Sudah pukul sembilan malam. Biasanya ibu menyuruhku tidur kalau sudah jam sembilan, tapi kubilang, "PR-ku belum selesai, Bu. Sebentar lagi selesai. Tanggung."
Ayah pulang, tak lama setelah ibu masuk ke kamar tidur.
"Kok belum tidur, Gun?" tanya ayah.
"Ada PR, yah. Aku belum selesai kerjakan," jawabku. Mataku masih memandang bingung ke kertas-kertas di hadapanku.
"PR apa?" tanya ayah lagi, sambil mendekat, mengambil kursi, lalu duduk di sampingku.
"Matematika," aku sebenarnya ingin meminta tolong ayah mengajari, tapi melihat mukanya yang nampak letih, aku jadi tak tega.
"Ayah bantu ya," kata ayah tiba-tiba, yang membuatku terperangah. Tak pernah aku melihat ayah menemani kakak-kakakku belajar. Aku pun juga tak pernah ditemani ayah belajar.
Malam itu, ayah menawari diri mengajariku Matematika.
Dua jam terlewati. PR-nya masih banyak. Aku sudah letih. Tapi aku tidak mengatakannya pada ayah.Â
"Sudah, Gun. Tidur aja. Biar ayah yang selesaikan," kata ayah lembut.
"Tapi Yah ...," belum sempat aku menyelesaikan ucapanku, ayah sudah memotong, "Kamu sudah ngantuk. Besok kan sekolah. Nanti terlambat bangun. Di sekolah juga bisa mengantuk waktu belajar. Ga papa. Ayah kerjakan. Tapi lain kali, kamu harus lebih rajin lagi. PR harus cepat dikerjakan. Jangan ditunda."