"Jadi saya sebut asal saja. Akhirnya, setelah selesai, dokternya berkata, 'Pak, Pak, gimana mau jadi guru PNS kalau buta warna begini!'"
"Dia bilang begitu, Pak?" Saya heran.
"Iya," jawab Pak Sandi singkat.Â
"Bapak diam saja?" Saya penasaran.Â
"Untuk apa saya ribut? Lagipula saya tidak sendiri. Teman saya itu juga tidak bisa diberikan surat keterangan sehat karena tekanan darahnya sangat rendah. Dokternya menyarankan supaya teman saya itu minum suplemen supaya tekanan darahnya bisa normal kembali. Sarannya besok atau lusa, teman saya itu bisa kembali lagi ke puskesmas untuk periksa lagi."
"Kalau bapak?" tanya saya.Â
"Si dokter bilang dia tidak bisa memberi surat keterangan sehat karena saya buta warna. Surat itu harus disesuaikan dengan tujuannya, yaitu sebagai guru, harus sehat jasmani dan tidak boleh buta warna."
"Begitu dokternya bilang, Pak?" Saya geleng-geleng kepala.Â
"Iya. Dan kepala sekolah tahu soal itu dari teman saya tadi. Beliau mengatakan, 'Sudahlah. Bapak cari pekerjaan lain aja. Karena bapak kan buta warna.'"
"Sebenarnya bapak buta warna atau tidak?" tanya saya lagi.Â
"Saya cek ke puskesmas lain. Diagnosanya saya buta warna parsial, yaitu saya hanya bisa membedakan warna-warna tunggal, seperti merah, kuning, hijau, dan lain-lain. Kalau warna-warna itu ditaruh dalam satu kelompok, saya tidak bisa membedakan."