Mohon tunggu...
Fatihah Nur Haliza Putri
Fatihah Nur Haliza Putri Mohon Tunggu... Lainnya - Fatihah Nur Haliza (14) - XI MIPA 1- SMAN 28 JAKARTA

SMAN 28 JAKARTA 2022

Selanjutnya

Tutup

Ruang Kelas

Perkara Hujan Dan Sebuah Payung

21 November 2020   17:01 Diperbarui: 4 Januari 2021   10:31 119
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Sebuah payung berguna untuk melindungi kita pada waktu hujan ataupun panas. Namun, bagi Nina payung memiliki arti tersendiri. Payung telah membuat Nina jera untuk asal omong. Pagi itu udara sangat mendung. Nina bersiap-siap pergi ke sekolah.

“Bawa payung, Nina. Sebentar lagi hujan turun!” Papa mengingatkan.

“Tak usahlah, pa. Masih keburu. Kalau Nina sudah tiba di sekolah, baru hujannya turun!” tolak Nina enggan.

“Uuuh, repotnya bawa payung. Sampai di jalan raya, aku kan bisa naik angkot. Masak, sih, kehujanan!” kata Nina dalam hati.

Nina segera menyandang tasnya, pamit pada Papa, dan keluar dari rumahnya yang terletak di dalam gang.

Baru saja melewati beberapa rumah, seorang nenek keluar dari sebuah rumah kecil. Pakaiannya sederhana, rok biru dan blus putih. Ia membawa tas besar dan payung. Itulah Oma Ida, tetangga Nina.

“Selamat pagi, Oma!” sapa Nina. “Mau ke mana?”

“Oooh, selamat pagi, Nina. Oma mau ke rumah sakit. Untuk menjemput kenalan yang hari ini sudah diizinkan pulang. Syukurlah! Sudah empat hari Oma menunggui dia tiap malam,” jawab Oma Ida.

Mereka berjalan bersisian. Walaupun usianya sudah lanjut, tinggal sendiri di rumah, namun Oma Ida selalu sibuk. Ada saja orang yang minta bantuannya. Menjagai anak, berbelanja, memasak bila ada pesta, dan sebagainya. Wajahnya memancarkan keteduhan. Ia tak pernah mengeluh, walau hidupnya sangat sederhana. Anak laki-laki satu-satunya sudah menikah dan bekerja di luar kota.

“Sudah mau hujan. Kamu tidak bawa payung?” tanya Oma Ida.

“Payungnya rusak, Oma!” jawab Nina sekenanya, asal menjawab.

“Kasihan. Kalau begitu, bawa saja payung Oma!” kata Oma Ida sambil memberikan payungnya.

Nina terperanjat. Ia tahu Oma Ida bukan orang yang suka berbasa-basi.

“Tidak, terima kasih, Oma. Di depan sana aku akan naik angkot. Sebelum hujan pasti sudah tiba di sekolah!”

Ada perasaan menyesal di hati Nina karena telah berbohong. Habis Nina malu kalau mengaku ia malas membawa payung.

“Tujuan Oma lebih dekat. Tuh, rumah sakitnya sudah kelihatan dari sini!” kata Oma sambil menunjuk bangunan tinggi berwarna merah bata di kejauhan.

“Jangan Oma, terima kasih!” kata Nina dan ia melambaikan tangan pada angkot yang sedang berhenti di ujung gang. Nina mempercapat langkahnya dan naik ke dalam angkot sesudah ada kesepakatan harga.

“Hati-hati, ya, Nak!” pesan Oma Ida sambil berdiri di dekat angkot. Angkot meluncur dan Oma Ida meneruskan perjalanannya. Hujan gerimis mulai turun dan Oma Ida mengembangkan payungnya.

Di dalam angkot, Nina bersyukur. Hujan gerimis berubah menjadi hujan deras, tapi Nina sudah aman di dalam angkot. Angkot berhenti di pintu gerbang sekolah dan Nina bisa menumpang payung temannya yang baru turun dari mobil.

Ketika sekolah usai, cuaca sudah cerah. Nina pun pulang ke rumah. Papa sudah menunggunya seperti biasanya, “Makanlah. Ada bistik sapi kesukaanmu!” kata Papa. “Kamu tidak kehujanan tadi pagi?”

“Tidak, Pa. Yang kena hujan angkotnya. Perhitungan Nina hampir tepat, kan, Pa. Nina bilang kalau sudah sampai di sekolah baru hujan turun. Ternyata ketika Nina sudah naik angkot, eh ... baru hujannya turun!”

“Dasaaar. Sudah salah perhitungan, kok, masih merasa hampir tepat!” kata Papa sambil tertawa.

Sesudah makan, Nina memeriksa agendanya. Melihat apa saja pekerjaan rumah yang harus dibuatnya.

“Banyak PR-mu hari ini, Nina?” tanya Papa.

“Lumayanlah. Kok, tumben Papa tanya-tanya PR?” tanya Nina dengan kening berkerut, merasa heran.

Selama ini Papa percaya padanya, dan tak pernah bertanya apakah PR-nya banyak atau sedikit.

“Papa ingin bicara sama kamu!” jawab Papa serius. Jantung Nina berdebar. Ada apa, sih? Erni jadi penasaran.

Papa mengajak Nina duduk di ruang tamu. Di atas meja ada sebuah benda sepanjang kira-kira 30 cm. Berwarna warni dan dibalut plastik.

“Eehh, ada payung? Lihat, ya!” kata Nina. Ia membuka sarung plastiknya dan mengembangkannya. Sebuah payung berbunga-bunga, masih baru.

“Mana payungmu yang rusak?” tanya Papa.

“Rusaaak? Payung Nina tidak rusak, kok, Ma!” jawab Nina polos.

“Tapi, kalau Papa mau kasih hadiah payung ini buat Nina, oke-oke saja. Payung ini lebih cantik, kok!”

Papa menghela napas dan menatap Nina, “Oma Ida membelikan payung ini untukmu. Katanya payungmu rusak. Kebetulan ia baru mendapat uang sesudah empat malam berjaga di rumah sakit!” Papa menjelaskan.

Nina tertegun. Empat malam berjaga di rumah sakit bukan tugas mudah. Baru saja Oma Ida mendapat uang sedikit, uang itu dibelikan payung untuk Nina. Padahal tadi Nina cuma asal omong. Nina kagum akan kebaikan hati Oma Ida. Namun, Nina malu sekali. Kata-katanya ditanggapi serius oleh Oma Ida. Ternyata kata-katanya berpengaruh besar.

“Maafkan, Pa, Nina salah. Nina tadi asal omong bilang payung Nina rusak. Tak sangka Nina merepotkan Oma Ida!” kata Nina.

“Kalau begitu, kembalikan payung ini, minta maaf dan jelaskan apa adanya!” kata Papa. Nina bergegas pergi ke rumah Oma Ida, mengakui kesalahannya dan mohon maaf. Ia juga mengembalikan payung itu pada Oma Ida. Sejak itu Nina tidak berani asal omong tanpa dipikir dulu.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ruang Kelas Selengkapnya
Lihat Ruang Kelas Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun