Mohon tunggu...
Hamdali Anton
Hamdali Anton Mohon Tunggu... Guru - English Teacher

Saya adalah seorang guru bahasa Inggris biasa di kota Samarinda, Kalimantan Timur. || E-mail : hamdali.anton@gmail.com || WA: 082353613105 || Instagram Custom Case : https://www.instagram.com/salisagadget/ || YouTube: English Itu Fun

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan Pilihan

Bukan Salah Komnas PA, tapi Salah...

6 September 2020   20:08 Diperbarui: 6 September 2020   19:56 163
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Tangkapan layar trending kata anjay di media sosial Twitter pada Minggu (30/8/2020).(Twitter) via KOMPAS.COM

Saya sedih mendengar penuturan ibu ini yang terkesan “cuci tangan” atas kemalasan putranya, sering bolos sekolah, dan yang lebih mengagetkan, sang ibu berkata bahwa anaknya bolos sekolah karena sering sakit, dan ingin bunuh diri karena sakitnya itu!

Kebetulan saya mempunyai kenalan yang anak laki-lakinya juga berkata ingin bunuh diri. Setelah selidik punya selidik, ternyata anaknya suka menonton sinetron religi yang jauh dari konten religi. Sinetron-sinetron bertopeng religi tersebut ditayangkan oleh salah satu televisi swasta.

“Bisa minta tolong Pak Anton hapus stasiun tv tersebut? Supaya dia tidak menonton sinetron-sinetron itu lagi?” pinta Bu Santi (nama samaran).

“Nanti anaknya bisa cari lagi. Kan gampang lewat remote control,” kata saya.

“Dia gak ngerti soal begituan. Sudah, Pak Anton hapus aja,” Bu Santi bersikeras.

Saya pun menuruti apa maunya. Saya hapus channel TV swasta tersebut dan memang terbukti, sang anak tidak bisa mencari saluran TV andalannya. Dia tak bisa lagi menonton sinetron religi (tapi bohong) yang disukainya dan pada akhirnya, hilanglah kata “bunuh diri” dari kamus perbendaharaan kata di otaknya.

Sempat saya berpikir, apakah anak Bu Donna juga menonton sinetron religi (tapi bohong) tadi sehingga tercuat kata ingin bunuh diri? Mungkin saja.

Yang jelas, dalam hal ini, perilaku dan tutur kata anak sebagian besar sangat tergantung pada orangtua, pada didikan mereka. Bukan pada sekolah sepenuhnya.

Kedua - Sekolah dan Lembaga Pendidikan Formal lainnya

Selain orangtua, sekolah dan lembaga pendidikan formal menempati urutan kedua yang menentukan karakter dan tuturan anak. Lima sampai enam jam atau lebih dalam sehari di sekolah. Bukan waktu yang singkat bagi pertumbuhan anak.

Dalam hal ini, saya berharap, pemerintah bisa mendesain ulang atau merombak total kurikulum yang ada saat ini. Sebagus apa pun tertuang dalam hitam di atas putih, sangat jauh dari kata indah di sisi penerapan. Kenapa? Karena terlalu berbasis hasil, bukan proses.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun