Freeport Indonesia amat rakus lahan, dua konsesi Tambang Blok A di Kabupaten Paniai dan Blok B pada tahun 2012 di Kabupaten Mimika luasannya mencapai 212.950 hektar, hampir seluas Kabupaten Bogor. Perusahaan ini meracuni dan menjadikan sungai sebagai tempat sampah, membuang limbah beracun (merkuri dan sianida).
Sebagai informasi, untuk mendapatkan 1 gram emas, maka dibuang 2.100 Kg limbah batuan dan tailing, dihasilkan pula 5,8 Kg emisi beracun logam berat, timbal arsen, merkuri dan sianida, bisa dibayangkan bagaimana pengrusakan atas air dan lingkungan terjadi.
Sayangnya dalam polemik ini, Pemerintah Indonesia dan Freeport sengaja mengabaikan fakta kehancuran dan kerusakan ruang hidup rakyat Papua, yang dirundingkan sebatas perubahan divestasi saham 51 persen, penetapan nilai pajak dan royalti baru, tak sebutir kalimat pun memperbincangkan tentang keselamatan rakyat dan alam Papua.
Kasus Freeport sesungguhnya sebagai potret nyata, soal bagaimana sebuah kebijakan Negara dengan mudah bisa dinegosiasikan oleh korporasi.Â
Freeport dengan gambang bisa mendesak pemerintah menerbitkan Peraturan Pemerintah (PP) No 1 Tahun 2014 untuk memberikan toleransi pengunduran kewajiban pengolahan dan pemurnian melalui pembangunan smelter hingga 11 Januari 2017.
Kehadiran Freeport telah mendorong penggusuran kampung dan penangkapan sewenang-wenang, serta penghancuran lingkungan hidup yang massif. Jelas bahwa kesejahteraan yang selama ini diklaim telah dihadirkan oleh Freeport adalah omong kosong, kesejahteraan semu belaka.Â
Mempertahankan operasi Freeport justru merugikan dan mewariskan kerusakan tak terkendali dan tak terpulihkan.
Indonesia bisa sejahtera tanpa Freeport, ia hanya menjadi beban karena Pemerintah menerima terlalu kecil namun disaat bersamaan harus mengorbankan keselamatan rakyat dan alam Papua akibat eksternalitas, biaya yang dikeluarkan untuk melakukan rehabilitasi, kehancuran sosial dan lingkungan hidup yang diwariskan tak terpulihkan.
Jadi kesimpulan dari berbagai poin poin yang ada, bahwa Freeport adalah sebuah pertmabngan emas yang tentu sangat berpengaruh bagi Indonesia bahkan beberapa Negara yang berperan didalamnya, namun selain memiliki berbagai keuntungan, ada sejumlah kerugian yang berdampak sangat besar bagi Indonesia khususnya di Papua,
banyak sistem ekologi yang rusak oleh ulah pertambangan yang juga di awasi bahkan pemerintah sendiri juga turun tangan. Banyak sekali kerusakan yang timbul akibat penggalian, limbah, dan zat zat berbahaya lainnya yang dapat mencemari lingkungan masyarakat maupun hutan.
Inilah yang membuat papua menjadi daerah keterbelangan di Indonesia walaupun ia memiliki tabang emas terbesar, namun banyaknya lingkungan yang rusak membuat masyarakat sulit bercocok tanam bahkan memenuhi kebutuhan pokok seperti sudah minimnya tanaman sagu sebagai makanan pokok masyarakat Papua,