Edo tidak berkata apa-apa. Dia cuma tersenyum. Namun saya yakin dia sudah memaafkan saya.Â
Kadang-kadang lewat tingkah laku saja kita sudah tahu apakah orang tersebut sudah memaafkan kita atau belum. Senyuman tak mungkin tampil jika orang tersebut tak memaafkan.
Sampai sekarang, hubungan saya dengan Edo baik-baik saja. Meskipun dia sudah tak bersekolah di esde lagi, namun waktu bertemu di jalan, atau waktu saya memposting artikel di kompasiana, lalu tautannya saya posting di facebook, Edo selalu memberikan komentar yang positif.
"Bagus sekali artikelnya, Pak."
Atau kalau waktu saya memposting video saya ketika bermain gitar ke facebook, maka Edo akan berkomentar, "Keren, pak, permainannya."
Mungkin selama hidupnya, dia tak pernah mendapati ada guru yang minta maaf padanya, apalagi setelah memarahi dia.
Jadi, kalau seandainya Anda berbuat salah pada siapa pun, termasuk kepada anak Anda, janganlah gengsi untuk minta maaf.Â
Saya sudah membuktikan, kalau kata "Maaf" itu tidak mengurangi wibawa saya, malah semakin memperkuatnya di mata para siswa, bahwa guru pun bisa salah, dan tidak sungkan untuk minta maaf kalau keliru bertindak. Guru juga manusia. Minta maaf tidak menurunkan wibawa, malah tambah mempererat hubungan guru dengan murid, bahwa guru adalah pengganti orangtua di sekolah. Tidak ada bedanya dengan orangtua mereka di rumah.
3. Ucapan "Terima kasih"
"Bilang apa sama Om Anton?"
"Makacih, Om."
Saya tersenyum kalau melihat situasi seperti ini. Kondisi seperti ini biasanya terjadi sampai anak masuk sekolah dasar di kelas satu sampai dua. Itu biasanya, menurut pengamatan saya.