Korupsi berasal dari istilah Latin corruptio atau corruptus, yang memiliki arti tindakan yang merusak atau menghancurkan. Selain itu, korupsi dapat diartikan sebagai kebusukan, keburukan, kebejatan, ketidakjujuran, korupsi, penyimpangan dari moralitas, dan ucapan atau kata-kata yang menghina atau memfitnah.
Robert Klitgaard mengemukakan bahwa penyalahgunaan posisi untuk kepentingan individual merupakan salah satu konsep korupsi. Kegiatan semacam ini dapat timbul dari posisi dalam sektor publik atau di berbagai hierarki kekuasaan, termasuk dalam lingkup sektor swasta, entitas nirlaba, atau bahkan sebagai pendidik di perguruan tinggi. Klitgaard mengidentifikasi suap, pemerasan, dan seluruh varian penipuan sebagai ragam tindakan korupsi.
Dari definisi yang disajikan, korupsi pada prinsipnya terdiri dari lima komponen, yaitu:
- Korupsi merupakan suatu tindakan.
- Terdapat penyalahgunaan kewenangan dan kekuasaan.
- Dilaksanakan dengan maksud memperoleh keuntungan individu atau kelompok.
- Melanggar peraturan hukum atau menyimpang dari norma dan etika.
- Terjadi atau terpampang dalam instansi pemerintah atau sektor swasta.
Dari uraian sebelumnya, anti-korupsi menjadi lawan atau kebalikan. Anti-korupsi melibatkan segala perilaku, ucapan, atau langkah-langkah yang menolak korupsi dalam segala bentuknya. Seseorang yang memiliki pemahaman terhadap konsep antikorupsi akan berperilaku dengan integritas. Terkenal dengan istilah "Jumat Bersepeda KK," sementara sembilan standar integritas mencakup kejujuran, kemandirian, tanggung jawab, keberanian, kesederhanaan, kepedulian, disiplin, keadilan, dan kerja keras. Dengan memegang teguh prinsip-prinsip antikorupsi, seseorang memperoleh kekuatan moral untuk menghindari serta mencegah tindakan korupsi.
2.2. Sebab-Sebab Korupsi
Secara singkat, komponen-komponen yang mendasari Teori GONE menunjukkan bahwa individu yang terlibat dalam tindakan korupsi pada dasarnya bersifat egois dan tidak pernah merasa cukup. Individu yang terlibat dalam praktik korupsi yang kejam selalu mengejar kepuasan tanpa batas. Apabila dorongan untuk mencapai keuntungan lebih besar dipadukan dengan adanya peluang, hal ini dapat mendorong terjadinya tindakan kriminal korupsi. Ketika seseorang terjerumus dalam perilaku serakah dan terdapat kesempatan, risiko terlibat dalam korupsi meningkat, terutama jika gaya hidup mereka berlebihan dan tindakan pencegahan atau penindakan terhadap pelaku tidak cukup efektif untuk menciptakan efek jera.
Korupsi terbagi menjadi dua elemen, yaitu internal dan eksternal. Sesuai dengan literatur Pendidikan Antikorupsi bagi Institusi Pendidikan Tinggi, asal-usul internal korupsi terletak pada faktor internal, sementara penyebab eksternal berkaitan dengan faktor eksternal (pemicu dari luar).
Â
Faktor Penyebab Internal
1. Sifat serakah, tamak, atau rakus
manusia adalah karakteristik yang mendorong seseorang selalu menginginkan lebih dari apa yang dimilikinya. Apabila seseorang bersifat tamak, mereka cenderung terlalu mencintai kekayaan. Walaupun mungkin memiliki banyak kekayaan atau berada dalam posisi jabatan tinggi, sifat tamak membuat seseorang mengabaikan norma hukum halal dan haram dalam mencari rezeki. Oleh karena itu, korupsi seringkali menjadi perilaku yang diindikasikan oleh para profesional, mereka yang berada di puncakÂ