Mohon tunggu...
Haekal TRamdari
Haekal TRamdari Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa

Seorang mahasiswa D3 Akuntansi UPN Veteran Jakarta.

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Persepsi Mahasiswa D3 Akuntansi Upn "Veteran" Jakarta Angkatan 2023 Terhadap Korupsi

18 November 2023   01:05 Diperbarui: 18 November 2023   01:05 335
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

PERSEPSI MAHASISWA D3 AKUNTANSI UPN "VETERAN" JAKARTA ANGKATAN 2023 TERHADAP KORUPSI

Haekal Thoriq Ramdari1, Adit Mardiansyah2, Amelia Kholik3, Asti Inayati4, Emir Abdul Aziz, Ikhsan Satyo Adi, Kamila Zahrani, Nafisha Aulia Darma, Pinky Eka Setia Tangguh, Yovanka Susanna Margaret

Akuntasi Program Diploma III, Fakultas Ekonomi dan Bisnis

Universitas Pembangunan Nasional "Veteran" Jakarta

Abstrak


Karena tindakan korupsi telah mencabut hak-hak setiap individu, terutama dalam mencapai kebaikan bersama, hal tersebut dapat dikategorikan sebagai kejahatan yang sangat serius. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Korupsi (1999) secara tegas menyatakan bahwa korupsi merupakan bentuk kejahatan yang unik, yang secara signifikan merugikan keuangan dan ekonomi negara serta menghambat kemajuan. Pengaruh korupsi terhadap suatu bangsa sangat besar, dengan pertumbuhan ekonomi yang melambat, ancaman terhadap demokrasi, penurunan tingkat investasi, peningkatan tingkat kemiskinan, dan potensi kenaikan ketimpangan pendapatan sebagai konsekuensi langsung dari tindakan korupsi.


Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui pendapat dan reaksi mahasiswa akuntansi veteran UPN Jakarta dari tiap angkatan terhadap Korupsi juga Mengetahui sejauh mana pemahaman dan kesadaran mahasiswa akuntansi terhadap perilaku antikorupsi. Penelitian ini dilakukan dengan metode survei dengan membagikan kuesioner kepada Mahasiswa D3 dan SI Akuntansi UPN Veteran Jakarta.

Dengan melaksanakan proposal ini, diharapkan akan terjadi peningkatan dalam penguatan kesadaran terhadap dampak dari korupsi dan meningkatkan perilaku antikorupsi untuk mewujudkan Mahasiswa dengan individu yang jujur, berintegritas dan antikorupsi.


Kata kunci: Korupsi, Persepsi, Mahasiswa, Jujur, Penyalahgunaan

Pendahuluan

Kemp (2010) mengindikasikan bahwa prevalensi tindak penipuan dipicu oleh dukungan terhadap gaya hidup atau pola pikir. Ketidakpahaman terhadap norma-norma juga merupakan faktor pemicu tindak korupsi (Jain, 2006). Penipuan dapat didefinisikan sebagai suatu bentuk kecurangan di mana individu dengan sengaja memanfaatkan kewenangan atau perannya untuk menyalahgunakan sumber daya atau aset yang dimiliki oleh organisasi guna memperoleh keuntungan yang tidak bersifat publik. Selain itu, korupsi juga termasuk dalam lingkup penipuan.

The Association of Certified Fraud Examiners (ACFE) mengartikan penipuan sebagai penyalahgunaan wewenang atau posisi. ACFE juga mengategorikan penipuan menjadi 3 (tiga) bentuk yang dikenal sebagai pohon penipuan, yakni penipuan laporan keuangan, penyelewengan aset, dan korupsi. Di Indonesia, situasi penipuan yang dapat teridentifikasi dalam skala besar sering terkait dengan permasalahan korupsi. Isu korupsi di Indonesia kerap menjadi fokus utama yang dilaporkan oleh berbagai media, baik lokal, nasional, maupun internasional. Meningkatnya jumlah kasus korupsi di Indonesia membuat upaya memberantas korupsi menjadi suatu tantangan yang kompleks dan seolah-olah telah menjadi bagian dari budaya bangsa. Hampir setiap tahun, muncul berbagai kasus besar di Indonesia.

Teori Jack Bologne menyatakan bahwa kasus korupsi berasal dari rasa tamak dan serakah. Ia memanfaatkan singkatan "GONE", yang merujuk pada "Greedy, Opportunity, Needs, dan Expose," untuk merujuk pada ide tersebut. Kemungkinan terjadinya tindak pidana korupsi menjadi lebih tinggi ketika keempat faktor ini muncul secara simultan. Dorongan untuk terlibat dalam praktik korupsi akan dipicu oleh kebutuhan dan peluang yang melimpah. Dorongan ini juga diperkuat oleh ketidakjelasan norma hukum dan ancaman hukuman yang terlalu ringan bagi pelaku korupsi, yang mengurangi efektivitasnya sebagai deterrent. Jack Bologne dan Tomie Singleton mengungkapkan pandangan ini pada tahun 2006. Menurut kekuatan pengendalian, keempat faktor dalam teori GONE terbagi menjadi dua kategori utama: faktor generik dan faktor individu. Faktor generik adalah faktor yang berkaitan dengan dengan kontrol organisasi, termasuk kesempatan dan pengungkapan (eksposi), sementara faktor individu adalah keserakahan dan kebutuhan.

1.1.2 Pengertian Korupsi Menurut Agama Islam

Walau secara agama Islam, korupsi tidak dijabarkan secara jelas karena korupsi sendiri merupakan istilah modern yang tidak ditemukan dalam ilmu hukum Fikih, Islam sendiri mengenal praktik Rasywah atau suap dalam ilmunya, yang merupakan salah satu tindak korupsi.

Rasywah ialah "sesuatu yang diberikan kepada individu untuk menjamin keberhasilan perkaranya dengan mengungguli lawan-lawannya sesuai kehendak, atau agar urusannya ditempatkan di depan atau ditunda karena suatu kepentingan" (Yusuf al-Qardhawi, 1980).

Dalam ranah Islam, praktik korupsi dikenal sebagai akl al-suht, yang mengacu pada perbuatan makan yang haram. Istilah Al-Suht sendiri merujuk pada penyalahgunaan unsur jabatan, kekuasaan, atau wewenang untuk memperkaya diri sendiri, pihak lain, atau entitas perusahaan melalui penerimaan imbalan atas perbuatan tersebut.

"Dan janganlah kamu makan harta di antara kamu dengan jalan yang batil, dan (janganlah) kamu menyuap dengan harta itu kepada para hakim, dengan maksud agar kamu dapat memakan sebagian harta orang lain itu dengan jalan dosa, padahal kamu mengetahui." (QS. Al-Baqarah : 188).

1.1.3 Pengertian Korupsi Menurut Agama Kristen

Dalam konteks agama Kristen, wahyu ilahi yang terdokumentasi secara komprehensif dalam Alkitab menegaskan bahwa penganut Kristen, selain diwajibkan untuk patuh terhadap perintah Tuhan, juga dikehendaki untuk mematuhi hukum yang berlaku. Tindakan korupsi dianggap sebagai penolakan terhadap kehendak Ilahi yang berperan dalam menjaga umat-Nya, dan juga dianggap sebagai manifestasi ketamakan manusia.

"Jika seorang berbuat baik, ia tidak usah takut kepada pemerintah(hukum), hanya jika ia berbuat jahat." (Roma 13:3).

Dalam ajaran Kristen, tindakan memberi dan menerima suap telah tercatat dalam kitab suci Alkitab sejak zaman lampau. Contoh konkret dapat ditemukan dalam cerita tentang Yudas Iskariot, salah satu pengikut Yesus, yang menerima suap sebagai bentuk pengkhianatan terhadap-Nya. Subsequently, Yudas Iskariot, salah satu dari dua belas murid Yesus, mendatangi para imam kepala.

Korupsi menurut Perjanjian Lama

Dalam pasal 23 ayat 8, frasa "hadiah" dipergunakan untuk norma-norma hak asasi manusia. "Hadiah janganlah diterima, karena hadiah menyebabkan kebutaan pada penglihatan dan memutarbalikkan perkara orang yang benar," diungkapkan oleh Musa dalam norma tersebut. Terlihat bahwa norma ini mengharamkan warga Israel menerima hadiah karena dapat menyebabkan kebutaan.

Korupsi menurut Perjanjian Baru

Dalam Perjanjian Baru, kata "fthora" diterjemahkan menjadi "korupsi", yang berarti "kebinasaan" semua makhluk. Dalam 1 Korintus 15:42, kata yang sama digunakan untuk menunjukkan

bagaimana tubuh manusia mati dan dikuburkan sehingga mereka tidak dapat berpartisipasi dalam Kerajaan Allah.

Konsekuensinya, mereka diidentifikasi sebagai douloi tes fthora, atau "abdi-abdi kebinasaan", sesuai dengan 2 Petrus 2:19. Dari data ini, nyata bahwa dalam Perjanjian Baru, frasa "korupsi" (fthora) lebih sering digunakan untuk menggambarkan kehancuran yang dialami seseorang ketika meninggal atau pada saat penghakiman.

1.2 PERMASALAHAN

Dengan demikian, inti dari penelitian ini berpusat pada bagaimana pandangan mahasiswa bidang akuntansi terhadap pengungkapan sebagai pendorong terjadinya tindak korupsi, serta sejauh mana tingkat pemahaman dan kesadaran mereka terkait perilaku anti-korupsi.

1.3 TUJUAN

Dengan mempertimbangkan isu-isu yang telah diuraikan, maksud dari penelitian ini dapat dirinci sebagai berikut:

1. Menganalisis karakteristik perilaku korupsi di lingkungan kampus

2. Meningkatkan kesadaran tentang buruknya perilaku korupsi.

3. Menemukan solusi dalam mengatasi maraknya perilaku korupsi.

4. Memberi pemahaman dan kesadaran tentang bahaya dan dampak dari korupsi

5. Menanamkan nilai-nilai anti korupsi

1.4 URGENSI PENELITIAN

Penelitian ini dilakukan untuk memenuhi tugas Project Based Learning (PjBL) MKWU, dan naskah ini berasal dari informasi yang diperoleh dari riset eksploratif yang menggabungkan metode kuantitatif dan kualitatif. Informasi diperoleh melalui penggunaan kuesioner.

Mahasiswa jurusan Akuntansi di UPN Veteran Jakarta berpartisipasi dalam pengisian kuesioner ini. Tujuannya adalah untuk menghimpun data mengenai cara mahasiswa Akuntansi UPN Veteran Jakarta menanggapi tindakan korupsi, yang melibatkan penyalahgunaan kewenangan, suap-menyuap, dan korupsi dalam konteks kegiatan 

akademik. Penyalahgunaan kewenangan mencakup perbuatan korupsi oleh Pegawai Negeri Sipil, penyalahgunaan posisi oleh anggota Dewan Perwakilan Rakyat atau pejabat pemerintah, serta pemanfaatan kekuasaan seseorang untuk memperoleh jabatan sebagai Pegawai Negeri Sipil.

Dalam konteks tertentu, memberikan uang kepada petugas lalu lintas merupakan manifestasi tindakan menyuap aparat, sementara saling memberikan jawaban selama ujian adalah ilustrasi dari praktik korupsi akademik.

Tinjauan Pustaka

2.1. Pengertian Korupsi dan Antikorupsi

Korupsi berasal dari istilah Latin corruptio atau corruptus, yang memiliki arti tindakan yang merusak atau menghancurkan. Selain itu, korupsi dapat diartikan sebagai kebusukan, keburukan, kebejatan, ketidakjujuran, korupsi, penyimpangan dari moralitas, dan ucapan atau kata-kata yang menghina atau memfitnah.

Robert Klitgaard mengemukakan bahwa penyalahgunaan posisi untuk kepentingan individual merupakan salah satu konsep korupsi. Kegiatan semacam ini dapat timbul dari posisi dalam sektor publik atau di berbagai hierarki kekuasaan, termasuk dalam lingkup sektor swasta, entitas nirlaba, atau bahkan sebagai pendidik di perguruan tinggi. Klitgaard mengidentifikasi suap, pemerasan, dan seluruh varian penipuan sebagai ragam tindakan korupsi.

Dari definisi yang disajikan, korupsi pada prinsipnya terdiri dari lima komponen, yaitu:

  • Korupsi merupakan suatu tindakan.
  • Terdapat penyalahgunaan kewenangan dan kekuasaan.
  • Dilaksanakan dengan maksud memperoleh keuntungan individu atau kelompok.
  • Melanggar peraturan hukum atau menyimpang dari norma dan etika.
  • Terjadi atau terpampang dalam instansi pemerintah atau sektor swasta.

Dari uraian sebelumnya, anti-korupsi menjadi lawan atau kebalikan. Anti-korupsi melibatkan segala perilaku, ucapan, atau langkah-langkah yang menolak korupsi dalam segala bentuknya. Seseorang yang memiliki pemahaman terhadap konsep antikorupsi akan berperilaku dengan integritas. Terkenal dengan istilah "Jumat Bersepeda KK," sementara sembilan standar integritas mencakup kejujuran, kemandirian, tanggung jawab, keberanian, kesederhanaan, kepedulian, disiplin, keadilan, dan kerja keras. Dengan memegang teguh prinsip-prinsip antikorupsi, seseorang memperoleh kekuatan moral untuk menghindari serta mencegah tindakan korupsi.

2.2. Sebab-Sebab Korupsi

Secara singkat, komponen-komponen yang mendasari Teori GONE menunjukkan bahwa individu yang terlibat dalam tindakan korupsi pada dasarnya bersifat egois dan tidak pernah merasa cukup. Individu yang terlibat dalam praktik korupsi yang kejam selalu mengejar kepuasan tanpa batas. Apabila dorongan untuk mencapai keuntungan lebih besar dipadukan dengan adanya peluang, hal ini dapat mendorong terjadinya tindakan kriminal korupsi. Ketika seseorang terjerumus dalam perilaku serakah dan terdapat kesempatan, risiko terlibat dalam korupsi meningkat, terutama jika gaya hidup mereka berlebihan dan tindakan pencegahan atau penindakan terhadap pelaku tidak cukup efektif untuk menciptakan efek jera.

Korupsi terbagi menjadi dua elemen, yaitu internal dan eksternal. Sesuai dengan literatur Pendidikan Antikorupsi bagi Institusi Pendidikan Tinggi, asal-usul internal korupsi terletak pada faktor internal, sementara penyebab eksternal berkaitan dengan faktor eksternal (pemicu dari luar).

 

Faktor Penyebab Internal

1. Sifat serakah, tamak, atau rakus

manusia adalah karakteristik yang mendorong seseorang selalu menginginkan lebih dari apa yang dimilikinya. Apabila seseorang bersifat tamak, mereka cenderung terlalu mencintai kekayaan. Walaupun mungkin memiliki banyak kekayaan atau berada dalam posisi jabatan tinggi, sifat tamak membuat seseorang mengabaikan norma hukum halal dan haram dalam mencari rezeki. Oleh karena itu, korupsi seringkali menjadi perilaku yang diindikasikan oleh para profesional, mereka yang berada di puncak 

hierarki jabatan, dan yang menikmati kehidupan yang sejahtera.

2. Gaya hidup konsumtif:

Dua faktor yang memicu korupsi internal adalah sifat serakah dan gaya hidup konsumtif. Mengikuti tren gaya hidup perkotaan yang glamor atau membeli barang-barang mewah dan mahal adalah contoh dari gaya hidup konsumtif. Gaya hidup konsumtif tanpa seimbang dengan pendapatan dapat menjadi pemicu terjadinya korupsi.

3. Moral yang buruk:

Individu yang memiliki moral yang buruk lebih rentan untuk terlibat dalam korupsi. Hal ini dapat disebabkan oleh kelemahan dalam aspek moral, seperti kurangnya integritas, kejujuran, atau rasa malu terhadap tindakan korupsi. Ketika moral seseorang lemah, godaan untuk terlibat dalam korupsi menjadi sulit untuk ditolak. Atasan, rekan sejawat, bawahan, atau pihak lain yang memberikan kesempatan untuk melakukan tindakan korupsi dapat menjadi pemicu terjadinya keinginan untuk melakukan korupsi.

Faktor Penyebab Eksternal

1. Aspek Sosial

Kehidupan sosial individu memegang peran signifikan dalam memfasilitasi timbulnya korupsi, khususnya melalui faktor keluarga. Alih-alih memberikan peringatan atau sanksi, keluarga justru memberikan dukungan terhadap perilaku koruptif dengan maksud memenuhi keinginan serakah mereka. Aspek sosial lainnya mencakup nilai dan budaya dalam masyarakat yang memberikan dukungan terhadap korupsi, di mana penghargaan terhadap seseorang seringkali terkait dengan kekayaan yang dimilikinya atau kecenderungan memberikan suap kepada pejabat.

2. Aspek Politik

Percaya bahwa kegiatan politik dapat menghasilkan keuntungan besar menjadi faktor eksternal yang mendorong korupsi. Tujuan politik untuk memperkaya diri pada akhirnya menghasilkan praktik politik uang. Melalui politik uang, seseorang dapat memenangkan kontestasi dengan cara membeli suara atau memberi hadiah kepada pemilih atau anggota partai politiknya. Pejabat yang menggunakan politik uang cenderung hanya mengutamakan akumulasi kekayaan pribadi, mengabaikan kewajiban 

inti mereka untuk melayani kepentingan rakyat. Pemimpin yang muncul melalui politik uang umumnya tidak memiliki kepedulian terhadap nasib rakyat yang memilihnya; yang terpenting baginya adalah bagaimana pengeluaran politiknya dapat menghasilkan keuntungan berlipat ganda.

3. Aspek Hukum

Peran hukum sebagai pemicu korupsi dapat diamati dari dua perspektif, yaitu aspek perundang-undangan dan lemahnya penegakan hukum. Koruptor cenderung mencari celah dalam perundang-undangan untuk melaksanakan aksi koruptif. Selain itu, lemahnya penegakan hukum yang tidak mampu menimbulkan efek jera akan memberikan keberanian tambahan bagi para koruptor, menjadikan korupsi sebagai kejadian yang berulang.

4.Aspek Ekonomi

Faktor ekonomi sering dianggap sebagai pemicu utama korupsi, termasuk tingkat pendapatan atau gaji yang tidak mencukupi untuk memenuhi kebutuhan. Kenyataannya menunjukkan bahwa tindakan korupsi tidak umumnya dilakukan oleh individu dengan penghasilan terbatas. Sebaliknya, korupsi dalam skala besar lebih sering dilakukan oleh individu kaya dan berpendidikan tinggi. Banyak contoh pemimpin yang ditangkap karena korupsi menunjukkan bahwa motif korupsi bukanlah karena kekurangan harta, melainkan karena sifat serakah dan kekurangan moral. Dalam negara yang menganut sistem ekonomi monopoli, struktur kekuasaan negara dirancang sedemikian rupa sehingga memberikan peluang ekonomi kepada pegawai pemerintah untuk meningkatkan keuntungan mereka dan kelompok pendukung mereka. Kebijakan ekonomi dirumuskan secara tidak partisipatif, tidak transparan, dan tidak akuntabel.

5.Aspek Organisasi

Faktor eksternal yang menjadi pemicu korupsi lainnya adalah entitas di mana pelaku korupsi beroperasi. Umumnya, entitas ini berkontribusi terhadap terjadinya korupsi dengan membuka peluang atau kesempatan. Sebagai contoh, kurangnya contoh integritas dari para pemimpin, kekurangan dalam budaya yang benar, tidak memadainya sistem akuntabilitas, atau kelemahan dalam sistem pengendalian manajemen.

2.3. Macam-macam Korupsi

Pada prinsipnya, tindakan korupsi dapat diklasifikasikan ke dalam beberapa kategori, yaitu:

1. Penyuapan

Penyuapan adalah perbuatan membayar dengan uang atau bentuk lainnya yang diberikan atau diterima dalam konteks tindakan korupsi. Dengan demikian, dalam hal penyuapan, korupsi adalah aksi memberikan atau menerima suap.

2. Penggelapan/Pencurian (Embezzlement)

Penggelapan atau pencurian adalah perbuatan kejahatan merampas atau mencuri dana publik yang dilakukan oleh pejabat pemerintah, karyawan sektor swasta, atau aparat birokrasi.

3. Penipuan (Fraud)

Penipuan atau fraud dapat didefinisikan sebagai kejahatan ekonomi yang melibatkan tindakan berupa kebohongan, penipuan, dan perilaku tidak jujur. Jenis korupsi ini merupakan kejahatan ekonomi yang terorganisir dan umumnya melibatkan pejabat.

4. Pemerasan (Extortion)

Korupsi dalam bentuk pemerasan adalah jenis korupsi yang melibatkan aparat yang menggunakan kekuasaannya untuk memaksa dan memperoleh keuntungan sebagai imbalan atas layanan yang diberikan. Pada umumnya, pemerasan dilakukan dari pihak yang memiliki wewenang terhadap warga.

5. Favoritisme (Favortism)

Favoritisme, yang juga dikenal sebagai pilih kasih, adalah perbuatan penyalahgunaan kekuasaan yang terlibat dalam privatisasi sumber daya.

2.4. Dampak Korupsi

Korupsi memiliki dampak yang sangat merugikan bagi kehidupan berbangsa dan bernegara karena mengakibatkan kebusukan, ketidakjujuran, dan merusak rasa keadilan masyarakat. Penyimpangan dalam alokasi anggaran yang disebabkan oleh korupsi telah mengurangi mutu layanan yang diberikan oleh pemerintah kepada masyarakat. Secara keseluruhan, perpindahan dana publik ke dalam saku pribadi telah mengurangi kapasitas negara untuk menyediakan manfaat yang positif bagi masyarakat, seperti pendidikan, perlindungan lingkungan, penelitian, dan pembangunan. Pada tingkat yang lebih kecil, korupsi telah meningkatkan ketidakpastian terkait pemberian pelayanan yang efektif dari pemerintah kepada masyarakat. Dampak negatif korupsi juga dapat mencakup:

  • Kejatuhan akhlak, moralitas, integritas, dan spiritualitas suatu bangsa.
  • Timbulnya dampak negatif pada ekonomi nasional.
  • Korupsi berkontribusi pada penurunan semangat  kerja masyarakat.
  • Terjadi eksploitasi sumber daya alam oleh sebagian kecil individu.
  • Menyebabkan dampak sosial berupa penurunan human capital.

Korupsi senantiasa menimbulkan dampak negatif terhadap proses demokratisasi dan pembangunan, dikarenakan korupsi telah merendahkan legitimasi dan mengurangi kepercayaan masyarakat terhadap proses politik melalui praktik money-politik. Tidak hanya itu, korupsi juga telah mengubah arah pengambilan keputusan dalam kebijakan publik, merugikan akuntabilitas publik, dan meniadakan the rule of law. Sebaliknya, korupsi mengakibatkan proyek-proyek pembangunan dan fasilitas umum menjadi kurang bermutu dan tidak sesuai dengan kebutuhan yang seharusnya, sehingga menghambat perkembangan jangka panjang yang berkelanjutan.

 

Metode

Penelitian ini dilaksanakan dengan melakukan akuisisi data melalui penyebaran kuesioner dalam format Google Form kepada Mahasiswa Program Studi Akuntansi di UPN Veteran Jakarta. Pendekatan metodologi yang diterapkan adalah Metode Kuantitatif, di mana pengumpulan data dilakukan melalui kuesioner yang disebarkan dalam bentuk Google Form kepada Mahasiswa Program Studi Akuntansi di UPN Veteran Jakarta. Tujuan utama penelitian ini adalah untuk menganalisis pengaruh persepsi mahasiswa akuntansi terhadap praktik korupsi, mengidentifikasi dampak dari perilaku koruptif, serta mengevaluasi solusi yang dapat diimplementasikan untuk mengatasi permasalahan korupsi.

Hasil Penelitian dan Pembahasan

1. Hasil Penelitian

Berdasarkan hasil dari kuesioner yang telah kami sebar, kami akan memaparkan dan menyimpulkan apa yang telah kami temukan dan tetapkan menurut tabel yang kami sajikan di bawah ini.

No

Penjelasan

Keterangan

1

Menyaksikan aktivitas korupsi

62,7% atau 42 orang menjawab pernah

2

Menyaksikan penyalahgunaan wewenang

83,8% atau 56 orang menjawab pernah

3

Korban pungutan liar

67,6% atau 45, orang menjawab pernah

4

Menikmati hasil fraud

94,6% atau 63 orang menjawab tidak pernah

5

Berani dan bersedia menentang perilaku korupsi, fraud dan kecurangan

94,6% atau 63 orang menjawab bahwa mereka berani dan bersedia

6

Menerima gratifikasi

62,2% atau 41 orang menjawab pernah

7

Faktor yang menahan diri dari perbuatan korupsi, fraud dan kecurangan

81,1% atau 54 orang beranggapan  dan ancaman agama lebih efektif dibandingkan hukum pidana

8

Faktor pendorong korupsi, fraud dan kecurangan

48,6% (32 Kesempatan, 27% (18) keserakahan, 18,9% (13) kebutuhan dan 5,5% (4) keterungkapan.

9

Keterlibatan dalam korupsi, fraud dan kecurangan

97,3% atau 65 orang menjawab tidak pernah

10

Opini mengenai upaya pemerintah dalam pemberantasan korupsi

81,1% atau 54 orang menjawab upaya pemerintah belum efektif dalam pemberantasan korupsi

2. Pembahasan

Penelitian ini menggunakan 67 responden dari mahasiswa D3 Akuntansi kampus UPN Veteran Jakarta angkatan 2023 yang digunakan untuk menguraikan sejauh mana perspektif mahasiswa D3 Akuntansi Universitas UPN Jakarta terhadap

"Korupsi" yang terjadi di lingkungan sekitar. Karakteristik partisipan adalah merinci identifikasi partisipan sesuai dengan contoh penelitian yang telah ditentukan. Salah satu maksud dari deskripsi karakteristik partisipan adalah memberikan gambaran yang mencakup subjek penelitian ini.

Berdasarkan data yang diperoleh dari pengisian kuesioner oleh mahasiswa/i program studi D3 Akuntansi angkatan 2023 di UPN Veteran Jakarta sebagai responden, dapat diamati karakteristik responden tersebut berdasarkan kelas. responden lebih banyak dari kelas A dengan jumlah 40 mahasiswa/i dan mendapatkan persentase 62%, sedangkan responden dari kelas B dengan jumlah 27 mahasiswa/i dan mendapatkan persentase 38%.

Penutup

Dari analisis dan diskusi yang telah dijabarkan sebelumnya, kelompok kami menyimpulkan beberapa hal berdasarkan hasil analisis tersebut, yakni:

1. Berdasarkan hasil kuesioner terhadap korupsi ini kami menyimpulkan bahwa responden dari mahasiswa D3 Akuntansi kampus UPN Veteran Jakarta angkatan 2023 menyatakan bahwa hampir keseluruhan responden pernah melihat maupun merasakan tindakan korupsi yang ada di lingkungan sekitarnya. Kemudian, responden juga memberikan jawaban terhadap kepeduliannya untuk berani memberantas korupsi yang ada pada saat ini.

2. Berdasarkan hasil kuesioner ini juga kami menyimpulkan dari hasil jawaban keseluruhan responden bahwa tindakan korupsi ini dapat dilakukan karena adanya Opportunity ataupun kesempatan untuk melakukan tindakan korupsi,selain itu tindakan korupsi itu juga terjadi karena keserakahan seseorang untuk mencukupi kebutuhannya tanpa rasa bersyukur yang ada pada dirinya. Sehingga dengan adanya alasan-alasan tersebut membuat banyak orang yang melakukan tindakan korupsi untuk memenuhi kesenangan pribadinya tanpa adanya memikirkan kerugian orang lain di sekitarnya.

3. Terakhir, dari hasil kuesioner ini kami menyimpulkan dari jawaban responden bahwa pemerintahan juga belum sepenuhnya bisa mengatasi tindakan korupsi secara menyeluruh, sehingga tindakan korupsi ini masih belum bisa diatasi karena tidak adanya ketegasan atau hukuman dari aturan pemerintah untuk pelaku tindakan korupsi yang ada pada saat ini. Dan maraknya korupsi bahkan hingga lingkup kecil seperti sekolah,maupun lingkungan masyarakat.

Sebagai kelanjutan dari hasil investigasi ini, rekomendasi yang dapat kami ajukan adalah sebagai berikut:

  1. Kami ingin mahasiswa/i D3 Akuntansi mempunyai keberanian untuk menentang tindakan korupsi yang mereka lihat dan mereka juga harus menanamkan kepada dirinya sendiri untuk tidak akan pernah terlibat tindakan korupsi sehingga nantinya tindakan korupsi dapat mulai berkurang dan akan hilang pada generasi selanjutnya.
  2. Kami ingin pemberantasan korupsi ini dimulai dari lingkungan kampus dengan adanya setiap kegiatan ataupun organisasi yang ada di kampus harus dilakukan laporan keseluruhan secara transparan sehingga tidak akan ada orang-orang yang mengambil kesempatan untuk melakukan tindakan korupsi.
  3. Kami ingin adanya aturan  yang tegas dan transparan untuk pelaku korupsi baik di pemerintahan maupun lingkup organisasi masyarakat, sehingga para pelaku ini tidak akan pernah berani untuk melakukan kembali tindakan korupsi yang dapat merugikan banyak orang.

 

Pengungkapan

Puji dan syukur kami haturkan kepada Tuhan Yang Maha Esa. Atas limpahan berkat, rahmat, karunia, dan mukjizat-Nya, kami berhasil menyelesaikan proyek belajar berbasis laporan (PjBL) dengan fokus pada tema "Anti Fraud." 

Dengan selesainya PjBL ini, bukanlah suatu akhir, melainkan suatu permulaan baru yang membawa kami memasuki fase pengalaman hidup yang baru pula. Kami menyadari sepenuhnya kontribusi individu-individu yang berperan dalam penyelesaian tugas PjBL ini. 

Tak ada ungkapan terbaik yang mampu kami berikan selain rasa terima kasih mendalam kepada individu-individu yang turut serta membantu kami. Secara spesifik, kami ingin menyampaikan terima kasih kepada Bapak Suhaidi, M.PdI, dan juga Bapak Drs. Syarif Ali, M.Si., CHRP, yang menjadi dosen pembimbing mata kuliah Workshop Karya Tulis Umum (MKWU). Keduanya telah bersabar, meluangkan waktu, mengabdikan tenaga dan pikiran, serta memberikan perhatian yang luar biasa selama proses penyusunan PjBL ini.

Terima kasih juga kepada rekan-rekan mahasiswa dan mahasiswi Program Studi D3 Akuntansi Universitas UPN Veteran Jakarta atas kerjasama dan kontribusi dalam mengisi kuesioner dan melakukan wawancara yang mendukung keberhasilan tugas PjBL kelompok kami.

Segala kelemahan dan ketidaksempurnaan dalam penulisan tugas ini, kami mengharapkan masukan, kritik, dan saran yang bersifat membangun demi perbaikan dan penyempurnaan PjBL kami. Meskipun kami menghadapi sejumlah kesulitan dalam pelaksanaan tugas ini, kami bersyukur bahwa semuanya dapat terselesaikan dengan baik.

Sebagai penutup, kami berharap agar tugas PjBL ini memberikan manfaat bagi semua pihak dan semoga amal baik yang kami lakukan mendapatkan balasan dari Tuhan Yang Maha Esa. Amin.

Referensi

Zulqarnain, Z., Ikhlas, M., & Ilhami, R. (2022). Persepsi mahasiswa tentang pendidikan kewarganeraan dan antikorupsi: Penting dan relevansi. Integritas: Jurnal Antikorupsi, 1-13.

Destawijaya, M. R. (2023, Mei 28). Korupsi Menurut Teori Jack Bologne dan Robert Klitgaard. Retrieved from Kompasiana Beyond Blogging.

Tagora,  A.  &  Putriana,  V.  T.  (2022). Mekanisme  dan  implementasi fraud  control  plan: Studi  kasus  pada  rumah  sakit  umum daerah. Indonesian Treasury Review: Jurnal Perbendaharaan, Keuangan Negara dan Kebijakan Publik, 7(2), 133-144.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
  8. 8
  9. 9
  10. 10
  11. 11
  12. 12
  13. 13
  14. 14
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun