Saya tertegun. Pemberian yang sederhana, dari sepasang suami istri yang dalam keadaan kekurangan, tapi ikhlas memberi, walau pemberiannya mungkin tak berharga secara materi, tapi bernilai tinggi dari sisi kerendahan hati.
"Mohon maaf, Bu. Saya tidak bisa menerima. Kami, para guru, dilarang untuk menerima segala bentuk pemberian dari para orangtua murid. Lebih baik, buat keluarga ibu saja. Terima kasih banyak, Bu."
Ibu itu pun tersenyum, dan saya pun berlalu.
Memanusiakan Peserta Didik, bukan sekedar data di atas kertas Â
Memanusiakan - v. menjadikan (menganggap, memperlakukan) sebagai manusia (sumber : Kamus Besar Bahasa Indonesia Edisi Kelima)
Semoga dengan melihat tiga pengalaman saya di atas, bisa memberikan manfaat, bukan saja bagi para guru, namun juga para orangtua, bahwa peserta didik, murid, bukan obyek, tapi subyek, mempersiapkan mereka sebagai pelaku, penemu, pemimpin, kelak di kemudian hari.
Saya merasa perlu untuk blusukan, karena kebanyakan para guru hanya menganggap kenakalan atau kemalasan peserta didik, karena kesalahan peserta didik semata.
Itu anggapan yang keliru.
Mereka, kebanyakan para guru, tidak melihat langsung kondisi keluarga dari peserta didik.
Dari 3 pengalaman di atas, kebanyakan yang menyebabkan malas atau sering bolos sekolah karena faktor ekonomi keluarga yang berada dalam tingkat menengah ke bawah.
Sebenarnya, masih banyak faktor lain, semisal perceraian orangtua, KDRT, orangtua sudah meninggal, dan lain sebagainya.
Kiranya, para guru lebih proaktif, terjun langsung, menjalin tali silaturahmi dengan orangtua atau wali peserta didik, karena itu lebih penting daripada hanya berlandaskan angka-angka, data-data yang ada di ruang kelas.