"Ruang multimedia kadang-kadang digunakan juga oleh anak-anak untuk main game online...," dari salah seorang pegawai.
"Ruang multimedia ini hanya untuk belajar saja," kata pegawai yang lain pada lain kesempatan di acara yang berbeda.
Saya heran.
"Memangnya tidak ada peraturan tertulisnya tentang penggunaan ruang multimedia untuk apa?" pikir saya dalam hati.
Hari penertiban pun menjadi ricuh. Bukan di dalam perpustakaan, tapi di luar. Anak-anak laki-laki yang masih berusia dini tersebut main perosotan di dinding perpustakaan yang memang miring seperti perosotan.
Itulah saat terakhir saya melihat mereka. Sekarang saya tidak melihat mereka lagi. Entah apakah kelak mereka bakal kembali atau tidak.
* * *
Sekarang lebih tenang. Ada beberapa anak kecil yang lolos masuk ke ruang multimedia. Hanya menonton YouTube. Tak lebih dari itu. Mungkin pegawai perpustakaan tak tega dengan mereka dan mengizinkan masuk; atau mengira mereka datang untuk membaca buku.
Secara pribadi, di balik senyum anak-anak tersebut saat bermain gim daring, ada kepedihan di dalam keluarga. Keprihatinan. Kemiskinan. Orang tua yang sebenarnya ingin punya banyak waktu bersama mereka, tapi karena harus mencari nafkah, orang tua terpaksa "mengorbankan" quality time bersama keluarga.
Anak-anak ini mengalihkan kepahitan hidup dengan bermain gim online. Di dunia maya, mereka mendapatkan "kebahagiaan", meskipun hanya sesaat dan menyalahi aturan.
Jangan tertipu dengan senyuman anak, karena kita tidak tahu apakah suka atau derita yang ada di balik senyuman itu.