Saya jadi teringat dengan gambaran sepakbola tanpa gawang yang dikisahkan oleh seorang dosen di kampus saat saya masih berkuliah.
Gambaran sepakbola tanpa gawang terlihat bahwa permainan sepakbola tidak menuju kemana-mana. Tidak ada tujuan. Sepakbola akan menjadi olahraga yang membosankan.
Dengan adanya gawang, ada tujuan yang ingin dicapai setiap tim. Mencetak gol untuk meraih kemenangan.
Apakah cukup dengan hasil kemenangan? Tentu saja tidak cukup. Proses memainkan sepakbola dari kaki ke kaki, proses bagaimana gol tercipta atau bagaimana tim lain bertahan dari gempuran penyerangan bertubi-tubi, itu semua sangatlah menarik, menjadi candu bagi penggila sepakbola.
Proses permainan, jumlah gol tercipta, dan hasil akhir (siapa yang menang, pihak mana yang kalah, atau seri), dan juara liga di akhir musim adalah satu paket. Semuanya penting. Semuanya terkait. Tidak bisa mengabaikan salah satu atau salah dua diantaranya.
Demikian juga dengan pendidikan. Proses belajar mengajar, nilai hasil ujian, dan nilai rapor adalah satu kesatuan yang tidak bisa dipisahkan.
Tidak memberitahu nilai ujian kepada murid dan orangtua mereka adalah langkah memutus mata rantai keterkaitan tersebut.
Bukan sekadar hasil akhir, yaitu nilai rapor saja yang penting. Nilai hasil ujian juga sama pentingnya.
2. Ujian bukan sekadar formalitas belaka
Terkadang, kalau melihat pengalaman sebagai guru di beberapa sekolah di masa lampau, saya melihat kecenderungan kebanyakan guru dalam memandang ujian akhir semester sebatas, sekadar formalitas belaka.
"Nanti kita 'sulap' juga nilai-nilai rapornya, Pak Anton. Jadi kayaknya percuma ada ujian semester...," kata W, salah seorang rekan guru perempuan di salah satu SD tempat saya pernah mengajar dulu.
Beberapa guru juga berkata nyaris serupa. Pindah ke sekolah yang lain, pola pikir tersebut tetap sama, bertengger di benak kebanyakan guru di sekolah-sekolah tersebut.