Ceritanya, Bu Endang pernah memelihara dua kucing. Masih kecil. Seingat saya dia membelinya dari temannya. Plus kandangnya.
Nah, dua kucing imut-imut itu datang di saat yang tidak tepat.
Keduanya datang ketika Bu Endang akan berangkat acara kerja ke luar kota. Jadwalnya malah beruntun. Seminggu ke luar kota. Pulang sebentar. Lantas berangkat lagi.
Karena khawatir bila kucingnya tidak ada yang merawat, dia lantas meminta kami untuk memeliharanya. Menitipkan kucing itu kepada saya. Plus kandangnya. Plus makanannya. Plus pasirnya.
Sebenarnya, saya dan istri kala itu ingin jeda memelihara kucing. Kami masih sedih setelah ditinggal mati kucing peliharaan kami sebulan sebelumnya.
Kematian yang membuat saya menangis demi mengingat kelucuan dan tingkahnya yang menggemaskan. Apalagi, saat pagi sudah ada tanda-tanda ketika dia menyendiri. Dan benar, sepulang kerja, saya harus menguburkan badannya yang sudah kaku.
Tapi, kami tidak menolaknya. Kami senang hati merawatnya. Lantas, dua kucing lucu itu sempat tumbuh di rumah kami. Malah sangat kerasan.
Ketika Bu Endang kembali, setelah beberapa hari, dua kucing itupun diambil lagi.
Entah kenapa, mereka terlihat gusar. Ketika melihat saya hendak ke luar rumah, mereka mengeong. Mungkin karena hanya berada di kandang. Sementara ketika di rumah, saya membiarkan mereka bebas berlarian di rumah.
Singkat cerita, ketika bertumbuh besar, karena merasa tidak kuat lagi merawatnya, Bu Endang menawarkan kucing itu kepada kami. Meminta kami merawatnya. Dia sekadar meminta kami mengganti dua kandangnya.
Dua kucing itupun berpindah ke rumah kami. Hingga punya keturunan. Meski kini, dua-duanya sudah berpindah alam.