Kematian yang lagi-lagi membuat kami sedih. Terutama kucing jantan yang kami beri nama Cero, yang mati karena keracunan usai dolan di perumahan. Saya menangis haru ketika malam-malam sepulang kerja menguburkannya.
Dari semua cerita itu, saya berkesimpulan, membangun relasi dan toleransi dengan tetangga, terlebih yang kebetulan berbeda keyakinan, tidak sekadar lewat retorika ucapan ataupun tulisan.
Namun, perlu diwujudkan dalam kehidupan nyata.
Bahwa, membangun relasi baik dengan tetangga yang 'berbeda' sejatinya tidak sulit. Selama kita mau mengedepankan sisi sebagai manusia yang saling ingin dimanusiakan dan saling membutuhkan satu sama lain.
Sebab, bila kita membutuhkan bantuan mendadak apalagi pas malam, tentu yang paling pertama kita kabari ya tetangga.
Semisal terpaksa meminjam kendaraan malam-malam untuk keperluan mendesak, ataupun 'hal receh' seperti meminta cabai untuk memasak karena baru sadar habis dan tidak ada tukang sayur lewat, yang paling diminta bantuan ya tetangga. Bukan saudara, kerabat, ataupun teman dekat yang rumahnya jauh dari tempat tinggal kita.
Saya bersyukur tinggal di perumahan dengan memiliki tetangga baik. Sebab, bagi saya, punya tetangga baik yang saling respek dan ringan tangan membantu, itu salah satu pendukung hidup bahagia.
Salam bertetangga baik.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H