Komnas PA) menyeruak dalam beberapa hari ini.
Kehebohan perihal seruan penghentian penggunaan kata “Anjay” yang diprakarsai oleh Komisi Nasional Perlindungan Anak (Dalam pandangan saya sebagai pendidik, apa yang dilakukan oleh Komnas PA sebenarnya merupakan suatu bentuk keprihatinan akan etika moral anak bangsa yang terlihat mengalami degradasi di era 4.0.
Pertanyaannya, apakah tindakan Komnas PA itu salah?
Seperti yang menjadi judul tulisan ini, saya mengatakan kalau Komnas PA itu tidak salah. Namun saya juga tidak mengatakan bahwa lembaga ini benar.
“Lho? Mengatakan tidak salah, tapi juga tidak membenarkan? Maksud lu?”
Mungkin begitu pemikiran Anda.
Begini. Maksud saya di sini adalah Komnas PA menyuarakan kesedihan mereka akan sikap, perilaku, dan karakter generasi muda saat ini yang terlihat lebih suka mager, rebahan, dan sibuk dengan prank-prank yang unfaedah.
Dan salah satu yang sangat kentara adalah penggunaan kata-kata tertentu yang tidak sepantasnya dilontarkan. “Anjay” yang kena batunya, jadi kambing hitam yang dianggap memicu perundungan, merendahkan martabat seseorang.
Bagi saya, seruan Komnas PA mengenai pelarangan penggunaan kata “Anjay” dalam kehidupan sehari-hari itu tidak salah, meskipun pada kenyataannya, “anjay” bukan satu-satunya kata yang kurang pantas diucapkan.
Masih banyak kata-kata lain yang sangat tidak pantas diucapkan, seperti (maaf) bangsat, jahanam, anjing, asu, dan lain sebagainya. Masa cuma anjay yang dilarang? Kenapa kata-kata seperti bangsat, jahanam, anjing, asu, dan lain-lain dibiarkan bebas berkeliaran?
Itu mungkin masukan untuk Komnas PA dari saya kalau sekiranya membaca tulisan receh saya ini, seorang pendidik sederhana yang berada jauh dari ibukota negara. Saya kira, jangan hanya memusatkan perhatian pada satu kata dan menganggap satu kata tersebut yang merusak moral anak bangsa. Komnas PA harus melihat secara holistik. Keseluruhan.