atau manusia ataupun binatang melainkan bagi dirinya dari pada tanaman itu pahala sedekah” pada Al- Qur’an Surat Al-Baqarah :22                                                                                                                                                  Artinya: “Dialah (Allah) yang menjadikan bumi sebagai hamparan bagimu dan langit sebagai atap, dan Dialah yang menurunkan air (hujan) dari langit, lalu Dia hasilkan dengan (hujan) itu buah-buahan sebagai rezeki untukmu. Karena itu janganlah kamu mengadakan tandingan-tandingan bagi Allah, padahal kamu mengetahui.”

Ayat di atas memberikan pemahaman bahwa Dialah satu-satunya yang menciptakan dan memberikan rezeki. karena itu hanya Dia sajalah yang berhak disembah, tidak selain-Nya. Ayat ini memerintahkan kita untuk beribadah kepada Allah Ta'ala saja dan meniadakan sesembahan selain Allah apa pun bentuknya sebagai cerminan dari kalimat Laailaahaillallah. Dalam ayat ini terdapat tauhid Rububiyyah (pernyataan bahwa hanya Allah saja yang menciptakan, mengatur, menguasai dan memberikan rezeki kepada alam semesta) dan uluhiyyah (keberhakan-Nya diibadahi). Jika kita mengetahui bahwa hanya Dia yang menciptakan dan mengatur alam semesta, maka hanya Dia pula yang berhak diibadahi; tidak selain-Nya.

Quraisy Shihab dalam Tafsirnya Al-Mishbah: Sesungguhnya hanya Dialah yang mempersiapkan bumi dengan kekuasaan-Nya, membentangkan permukaannya agar mudah untuk ditempati dan didayagunakan. Dia menjadikan langit, benda-benda dan planetnya seperti bangunan yang kokoh. Dia juga memberikan kepada kalian sumber kehidupan dan segala nikmat, yaitu air. Dia menurunkan air dari langit dan menjadikannya sebagai sebab tumbuhnya tanaman dan pepohonan yang berbuah yang dapat kalian ambil manfaatnya. Dengan demikian, tidaklah benar kalian berpandangan bahwa Allah memiliki sekutu yang kalian sembah seperti menyembah Allah, sebab tiada sekutu bagi-Nya. Dengan fitrah dasar, kalian dapat mengetahui bahwa tidak ada sekutu bagi-Nya. Maka janganlah kalian menyeleweng dari fitrah tersebut.

Sebagai tanda manusia yang bersyukur akan segala nikmat Allah SWT. Dia menurunkan air dari langit dan menjadikannya sebagai sebab tumbuhnya tanaman dan pepohonan yang berbuah yang dapat kalian ambil manfaatnya .Pertanian atau bercocok tanam mendapat perhatian penting dalam ajaran Islam. Sejak 14 abad silam, Islam telah menganjurkan umatnya untuk bercocok tanam serta memanfaatkan lahan secara produktif. Tak hanya itu, Rasulullah Saw juga telah mengajarkan tata cara sewa lahan serta pembagian hasil bercocok tanam.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun