Setelah waktu 60 menit usai, smartphone disimpan, karena peserta didik harus mengerjakan lima soal uraian (essay) di atas kertas dengan menggunakan bolpoin sebagai alat tulis. Durasi waktu pengerjaan untuk soal uraian adalah 30 menit.
Berbeda dengan mata pelajaran-mata pelajaran lain, Ilmu Pengetahuan Alam (IPA) dan Matematika mempunyai 30 soal PG (dengan waktu pengerjaan 60 menit) dan 5 soal uraian juga dengan waktu pengerjaan 60 menit).
Bagaimana dengan hasil ujian?
Dari sebelas mata pelajaran yang diujikan, hanya satu mata pelajaran yang diketahui hasilnya, yaitu Agama, dengan perincian PG benar mendapat nilai 40 (kata S) dijumlah dengan nilai soal uraian. Total nilai mata pelajaran Agama yang S peroleh adalah 80.
Hasil PG di Google Form tidak bisa diakses oleh murid. Untuk hasil soal uraian, guru agama membagikan kertas ujian murid dan meminta para murid untuk mengembalikan kembali kertas hasil soal uraian yang sudah ditandatangani oleh orangtua keesokan harinya.
Sepuluh mata pelajaran lainnya tidak diketahui bagaimana hasilnya.
Saran untuk sekolah-sekolah yang berkaitan dengan ujian semi daring
Saya tidak tahu berapa persisnya jumlah sekolah yang melaksanakan ujian semi daring di Samarinda. Entah sama atau berbeda kasus, saran-saran dari saya berikut ini, yang subjektif adanya, dari sudut pandang pribadi, saya tujukan pada SMP dimana S bersekolah dan sekolah-sekolah lain yang menganut praktik serupa.
Ada tiga saran saya:
1. Bukan sekadar nilai rapor
Dari beberapa orangtua murid yang pernah saya tanya, kebanyakan dari mereka tidak mau terlalu repot dan galau dengan nilai hasil ujian, karena toh, mereka melihat hasil akhir, nilai rapor, sebagai yang utama.
Padahal, nilai rapor terbentuk karena proses belajar mengajar dan hasil ujian. Proses belajar mengajar penting, hasil ujian juga penting.
Sayangnya, dalam praktiknya di kebanyakan sekolah di negara +62, hasil akhir, dalam hal ini nilai rapor lebih didewakan daripada hasil ujian dan proses belajar mengajar.