Mengambil telur-telur dari kandang ayam, memberi makan sapi dengan rumput, mencabut singkong, itulah kegiatan-kegiatan kami di kebon itu.
Di saat liburan, pernah kami sekeluarga piknik di kebon itu. Ibu dan kakak-kakak perempuan membakar ikan yang dibawa dari rumah. Aku dan kakak-kakak lelaki mengambil telur dari kandang ayam, memberi makan sapi dengan rumput, dan mencabut singkong.
Setelah ikan bakar sudah siap disantap, kami pun menikmati momen-momen indah itu. Makan bersama, dengan ikan bakar dan nasi panas yang dibawa dari rumah. Sambal pun tak ketinggalan, menjadi penambah nafsu makan.
Tapi, di antara banyak momen indah bersama ayah, ada satu momen yang tak akan pernah kulupakan.
Momen ini sederhana.
Mungkin bagi banyak orang, tidak istimewa.
Namun bagiku, apa yang ayah lakukan saat itu, meninggalkan kesan yang sangat mendalam di benakku.
Kuingat saat itu.
Malam itu, aku sedang mengerjakan PR Matematika kelas tiga. Sedari kelas satu, aku paling benci dengan pelajaran Matematika, apalagi kalau menyangkut soal cerita. Membingungkan.
"Tanya pada kakak-kakakmu," jawab ibu waktu aku menanyakan bagaimana mengerjakan soal matematika di hadapanku, "Ibu kan gak sekolah tinggi, cuma lulusan SMP."
Aku tidak mau lagi bertanya pada kakak-kakakku. Mereka tidak sabar mengajariku. Ada juga yang malah terlalu panjang lebar menjelaskan, sehingga untuk anak esde seusiaku, tentu saja sukar memahami.