Mohon tunggu...
Hallo SobatKampus
Hallo SobatKampus Mohon Tunggu... Mahasiswa - mahasiswa

Hallo semangat yaa!

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Tiga Puluh Detik Sebelum Fajar

23 Desember 2024   20:55 Diperbarui: 23 Desember 2024   22:31 54
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Cerpen. Sumber ilustrasi: Unsplash

"Senja," kata Bu Ratih waktu itu, "Kamu tahu kenapa saya selalu menolak proposalmu? Karena saya tahu kamu bisa lebih baik dari ini. Kamu punya potensi yang belum kamu gali sepenuhnya."

Kata-kata itu menjadi titik balik. Senja mulai mengubah perspektifnya. Dia tidak lagi melihat skripsi sebagai beban, tapi sebagai kesempatan untuk membuktikan diri. Dia menghabiskan berbulan-bulan melakukan penelitian ulang, memperbaiki metodologi, dan menulis ulang hampir seluruh isi skripsinya.

Sekarang, di ambang fajar ini, semua pengorbanan itu terasa sepadan. Meski tubuhnya lelah, semangatnya justru semakin membara. File yang hampir hilang itu seolah menjadi pengingat bahwa Tuhan selalu punya cara untuk menunjukkan keajaiban-Nya.

Senja membuka jendela kamarnya lebar-lebar, membiarkan udara pagi yang sejuk menyapu wajahnya. Di kejauhan, matahari mulai mengintip malu-malu dari balik gedung-gedung tinggi. Kota Jakarta perlahan bangun dari tidurnya.

Dia teringat kata-kata ibunya dulu, saat pertama kali melepasnya ke Jakarta untuk kuliah: "Hidup di kota besar itu seperti mengejar fajar, Nak. Kadang kamu merasa tertinggal, tapi selama kamu tetap bergerak, fajar akan selalu menyambutmu."

Senja mengeluarkan sajadah dari lemarinya. Sudah lama dia tidak khusyuk dalam shalatnya, terlalu sibuk dengan deadline dan tekanan. Tapi pagi ini berbeda. Setelah wudhu, dia menghamparkan sajadah menghadap kiblat. Azan masih mengalun merdu.

Dalam sujudnya, air mata kembali menetes. Kali ini bukan air mata putus asa, melainkan air mata syukur. Syukur atas kesempatan kedua. Syukur atas pelajaran berharga tentang kesabaran. Syukur atas tiga puluh detik yang mengajarkannya bahwa setiap kesulitan selalu diiringi kemudahan.

Selesai shalat, Senja membuka laptop kembali. Masih ada beberapa revisi minor yang harus diselesaikan sebelum pengumpulan final nanti siang. Tapi kali ini, dia menghadapinya dengan hati yang lebih ringan. Di sampingnya, secangkir kopi hangat mengepul, menggantikan kopi dingin yang sudah berjam-jam terabaikan.

Dia membuka grup WhatsApp keluarga. Ada puluhan pesan dari ibunya yang belum dibaca. Dengan senyum, dia mengetik: "Ibu, doakan Senja ya. Hari ini skripsi selesai. Terima kasih sudah selalu percaya."

Balasan dari ibunya datang hampir seketika: "Alhamdulillah. Ibu selalu mendoakanmu, Nak. Jangan lupa istirahat."

Di luar, matahari sudah sepenuhnya terbit. Hari baru telah benar-benar dimulai. Senja meregangkan tubuhnya yang kaku. Mungkin setelah menyelesaikan revisi terakhir, dia akan tidur sejenak. Toh, masih ada beberapa jam sebelum waktu pengumpulan.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
  8. 8
  9. 9
  10. 10
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun