Kayu rumah yang sudah lapuk, kondisi di dalam rumah yang gelap dan pengap, dan kondisi rumah itu adalah rumah panggung. Itu pun menumpang di tanah milik orang lain. Mereka minta ijin untuk membangun rumah dan menetap di situ. Pemilik tanah mengijinkan.
"Saya minta maaf, Pak, kondisi rumah kami tidak memadai," sang ibu memohon maaf.
"Tidak apa, Bu," jawab saya pendek, merasa tidak enak, karena baik ayah maupun ibu Rudi terkesan malu, sebab saya, guru anaknya, datang ke rumah mereka.
Saya pun mengutarakan kenapa saya datang, "Anak ibu dan bapak sudah tiga kali tidak membuat PR, dan juga sudah tiga kali tidak masuk sekolah pas pelajaran saya."
"Iya, Pak, dia juga sudah bilang ke kami. Kami tidak sanggup membelikan buku pelajaran. Suami saya cuma kuli bangunan. Upah tak seberapa. Saya cuma ibu rumah tangga. Masih mengurus bayi, adik Rudi. Tidak bisa bekerja di luar rumah," jawab sang ibu.
"Tapi kan ibu dan bapak bertetangga dengan Intan dan Vanessa. Rudi bisa pinjam buku Intan."
"Kami malu kalau pinjam terus menerus. Tergantung pada orang lain."
Saya terdiam. Biarpun mereka miskin, mereka tidak mau tergantung pada orang lain. Tidak mau dikasihani. Harga diri mereka tercederai karena itu.
"Begini saja, Bu," setelah lama hening, saya membuka suara, "Saya akan berikan fotokopi buku pelajaran ke Rudi besok pagi, supaya Rudi bisa belajar. Buku pelajaran bahasa Inggris saja. Saya fotokopi, karena buku-bukunya sudah ditarik semua sama penerbit."
"Berapa harganya, Pak?" tanya sang ibu.
"Bapak dan ibu tidak perlu membayar. Gratis. Saya ikhlas memberikan. Supaya Rudi bisa belajar, tidak tergantung pada orang lain."