Mohon tunggu...
Muhammad Haffiza
Muhammad Haffiza Mohon Tunggu... Mahasiswa - Universitas Riau

Ilmu Pemerintahan

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Kemajuan Jepang dan Kehancuran Papua (Indonesia) dengan Memperhatikan Dinamika Lingkungannya (Ekologi Pemerintahan)

18 Mei 2022   12:49 Diperbarui: 18 Mei 2022   13:04 979
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilmu Sosbud dan Agama. Sumber ilustrasi: PEXELS

Freeport Indonesia amat rakus lahan, dua konsesi Tambang Blok A di Kabupaten Paniai dan Blok B pada tahun 2012 di Kabupaten Mimika luasannya mencapai 212.950 hektar, hampir seluas Kabupaten Bogor. Perusahaan ini meracuni dan menjadikan sungai sebagai tempat sampah, membuang limbah beracun (merkuri dan sianida).

Sebagai informasi, untuk mendapatkan 1 gram emas, maka dibuang 2.100 Kg limbah batuan dan tailing, dihasilkan pula 5,8 Kg emisi beracun logam berat, timbal arsen, merkuri dan sianida, bisa dibayangkan bagaimana pengrusakan atas air dan lingkungan terjadi.

Sayangnya dalam polemik ini, Pemerintah Indonesia dan Freeport sengaja mengabaikan fakta kehancuran dan kerusakan ruang hidup rakyat Papua, yang dirundingkan sebatas perubahan divestasi saham 51 persen, penetapan nilai pajak dan royalti baru, tak sebutir kalimat pun memperbincangkan tentang keselamatan rakyat dan alam Papua.

Kasus Freeport sesungguhnya sebagai potret nyata, soal bagaimana sebuah kebijakan Negara dengan mudah bisa dinegosiasikan oleh korporasi. 

Freeport dengan gambang bisa mendesak pemerintah menerbitkan Peraturan Pemerintah (PP) No 1 Tahun 2014 untuk memberikan toleransi pengunduran kewajiban pengolahan dan pemurnian melalui pembangunan smelter hingga 11 Januari 2017.

Kehadiran Freeport telah mendorong penggusuran kampung dan penangkapan sewenang-wenang, serta penghancuran lingkungan hidup yang massif. Jelas bahwa kesejahteraan yang selama ini diklaim telah dihadirkan oleh Freeport adalah omong kosong, kesejahteraan semu belaka. 

Mempertahankan operasi Freeport justru merugikan dan mewariskan kerusakan tak terkendali dan tak terpulihkan.

Indonesia bisa sejahtera tanpa Freeport, ia hanya menjadi beban karena Pemerintah menerima terlalu kecil namun disaat bersamaan harus mengorbankan keselamatan rakyat dan alam Papua akibat eksternalitas, biaya yang dikeluarkan untuk melakukan rehabilitasi, kehancuran sosial dan lingkungan hidup yang diwariskan tak terpulihkan.

Jadi kesimpulan dari berbagai poin poin yang ada, bahwa Freeport adalah sebuah pertmabngan emas yang tentu sangat berpengaruh bagi Indonesia bahkan beberapa Negara yang berperan didalamnya, namun selain memiliki berbagai keuntungan, ada sejumlah kerugian yang berdampak sangat besar bagi Indonesia khususnya di Papua,

banyak sistem ekologi yang rusak oleh ulah pertambangan yang juga di awasi bahkan pemerintah sendiri juga turun tangan. Banyak sekali kerusakan yang timbul akibat penggalian, limbah, dan zat zat berbahaya lainnya yang dapat mencemari lingkungan masyarakat maupun hutan.

Inilah yang membuat papua menjadi daerah keterbelangan di Indonesia walaupun ia memiliki tabang emas terbesar, namun banyaknya lingkungan yang rusak membuat masyarakat sulit bercocok tanam bahkan memenuhi kebutuhan pokok seperti sudah minimnya tanaman sagu sebagai makanan pokok masyarakat Papua,

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun